Share

9) Rezky Anak Oleng

Aвтор: NDRA IRAWAN
last update Последнее обновление: 2021-11-24 11:14:37

‘Semoga saja Tante Sonya seorang pengusaha dan mau mengajak aku bekerja di perusahaannya. Kalau dilihat dari penampilannya sepertinya dia memang seorang pengusaha. Semoga saja ini adalah jawaban atas semua doa-doaku dan ibuku. Semoga ada rizki buatku dan kedua adikku, Amiin,’ ucap Gerald dalam hati.

Dengan dada yang terasa lega dan disorong sebuah harapan baru dan semangat membara, Gerald mencari barang yang sedang dicari Tante Sonya. Dan sama sekali tidak ada kendala karena memang barang tersebut sangat mudah dicari hampir di semua toko yang menjual aksesotis kendaraan.  

Ketika akan balik kanan kembali dari toko hendak menemui kembali Tante Sonya, Gerald menghentikan langkahnya karena posnsel yang disimpan di saku celananya bergetar pertanda ada panggilan masuk.

“Assalamulaikum Bu,” Gerald pun langsung membuka percakapan telpon dengan ibu kostanya.

“Waalaikumsalam, Gerald sekarang sedang di mana?” tanya Bu Ana dengan nada yang terdengar sedikit cemas.

“Saya sedang di rumah teman, Bu. Ada apa?” Gerald pun menjawab dengan nada yang sama, lalu dia bergeser ke tempat yang lebih sepi karena pendengaran sedikit terganggu dengan suara berisik dari lalu lalang orang.

“Di rumah teman di mana? Kok kedengarannya rame banget, Ger.” Rupanya Bu Ana sudah terlanjut menangkap keriuhan yang di sekitar Gerald berada.

“Gak kok, Bu. Biasa ini lagi kumpul-kumpul sama teman sambil dengerin musik, hehehe.” Gerald segera beralibi, kebetulan suara musik dari salah satu kios yang dekat dengannya paling mendominasi. “Maaf ada apa ya, Bu?” lanjut Gerald kembali bertanya penasaran.

“Ini Ger, barusan ke rumah ada Pak Ustad Umar sama Bang Andre, nyariin kamu. Apakah malam ini Gerald mau nginap atau pulang ke kostan?” Bu Ana balik bertanya untuk memastikan.

“Oh Pak Ustad? Mau ngasih kerjaan bukan Bu?” Wajah Gerald seketika menadak cerah dan tak sadar dia juga malah balik bertanya saking senangnya.

“Kurang tahu juga. Katanya sih ada perlu penting sama Gerald. Nanti kalau pulang ditunggu di rumah Pak Ustad Umar, katanya.” Bu Ana kembali menginfokan.

“I..iya siap Bu. Ta..tapi mungkin agak sorean saya pulangnya. Soalnya sekarang sedang nganter teman dulu. Iya saya pasti pulang kok, Bu.” Gerald menjawab sedikit gelagapan antara senang dan kaget.

“Oh ya, udah gak papa, nanti kangsung aja ke rumah Pak Ustad ya, Ger.”

“Iya Bu, Assalaualaikum!” pungkas Gerald.

“Waalaikum salam,” balas Bu Ana sebelum memutus hubungan teleponnya.

“Ya Allah mudah-mudahan ini juga rizki buat hamba-Mu ini, Amiin” uap Gerald pelan sambil membasuhkan kedua telapak tangannya pada wajahnya, pertanda besar harapan dan bersyukur.

Ustad Umar adalah seorang tokoh masyarakat yang juga imam masjid di kompleksnya. Gerald sudah kenal cukup dekat dan baik dengan beliau, bahkan dengan istrinya. Rumah Ustad Umar tidak terlalu jauh dari rumah Bu Ana. Gerald sering membantu pekerjaan Ustad Umar, termasuk babat halamannya. Biasanya Ustad Umar memberikan imbalan yang cukup besar, walau tidak diminta.

Sementara Bang Andre adalah pemuda setempat yang juga cukup dekat dengan Gerald. Bang Andre juga sering membantu pekerjaan Ustad Umar, walau saat ini dia sibuk dengan pekerjaannya sebagai tenaga keamanan lapangan di sebuah proyek pembangunan jembatan antar kecamatan.

