Home / Horor / Gerbang Neraka: Desa Terakhir / Bab 45 : Lukisan yang Bernapas

Share

Bab 45 : Lukisan yang Bernapas

Author: Rafi Aditya
last update Last Updated: 2025-07-06 02:08:13

Tiga menit setelah suara gaib bergema dari balik dinding tua, suasana dalam bangunan berubah drastis. Angin dingin menelusup masuk dari celah-celah tembok retak, membawa bisikan yang tak berbahasa, tapi cukup kuat untuk membuat bulu kuduk siapa pun berdiri.

Raka menatap lukisan di dinding yang barusan mereka buka. Goresannya berubah. Warna-warna yang sebelumnya tampak lusuh kini menjadi lebih segar, seolah baru dilukis. Sosok-sosok dalam lukisan perlahan bergerak, walau belum keluar dari bidang dua dimensi.

"Itu... matanya berkedip," ucap Surya dengan suara tercekat.

Yunaka menggenggam palunya lebih erat. "Kita harus keluar dari sini."

Namun sebelum kaki mereka bergerak, tembok di seberang ruangan bergetar pelan. Cat retak, serpihan semen runtuh, lalu sebuah celah menganga, memperlihatkan lukisan lain yang jauh lebih besar. Lukisan itu memenuhi satu sisi ruangan, tinggi sampai menyentuh langit-langit. Lukisan ini berbeda dari yang lain terlalu nyata.

Di dalam lukisan itu ter
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 110 : Cermin dalam Diri

    Pagi itu langit gelap, padahal matahari sudah lama terbit. Angin yang berhembus dari utara membawa suara-suara samar bisikan yang hanya terdengar oleh mereka yang telah menyentuh warisan. Dan salah satunya adalah Ilham. Anak itu berdiri di depan dinding tua di ruang bawah tanah sekolah, tempat yang bahkan Saras belum pernah masuki. Dinding tersebut tidak terlihat istimewa, namun Ilham merasa tertarik padanya sejak ia bermimpi tentang simbol aneh yang muncul di malam hari: dua lingkaran saling membelit, membentuk mata tak berkedip. Ia menyentuh dinding dengan telapak tangan kanan. Tiba-tiba, sebuah suara berbisik: "Apakah kau siap melihat siapa dirimu sebenarnya, Ilham?" Retakan kecil muncul di dinding, mengembang perlahan, membentuk celah cukup besar untuk tubuh kecilnya. Tanpa ragu, Ilham melangkah masuk. --- Ruangan di balik dinding bukan seperti ruang penyimpanan biasa. Tidak berdebu, tidak dingin. Di tengah ruangan berdiri cermin tinggi berbingkai emas gelap, dan di sekelil

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 109 : Sekolah Tanpa Nama

    Di atas punggung bukit di sisi barat Astavita, berdiri bangunan berbentuk segi delapan dari kayu jati dan batu vulkanik. Tidak ada papan nama, tidak ada plang, bahkan tidak tercatat dalam data pemerintah. Namun di dalamnya, puluhan anak-anak dengan mata berbeda dan tanda misterius di tubuh mereka berkumpul. Mereka adalah Dwiputra. Dan tempat ini adalah Sekolah Tanpa Nama. Dibangun dengan hati-hati oleh Saras, Davin, dan orang-orang terpilih dari Simetri, sekolah ini dirancang bukan untuk mengajarkan pelajaran dunia biasa, melainkan pelajaran tentang keseimbangan jiwa. Kelas pertama dimulai saat matahari hampir terbenam. Davin berdiri di depan lingkaran batu, dikelilingi dua puluh anak berusia antara 6 hingga 13 tahun. Masing-masing dengan tanda warisan entah cahaya di tangan kanan, atau luka samar di punggung kiri. Di tengah mereka, seorang anak laki-laki dengan kedua tanda cahaya dan luka duduk diam, menatap tanah. Namanya Ilham. Usianya 10 tahun. Satu-satunya anak yang memili

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 108 : Anak-Anak dari Dua Dunia

