Share

06 | Batal?

Akhirnya setelah setelah seminggu sejak insiden jahitannya terbuka, Azalea kembali ke apartement-nya yang nyaman. Tentu saja dengan sedikit perdebatan dengan Anselio. Home sweet home. Meski bukan rumahnya tapi Azalea merasa unit apartement ini adalah home-nya. Karena di rumah, ada ibunya yang selalu meributkan tentang pernikahan.

Azalea menuju ke depan cermin. Ia berdiri tegak dan mulai melepaskan kancing teratas blouse yang Cakra pilih dari lemarinya sebagai baju ganti itu. Azalea mengamati plester putih yang berada di bagian rusuk kanannya. Ia mengusapnya pelan kemudian menekannya. Tidak terasa sakit sama sekali. Azalea menghela napas berat.

Sesaat kemudian dering ponsel baru nya yang tadi ia lemparkan ke ranjang terdengar. Ponsel baru karena ponsel lama Azalea memiliki retakan yang cukup mengganggu mata. Azalea meraih ponselnya dan memejamkan mata sejenak untuk mempersiapkan diri.

“Kamu itu siapa, sih? Anak mami bukan? Kok payah banget dihubungi. Mami ini yang melahirkan kamu loh, Azalea!” Semprotan langsung meluncur mulus menabrak gendang telinga Azalea.

Azalea mendesah ringan. “Ada apa, Mi?”

“Masih nanya ada apa!?”

Azalea hampir tersentak ke belakang tapi tetap diam mendengarkan. Berhubung ia belum ingin mengikuti jejak Malin Kundang.

“Kamu udah ketemu kan sama Dokter Ansel. Gimana? Jadi kapan kamu mau menikah?”

Azalea melotot, agak syok. Manusia di belahan bumi mana yang langsung memutuskan menikah hanya dengan satu kali pertemuan?

“Kalau kamu mau tunangan dulu juga enggak apa-apa.” Tambah Pramita ceria dari ujung sana.

“Buru-buru amat? Ini nikah, Mi. Bukannya masak mie instant yang lima menit kenyang.”

“Tahun ini kamu udah 29 tahun, Azalea. Apanya yang buru-buru? Mami ini ngelahirin kamu di usia 24 tahun, loh.”

Azalea menggaruk alisnya yang tiba-tiba gatal.

“Kamu sudah jadwalkan pertemuan selanjutnya dengan Anselio? Mami udah bilang kemarin sama Cakra.”

“Iya, udah.” Jawab Azalea lesu. Tidak jujur juga tidak bohong. Azalea memang harus kembali ke rumah sakit untuk memeriksa bekas operasinya.

 “Anselio juga punya kehidupan, Mi. Punya keluarga, enggak bisa jeng-jeng-jeng mau nikah sama aku.”

“Mami udah ajak Jeng Resline dinner beberapa kali, Azalea. Dia jelas sangat menyukai kamu sebagai menantu.”

Sejak kapan!? Azalea menjerit dalam hati. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran ibunya. Sebenarnya pakai pelet apa Anselio hingga bisa meluluhkan hati sang ibu sampai sebegininya?

***

Bulu mata lentik Azalea bergerak konstan karena kerjapan yang ia lakukan. Azalea berbaring tenang di ruang pemeriksaan menatap tanpa minat langit-langit yang berwarna putih bersih. Hari ini jadwal Azalea untuk melepaskan jahitan.

Sebelumnya Azalea berniat untuk melepaskan jahitannya sendiri namun Anselio tidak memberinya izin. Setidaknya jika Azalea ingin pulang tiga hari lalu, ia harus melepaskan jahitannya kembali di rumah sakit. Maka dari itu saat ini Azalea menunggu sabar. Bagian atas tubuh Azalea sudah tertutupi kain biru, menampilkan bagian jahitannya saja di bagian rusuk sebelah kanan. Tapi mereka bilang Anselio sedang ada panggilan di ICU.

Pada kesempatan ini juga Azalea sekaligus ingin membicarakan hubungan mereka. Hubungan? Tidak tahulah Azalea harus menyebutnya apa. Karena tidak memungkinkan untuk membujuk sang ibu, Azalea beralih haluan untuk berbicara baik-baik dengan Anselio. Jika ia bisa membuat Anselio menolak permintaan ibunya, maka pernikahan tidak mungkin terjadi. Lagipula laki-laki setampan Anselio tidak mungkin belum ada yang punya bukan?