‘’Apakah Bang Andre mau menawariku pekerjaan? Beberapa waktu yang lalu aku pernah ngobrol sama dia, butuh pekerjaan. Ya Allah, semoga ini juga rezki buat hamba-Mu, Amiin.” Gerald kembali berharap dan berdoa dalam hati.   

Kurang lebih dua puluh menit kemudian, Gerald sudah kembali duduk di hadapan Tante Sonya. Tak ada kendala sama sekali bagi seorang Gerald untuk mencari barang yang sedang dicari tante kenalan barunya itu.

"Alhamdulillah udah dapat barang nih, Tan," ucap Gerald seraya menyodorkan kembali brosur yang tadi dipinjamnya dari Tante Sonya, sekalian dengan gambar dan daftar harga yang dia dapatkan dari toko.

"Tan.. Tan.. emangnya aku ini ketan atau setan, Ger?" seloroh Tante Sonya sambil tersenyum dan menatap wajah Gerald yang sedikit lembab karena berkeringat.

"Eh.. maaf maksud saya, Tante Sonya," jawab Gerald sambil cengengesan.

Tante Sonya menawarkan minuman dan makanan yang sudah dipesannya yang disodorkan oleh seorang pramusaji, sesaat setelah Gerald duduk.

Tanpa basa-basi, Gerald yang sedang sangat lapar, langsung menyantapnya dengan lahap. Sementara Tante Sonya, asik meneliti hasil buruan lelaki muda yang sejak pertama melihatnya sudah sangat menarik hatinya. Kekesalan hatinya akibat ulah duo bandot tua di kantornya, sedikit terobati.

Entah apa yang ada dalam diri Gerald, namun feeling Tante Sonya mengatakan jika Gerald orangnya sangat asik dan baik. Tentu saja wajah Arab sang brondong pun tidak perlu diragukan lagi ketampanannya.

‘Anak ini sepertinya dari kampung dan dari keluarga sederhana. Tapi aku sangat suka dengan kepribadiannya. Wajah dan penampilan juga benar-benar khas orang ndeso. Ganteng, sederhana dan jantan. Berbeda dengan brondong metrosexsual yang kulitnya glowing dan terkesan cantik.’ bisik hati Tante Sonya sambil sesekali melirik wajah Gerald yang sedang asik menikmati makanannya.

Setelah usai makan, mereka sama-sama mendatangi toko acsessories. Ternyata jumlah belanjaan Tante Sonya jadi membengkak. Bukan hanya acsessories untuk mobil suaminya yang dibeli, namun juga banyak pernak-pernik untuk akseroris mobilnya. 

Setelah selesai, tanpa diminta Gerald pun langsung membawakan barang-barang belanjaan Tante Sonya menuju mobilnya di tempat parkir. Setelah sampai di area parkir, belanjaan yang dibawa Gerald langsung diambil oleh sopirnya Tante Sonya yang sudah siaga menunggu majikannya.

"Wah, terima kasih, Ger udah ngebantuin tante.”

“Sama-sama Tante.”

“Oh iya, ini buat sekedar beli cendol, kali aja Gerald kehausan setelah bawa belanjaan tante, hehehe," ucap Tante Sonya sambil menyelipkan sejumlah uang pada kantong celana Gerald.

"Ah, gak usah Tante, saya cuma bantuin dikit kok," jawab Gerald malu-malu namun tentu saja hatinya riang tak terkira.

Walau sama sekali tdak tahu berapa jumlah uang yang diberikan Tante Sonya. Namun dia yakin uang tersebut akan bisa menyambung hidupnya minimal bisa untuk membeli sarapan besok pagi.

"Oh iya Ger, kapan-kapan tante boleh kontak kamu ya? Awas jangan gonta-ganti nomor ya. Beneran kan kamu bisa bawa mobil?” tanya Tante Sonya.

“Siap Tante. Insya Allah bisa, hanya belum punya SIM,” jawab Gerald sigap. Mereka sudah banyak ngobrol dan bahkan bertukar nomor kontak saat sedang berbelanja tadi.

“Oke tante ulang duluan ya, Ger.”

“Silakan Tante. Sekali lagi, terima kasih untuk cendolnya, hehehe.”

Beberapa menit kemudian, mobil Tante Sonya keluar dari area parkiran. Sementara Gerald bersiap untuk pulang menemui Ustad Umar dan Bang Andre. Ketika sedang menuju tangga, iseng-iseng Gerald menarik uang yang tadi diselipkan Tante Sonya ke dalam saku celananya.