    Angin pagi di Astavita membawa aroma basah tanah dan anggrek liar. Kota itu mulai kembali bernapas setelah kekacauan spiritual yang mengguncangnya selama berminggu-minggu. Tapi Saras tahu… itu hanya permukaan. Sesuatu telah berubah. Dunia telah membelah dirinya sendiri. Sejak peristiwa Karang Petak, Saras dan Davin menerima ratusan laporan dari berbagai belahan dunia. Anak-anak yang baru lahir dalam dua minggu terakhir memiliki tanda aneh di tubuh mereka sebagian memiliki simbol lingkaran bercahaya di pergelangan tangan kanan, sementara sebagian lain memiliki goresan seperti bekas luka berapi di punggung kiri. Tidak ada penjelasan medis. Tidak ada kaitan genetik. Tapi Saras mengenal pola itu. Simbol yang sama pernah muncul di tubuh Davin ketika Gerbang Keenam aktif. Dan kini, mereka muncul secara massal. --- Di laboratorium bawah tanah kecil yang dibangun di bawah rumah tua milik nenek Saras, Davin sedang menganalisis foto-foto bayi dari negara-negara yang berbeda. Dari Norwe

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 107 : Jatuhnya Penyeimbang

    Kabut tebal menutupi seluruh kota Astavita pagi itu. Tak ada matahari. Langit tak menentu bukan mendung, bukan cerah, seolah dunia kehilangan arahnya. Saras memandangi peta energi yang kini makin tak stabil. Titik merah menyebar seperti luka di tubuh bumi. Titik pusatnya tetap sama: Karang Petak, di mana Gerbang Ketujuh mulai bernafas. Davin duduk di seberangnya, wajah pucat, namun tekadnya membara. “Kita harus kembali. Ranu tak akan berhenti sampai gerbang terbuka sepenuhnya.” Saras ragu. “Bagaimana jika itu memang seharusnya terbuka? Bagaimana jika kita salah selama ini?” Pertanyaan itu menggantung. Mereka berdua tahu: yang mereka lawan bukan hanya sosok berjubah hitam atau cermin magis. Mereka sedang melawan takdir yang ditulis ulang oleh tangan yang merasa dilupakan. --- Sementara itu, di tempat tersembunyi di Karang Petak, Ranu berdiri di hadapan sekelompok manusia yang telah ia pilih. Mereka bukan iblis, bukan roh. Mereka adalah pendengar orang-orang yang dalam mimpinya pe

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 106 : Tanda dari Cermin

    Langit Astavita kelabu sejak pagi. Hujan belum turun, tapi udara terasa berat, seperti menahan napas sebelum badai. Saras duduk di perpustakaan tua milik mendiang neneknya, tempat ia kini menjadikan sebagai pusat operasi Simetri. Di meja depannya, layar laptop menampilkan grafik naik-turun yang menunjukkan energi spiritual global. Satu titik berkedip merah. Lokasinya… tidak terdeteksi oleh sistem biasa. Namun koordinat yang tertera menunjuk pada sebuah tempat yang telah lama tidak disebut dalam peta modern Desa Karang Petak, desa yang konon hilang dari sejarah karena tenggelam dalam tanah puluhan tahun lalu akibat gempa. Tapi jika benar-benar tenggelam, mengapa sekarang energinya muncul kembali? --- Davin datang setengah jam kemudian. Ia membawa cetakan foto satelit lama yang ia dapatkan dari dosennya yang tertarik pada sejarah desa-desa mati. Salah satu foto memperlihatkan bangunan serupa candi di tengah hutan, tak tercatat dalam arsip apa pun. “Tempat ini bukan hanya desa,” ka

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 105 : Warisan Tanpa Nama

    Saras tidak tidur malam itu. Matanya terpaku pada dinding kamar, tempat cahaya bulan memantulkan bayangan samar gerbang batu yang dilihatnya dalam mimpi. Simbol VI terus berputar di kepalanya, bersama suara Penjaga Ketidakseimbangan: “Kalian ingin mengingat. Tapi apakah kalian siap untuk mewarisi?” Pertanyaan itu menancap lebih tajam dari pisau. Ia menulis ulang kisah Liora, Arga, dan Malini bukan untuk menjadi pahlawan, tapi karena ia merasa berutang. Ia ingin dunia tahu bahwa ada yang telah berkorban tanpa pernah diingat. Tapi kini, garis antara penulis dan waris mulai kabur. Ia bukan hanya menyampaikan cerita. Ia mungkin sedang menjalani kelanjutannya. --- Pagi itu, Davin datang ke rumahnya. Matanya merah, bukan karena kurang tidur, tapi karena sesuatu yang lebih dalam. Ia membuka jaketnya dan memperlihatkan lehernya. Saras menahan napas. Di sana… tertulis simbol yang sama dengan di gerbang keenam. VI. Terbakar di kulitnya, seperti ukiran panas yang muncul dari dalam, buk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status