Suara pintu terbuka membuat Azalea sedikit tersentak lalu menoleh. Anselio hadir di sana dengan seragam birunya, diikuti dengan suster Eva di belakang.

“Maaf, tadi ada pasien yang kena sedikit efek samping pasca-operasi.” Anselio menjelaskan keterlambatannya dengan cepat.

“Efek sampingnya serius, Dok?” Tanya Azalea basa-basi.

“Fibrilasi ventrikel, tekanan paru-parunya enggak stabil.” Jawab Anselio sambil mengenakan sarung tangannya. “Memang jarang tapi ada sebagian kondisi orang yang begitu.”

Azalea mengangguk. “Hm, cuma perlu Magnesium.” Sahutnya seperti bergumam sendiri.

Anselio melemparkan tatapan serius pada Azalea untuk beberapa saat tapi tidak mengatakan apa apa selain pernyataan setuju. Melalui kalimat Azalea barusan, Anselio pastikan gadis itu adalah seorang dokter yang berbakat. Ia beralih pada peralatan di sampingnya yang sudah disiapkan dan mulai melakukan tindakan. 

“Udah enggak ada rasa sakit kan?”

Azalea mengerjap bingung sesaat sebelum menjawab ragu. “Mungkin ... enggak.”

Lirikan dari iris gelap Anselio, Azalea tangkap. Laki-laki itu melihatnya aneh tapi tetap tak berkomentar. Azalea jadi mengalihkan pandangannya ke langit-langit.

Beberapa menit terlewati dengan hening. Suster Eva hanya mampu berdiam diri sambil sesekali membantu tindakan Anselio jika di minta.

“Udah selesai. Kalau kamu masih khawatir dengan bekas lukanya, silahkan konsultasi ke bedah plastik.” Kata Anselio dengan nada penuh sindiran. 

“Iya makasih sarannya, Dok.” Balas Azalea penuh tekanan dengan sedikit sarkas.

Suster Eva dengan cepat membereskan peralatan dan menyingkir dari sana. Selama ini ia setia mendampingi Anselio di ruang konsultasi jadi sedikit banyak tahu tentang hubungan dua orang di sana.

“Dokter Ansel udah makan siang?”

“Ketika praktek memangnya kamu punya waktu untuk makan—” Anselio kontan mengalihkan pandangannya ketika Azalea tiba-tiba bangun ke posisi duduk, membuat kain penutupnya turun begitu saja. “—siang?”

Azalea mengangkat sebelah alisnya bingung kemudian tersenyum geli. “Enggak sempat, enggak ada waktu.” Ia tetap menjawab sambil mengancingkan kembali kemejanya.

“Makanya ayo saya traktir makan siang. Kata Cakra makanan di cafetaria rumah sakit ini enak-enak.”

***

Potongan ke dua chicken katsu di piring Anselio sudah masuk ke dalam mulutnya namun gadis di depannya ini belum mengatakan apa pun. Anselio yakin Azalea ingin membicarakan sesuatu, makanya sampai mengajak makan siang bersama. Anselio akui selain cantik, Azalea memiliki pesona tersendiri. Ia memiliki pancaran mata yang selalu yakin dan percaya diri. Tipe yang sulit untuk diintimidasi.

Seorang pelayan datang mengantarkan sup untuk meja mereka. Karena jam makan siang yang baru saja berlalu, tadi pelayan bilang supnya akan sedikit terlambat. Azalea tersenyum lalu mengulurkan tangannya untuk membantu namun sial baginya karena tangan si pelayan licin menyebabkan wadah sup yang masih berasap itu terlepas dan mengenai punggung tangan Azalea.

Pelayan itu langsung panik dan memohon maaf, secara langsung membersihkan tangan Azalea dengan tangannya. Azalea yang agak sedikit terkejut hanya mengangguk dan Anselio sigap menarik tisu di meja mereka untuk membersihkan tangan Azalea.

“Nanti saya bawakan yang baru, sekali lagi maaf kak.”

“Sekalian bawakan sebaskom air.” Pesan Anselio dengan nada kurang ramah.