“Astagfirullah!” seru Gerald sambil memegangi lima lembar uang merah di tangannya.

“Ah, gila! Pasti si Tante salah ngasih. Masa cuma nganter belanja gitu doang dikasih uang sebanyak ini?” guman Gerald sambil kembali memasukan uang teresebut dalam saku celananya.

Bibir Gerald tersenyum lebar. Hatinya pun riang gembira. Malam ini dia bisa benar-benar tidur dengan nyenyak, walau uang kostnya belum bisa da bayar seluruhnya.

‘Terima kasih, ya Allah. Terima kasih Tante Sonya, akhirnya aku masih bisa bertahan di kota ini,’ ucap Gerald sambil kembali menghadap langit mengucapkan syukur pada Yang Maha Pemberi Rizky. Tal terasa kedua bola matanya pun berkaca-kaca.

Benar-benar tak terduga, pada saat Gerald sedang sangat oleng, rizki dan bakal rizki seakan datang berbarengan dalam waktu yang yang hampir bersamaan. Mungkin ini yang biasa disebut 'Rizky Anak Oleng.' 

^*^

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gerald Sang Penakluk   38) Bab

    Sore harinya Bu Nina memintaku untuk mengantarnya pulang. Tentu saja dia bukan benar-benar ingin pulang. Sepanjang perjalanan otakku tak pernah bisa diam, dipenuhi dengan berbagai obsesi liar. Bahkan beberapa kali aku sengaja memancing Bu Nina dengan obrolan yang sedikit panas dan menjurus mesum. Namun beliau sepertinya selalu mengalihkan pembicaraan. Mungkin dia masih jengah dengan peristiwa tadi pagi, namun aku sendiri menduga jika dia sengaja mengajakku pulang duluan karena ingin mengulanginya. “Ke Duta Permata aja, Ger.” Tiba-tiba Bu Nina bicara tegas setelah mobil melaju di jalan raya. “Kita mau Ke hotel, Bu?” tanyaku memastikan. “Ya,” balas Bu Nina pelan, dan dengan santainya menganggukkan kepala seraya tersenyum. Dengan semangat 45 aku melajukan mobil Bu Nina menuju hotel yang dia sebutkan. Tak sampai setengah jam kemudian kami pun tiba di depan hotel yang berlokasi dekat dengan salah kampus negeri ternama. Kami segera masuk ke dalam hotel. Setelah menyelesaikan urusan di

  • Gerald Sang Penakluk   37) Bab

    Wajah Bu Nina semakin tampak merah merona namun matanya seolah sudah terpatri di selangkanganku. Batang zakarku pun sepertinya merasakan itu, dia bergerak-gerak sendiri seolah mengangguk-angguk memberikan penghormtan pada Bu Nina. Bu Nina pun melangkah menuju ke arah jam tangannya yang tertinggal. Pikiran mesumku semakin menjadi-jadi maka dengan cepat aku tutup pintu jamban. “Gerald kamu apa…ap…apaaan?” Bu Nina bertanya dengan suara yang sedikit gelagapan. "Maaf Bu, ta.. pi.. Ibu benar-benar sangat menggoda dan menggairahkan saya." Entah siapa yang mengajariku untuk bicara frontal dan kurang ajar pada mantan Kepala sekolahku. Aku bahkan tidak memikirkan apa akibat dari permainan dan perkataan gilaku ini. “Kamu.. sudah gila apa, Gerald!" sentak Bu Nina. Namun belum sempat kujawab pertanyaannya dia kembali menyahut. "Ibu sudah menduga kamu dari kejadian tadi malam, tapi kamu harus tahu bahwa Ibu sudah bersuami dan lagian ibu kan sudah tua, Gerald!" Dia mencoba menyadarkan aku. "Tap

  • Gerald Sang Penakluk   36) Bab

    Aku bertanya dalam hati mimpi apa semalam sehingga memperoleh keuntungan dobel. Pertama memegang buah dada indahnya, yang kedua bisa melihat bokong dan pahanya walaupun agak sedikit samar. Tak terasa celanaku semakin sempit karena senjata kesayanganku pun ikut-ikutan menggeliat. Tanganku meraba rudalku dan membuat remasan-remasan kecil. Tak puas dengan itu aku mengeluarkan batang rudalku sehingga dapat berdiri bebas mengacung. Aku yakin Bu Nina tidak akan melihat polahku yang super gila ini. Sepertinya Bu Nina sudah selesai buang air kecilnya. Dan ketika akan naik ke atas, aku ulurkan tanganku dan menariknya. Aku minta Bu Nina berjalan di depanku dengan alasan aku mengawal kalau ada apa-apa. Namun yang sebenarnya bukan karena itu, tapi aku bisa bebas membuat rudalku terjulur keluar dari seleting celanaku. Sensasi ini aku nikmati sampai ke dekat tenda pembina. Kami melanjutkan ngobrol sampai akhirnya acara jurit malam selesai. Malam sudah larut bahkan menjelang dini hari, kami pembi

