Share

Bab 54

Author: Zhar
last update Last Updated: 2025-10-10 08:20:43

Satuan Mayor Wiratmaja dimasukkan ke dalam Pasukan Infanteri ke-27 dari Tentara Republik di bawah penunjukan Resimen ke-333 malam itu, dan mereka diperintahkan untuk ditempatkan di sisi utara garis pertahanan Yogyakarta (No. 12).

  Yang disebut "Garis Pertahanan Yogya" dihubungkan oleh puluhan pos dan laskar, dengan panjang puluhan kilometer, dari perbukitan di utara hingga sungai besar di selatan.

  Pos pertahanan ini bukanlah parit biasa. Area ini merupakan benteng sederhana namun kokoh, terbuat dari batu bata, tanah, dan kayu. Beberapa bagian diperkuat dengan karung pasir dan beton seadanya. Dinding depannya cukup tebal, dilengkapi dengan senapan Lee Enfield, Bren Gun, dan beberapa artileri buatan sendiri, dengan kedalaman pertahanan berkisar antara 1 hingga 3 kilometer.

  Tugas pertama Resimen ke-333 adalah mengenali medan benteng.

  Kompi yang bertanggung jawab membantu mereka adalah kompi yang awalnya ditempatkan di s
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 91

    Di bawah komando Jenderal Sudirman, pembentukan tim pasukan khusus dimulai dengan semangat juang yang membara. Pasukan ini tidak dibentuk dari nol, melainkan direorganisasi, dengan mengambil tulang punggung dari Divisi Siliwangi dan pasukan gerilya lokal yang telah teruji di medan perang. Namun, Divisi Siliwangi telah menderita kerugian besar akibat serangan-serangan Belanda sebelumnya di Yogyakarta dan sekitarnya. Seluruh pasukan hanya memiliki sedikit peralatan tempur, termasuk tidak lebih dari seratus senapan mesin, beberapa mortir, dan kendaraan yang masih bisa digunakan. (Catat: Pada masa itu, pasukan Republik Indonesia secara keseluruhan memiliki persenjataan yang sangat terbatas dibandingkan dengan persenjataan modern Belanda yang didukung tank dan artileri.) Meski begitu, pasukan yang direorganisasi ini berbeda. Senjata dan kendaraan yang masih tersisa dari garis pertahanan dikumpulkan satu per satu. Tidak peduli dari unit mana ba

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 90

    Mayor Wiratmaja tersedak sedikit saat meneguk jamu itu, lalu batuk keras hingga terbatuk-batuk. Ia memuntahkan apa yang entah air atau ludah, menahan napas beberapa saat hingga akhirnya tenang, lalu tertawa terbahak kecil. “Mengepung? Kau benar-benar mau mengepung Belanda? Bagus, Surya!” ujarnya sambil terkekeh. “Ya, saya cuma mau mengepung Belanda!” jawab Surya tegas. “Resimen-resimen Belanda yang menekan dari selatan akan maju jauh garis depan mereka merekah ke depan, sehingga bagian belakang mereka kosong. Mereka pikir kita cuma pasif, tak punya kemampuan serangan balik. Tepat pada saat itu, kita serang balik.” Surya menatap Jenderal Sudirman jelas rencana ini butuh restu panglima. Jenderal Sudirman, yang semula diam menimbang, akhirnya berkata, “Kenapa tidak? Kalau kita tak bisa menghalau mereka langsung di belakang, kita harus mencari cara untuk menghentikan mereka di depan atau, jika memungkinkan, menjeratnya. Dengan begitu, Belanda