“Iy-iya, Dok. Sekali lagi saya mohon maaf.” Pelayan itu menunduk dengan wajah pucat.

Azalea memperhatikan tangannya yang memerah. Kalau terkena sesuatu yang panas itu pasti rasanya panas dan perih kan? 

“Hey, are you okay? Perlu ke IGD?”

Azalea mendongak lalu tersenyum. “I'm okay. Ini enggak parah, kok. Namanya juga enggak sengaja.”

Pelayan yang tadi kembali membawakan air seperti permintaan Anselio. Ia menaruhnya di dekat Azalea lalu meminta maaf lagi sebelum menyingkir.

“Lain kali lebih hati-hati. Makanan yang masih panas juga bisa melukai customer.” Ujar Anselio memberinya peringatan. Azalea menyenggol kakinya di bawah meja, tidak ingin mendengar omelan Anselio lebih panjang. Ia mempersilahkan pelayan itu untuk pergi dengan senyum.

Anselio membawa tangan Azalea ke dalam baskom berisi air, merendamnya di sana. Azalea tidak mengatakan banyak bahkan ketika Anselio meraih garpu dan pisaunya untuk membuat potongan-potongan kecil katsu di piringnya. Azalea menebak dalam hati mungkin love language Anselio itu act of service.

“Kamu mau membicarakan apa?” Tanya Anselio sambil menyerahkan kembali garpu ke tangan Azalea. 

“Ya?”

“Kamu enggak mungkin kan ngajak makan siang bareng cuma karena mau makan siang bareng?” Anselio melihat mata Azalea lurus. “Pasti ada yang mau kamu katakan.”

Azalea menunjukan cengiran agak salah tingkah. “Ah, iya. Tentang permintaan ibu saya. Dokter pasti keberatan kan?”

Anselio mengernyit. “Iya, awalnya. Tapi sekarang enggak masalah.”

Enggak masalah gimana!? Kira-kira begitu teriakan Azalea melalui matanya.

“Dokter tahu kan maksud ibu saya enggak cuma sekedar dinner atau lunch.”

“Terus?”

“Pernikahan. Ibu saya mau pernikahan.” Azalea menunjuk Anselio dengan dagunya. “Antara Dokter dan saya.”

Tanpa diberi tahu, tentu saja Anselio tahu itu dengan jelas.  “Jadi yang ingin kamu katakan adalah?”

Azalea membuang napas pelan. “Saya enggak ada niat untuk menikah. Baik untuk sekarang atau mungkin kedepannya. Jadi Dokter juga enggak perlu merasa enggak enak, silahkan tolak permintaan ibu saya dengan tegas.”

Gadis itu menatap Anselio serius dengan keyakinan pada setiap kata-katanya. Anselio membalas tatapan Azalea tidak kalah tajam, ia memiringkan sedikit kepalanya kemudian tersenyum separuh. 

“Enggak mau.”

“Apa?” Azalea terperanjat.

“Meski pun keberatan saya tetap enggak ada niat untuk menolak. Kenapa harus?”

“Ya karena harus.” Azalea menjawab pasti.

“Alasannya?”

“Karena saya enggak ada niat untuk menikah.”

“Kenapa? Kamu menyukai sesama jenis?”

“Enggak! Sembarangan! Demi Tuhan saya masih doyan yang berbatang, Dok!” Sergah Azalea dengan mata melotot.

Anselio terkekeh mendengar istilah berbatang yang Azalea gunakan. “Terus kenapa?”

Azalea diam bingung mau menjawab apa. Ia punya alasan tersendiri yang tidak ingin ia bicarakan. Alasan yang membuat Azalea tidak sanggup untuk merasa tenang dalam menghirup oksigen.

Ponsel Anselio berdering. Mengalihkan perhatian keduanya. Tanpa mengalihkan pandangannya dari Azalea, laki-laki itu menjawab panggilan di ponselnya.

“Iya, saya dalam perjalanan ke ICU.” Sebaris kalimat Anselio sebelum menutup telepon.

“Mari kita bicarakan alasan kamu lain kali.”

Tapi Azalea tidak bisa menyembunyikan keheranannya, sebenarnya kenapa Anselio tidak mau menolak? Tidak mungkin karena Anselio serius tertarik dengannya kan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status