  • Gerald Sang Penakluk   35) Bab

    “Geer, udah dulu bersih-bersihnya!” Teriakan ibuku mengagetkan. Saat ini aku sedang berada di rumah ibuku dan membantu membersihkan kebun belakang. Kedua adikku pun ikut membantu. Kami semua pun sontak menghentikan segala aktifitas, walau hanya sekedar menyiangi rumpat pada sayuran yang rencananya beberapa hari lagi akan dipanen oleh tengkulak yang sudah mondar-mondir kebelet pengen membelinya. “Ada apa, Ma?” tanya Gayatri, adikku yang baru berusia empat belas tahun kebetulan berdiri tak jauh dariku. “Ada Pak Budi, mau ketemu sama A Gerald,” jawab Ibu sambil menyodorkan handuk kepadku. Perintah halus agar aku segera mandi atau setidaknya mencuci anggota tubuhku yang kotor. “Pak Budi mana?” Aku balik bertanya sambil mengernyitkan dahi, banyak sekali nama Budi di kampung ini, terutama yang sudah dewasa. Kalau anak-anak muda rasanya sudah jarang sekali yang bernama ‘Budi.’ Kata ibu, dulu nama Budi dan Wati adalah nama pavorit di seluruh Indonesia. Gak tahu mengapa bisa demikian. “Pa

  • Gerald Sang Penakluk   34) Bab

    Aku hanya mengganguk dan tersenyum seraya sedikit menunduk, lalu dengan pelan berjalan mendekati Bu Ardy yang kini sudah kembali tengkurep di atas kasurnya. Dengan jantung yang semakin tak karu-karuan dan dalam intimidasi tatapan nenekku, aku memulai kerjaku dengan memijat pelan-pelan pergelangan kaki Bu Ardy, seperti biasa saat aku memijat teman-temanku atau tetangga lelakiku yang kadang iseng meminta dipijat. Titik titik pergelangan kedua kaki Bu Ardy kupijat dengan tekanan cukup kuat tapi tidak sampai membuatnya kesakitan. Setelah pergelangan kaki, aku pun mulai memijat betisnya, tak lama naik ke paha, pantat lalu punggung. Itu hanya pijatan adaptasi atau perkenalan awal dengan tanpa menggunakan lotion. Pelan tapi penuh tekanan, aku memijat telapak kaki Bu Ardy. Sesekali aku melirik pada nenekku, takut kalau pijatanku salah. Namun nenekku sama sekali tidak memberikan respon, tampaknya memang pijatanku masih sesuai dengan prosedur yang selama ini dia terapkan. "Enak loh pijatan

  • Gerald Sang Penakluk   33) Bab

    Kurang lebih jam setengah tujuh malam, aku sudah bersiap mengantar nenek ke emplasemen dengan motor Umi Yani. Emplasemen adalah sebutan untuk kompleks perumahan yang dihuni oleh para petinggi atau pejabat perkebunan yang lokasinya bersebelahan dengan kampung tempat tinggalku. Jaraknya kurang lebih tiga kilo meteran. Untuk ukuran kampung masih terasa dekat, karena biasanya ditempuh dengan jalan kaki. Sejak kakek meninggal dunia, aku yang selalu mengantar nenek jika ada panggilan memijat ke tempat yang jauh. Aku tidak mengizinkan beliau naik ojek karena sebagain besar tukang ojek di kampungku bermata keranjang. Dan sebagaimana janda yang lainnya, nenek pun terkadang masih suka digodain. Sungguh edan memang mereka itu, hehehe. "Parkir dulu motornya, Ger, jangan lupa kunci stangnya juga," ucap nenek saat kami sudah tiba di depan rumah keluarga Pak Ardy yang akan dipjatnya. Menurut nenek, Pak Ardy adalah salah seorang pejabat di perkebunan itu. Tidak berapa lama pintu rumah Pak Ardy

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status