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 89

      "Mungkin kau benar!" kata Mayor Wiratmaja, "tapi kau tidak bisa mengatakannya, mengerti? Tidak seorang pun boleh mengatakannya!"   "Kenapa?" tanya Surya.   "Kau tahu kenapa!" jawab Mayor Wiratmaja.   Lalu ia menoleh kanan-kiri, memastikan tak ada telinga lain yang mendengar, sebelum beranjak pergi. Sebelum benar-benar meninggalkan Surya, ia menambahkan lirih: "Lupakan saja, jangan katakan pada siapa pun!"   "Siap, Mayor!" jawab Surya.   Namun sebenarnya, dalam hati Surya tetap tidak bisa menahannya.   Sambil jongkok di samping truk pasokan, menyantap singkong rebus seadanya, Surya melirik ke arah meriam-meriam lapangan yang diparkir terpisah, terpencar di antara barisan parit pertahanan. Ia berbisik pada rekannya bernama Okta:   "Aku heran, kenapa mereka tidak dikumpulkan saja? Disusun rapat dan digunakan bareng-bareng!"   Si Okta tertegun, berhenti mengunyah tem

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 88

    Pada malam ketiga, ketika Surya dan Mayor Wiratmaja mendatangi markas Jenderal Sudirman untuk melapor kembali. “Jarak antar pos pertahanan Divisi ke-89 terlalu lebar, sebaiknya ditambah benteng lapangan. Kepadatan benteng bawah tanah Divisi ke-91 juga kurang memadai. Selain itu, mereka menempatkan pasukan yang kurang terorganisir dan disiplin di ruang bawah tanah, ini kesalahan besar...” Mayor Wiratmaja terus berbicara sambil membaca catatannya. Poin terakhir itu jelas keliru. Tentara Republik Indonesia terbiasa mengirim prajurit yang melakukan pelanggaran, seperti kabur atau membangkang, ke pos-pos paling berbahaya. Ini bukan masalah, bahkan bisa dianggap sebagai hukuman. Namun, masalahnya, pos-pos berbahaya di medan perang sering kali adalah titik-titik strategis. Menyerahkan titik-titik penting ini kepada prajurit yang tak disiplin, tak terorganisir, atau bahkan tanpa komando yang jelas adalah kesalahan fatal. Beberapa di antaranya bah

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 87

      "Pasukan Belanda dari Jawa Tengah!" ujar Jenderal Sudirman akhirnya menyebutnya pelan, "Itu pasukan inti Belanda yang ditempatkan di Semarang dan Magelang."   "Ya, pasukan inti Belanda itu!" sahut Surya cepat. "Kami pernah berhadapan dengan sebagian dari mereka di Ambarawa. Disiplin dan daya tempur mereka jauh di atas rata-rata. Jika mereka menembus jalur utara lalu bergerak ke selatan melalui Magelang, sisi-sisi kita akan terbuka lebar. Mereka tak perlu menyerbu Yogya dari depan… cukup mengepung kita habis-habisan!"   Sudirman dan Mayor Wiratmaja terdiam lama. Bayangan pengepungan itu membuat dada mereka sesak karena bila itu terjadi, Belanda tak perlu repot menyeberangi sungai atau memaksa serangan langsung, cukup memutus jalur gerak pasukan republik.   "Mustahil, Surya!" ujar Wiratmaja setelah beberapa saat. "Untuk melakukan itu, Belanda harus lebih dulu menghancurkan pertahanan di Jawa Barat dalam waktu singkat!"   Su

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 86

      "Mayor, Sersan!" Begitu keduanya masuk ke dalam ruang perlindungan serangan udara sederhana yang dipenuhi peta dan lampu minyak, Jenderal Sudirman, yang sedang berdiskusi dengan beberapa stafnya, mengangguk singkat.   "Hormat, Jenderal!" Mayor Wiratmaja dan Sersan Surya berdiri tegak memberi salam.   Sudirman lalu membalik peta besar di mejanya, menunjukkannya pada mereka berdua. "Lihat ini, Mayor, Sersan. Adakah yang perlu kalian tambahkan?"   Itu adalah peta pertahanan kota Yogyakarta. Di bawah cahaya lampu temaram, tampak jelas posisi-posisi parit pertahanan, jalur patroli, letak bunker darurat, ranjau, menara pengintai, hingga gudang logistik.   Mayor Wiratmaja sempat menoleh ke arah Jenderal dengan raut ragu, lalu berkata pelan, "Jenderal… ini bukan rahasia yang seharusnya kami buka di depan semua orang."   Ucapannya jelas mengacu pada kehadiran Sersan Surya.   Sekilas terdengar seperti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status