Selena menatap diam chat grup tersebut. Grup chat dirinya dengan Libra, Kiran, dan Astra. Kiran yang membuatnya tapi grup itu sepi sekarang, benar-benar sepi.
Gadis itu menggigit jarinya. Kombinasi mereka ber-empat sedikit buruk. Libra yang dingin, Astra yang pemalas, Kiran yang juga sedikit pendiam, dan Selena sendiri yang canggung harus memulai bagaimana agar grup ini ramai. Paling tidak membahas pembagian tugas agar cepat selesai.
Selena : Guys
Tidak ada yang merespon bahkan sampai sepuluh menit. Selena mengumpat, ingin rasanya mendatangi mereka satu-satu.
Astra : Muncul oy lo pada
Astra : Tugas di kerjain!
Selena membulatkan mata. Kaget sekaligus senang juga akhirnya ada yang merespon.
Selena : Iya ih, pada kemana dah?
Selena : Tra, elo bagi gih tugasnya
Astra : Nunggu yang lain muncul dulu dah
Astra : Anyway, berasa chattingan berdua nih sama Mbak Selena wkwk
Selena : Apaan lu? Mau gue jambak lagi?
Astra : Ampun mbak jago!
Selena menatap sengit ponselnya, berlagak meremasnya kuat sampai hancur saking geregetnya sama sikap Astra.
Gadis itu melirik jam di sudut atas ponsel. Pukul 7 malam, mungkin Libra sedang tampil sekarang. Tapi, apa yang di lakukan Kiran? Selena mengedikkan bahunya, tidak mau memikirkan lebih.
Gadis itu memilih mengambil berbagai camilan di bawah lalu kembali ke kamarnya untuk menonton film. Kegiatan rutin yang tidak bisa Selena lewatkan sehari pun. Gadis itu sangat suka menonton film.
Awalnya gadis itu hanya menyukai film Asia dan Amerika, tapi sekarang dia juga menonton film dari mana saja dengan genre apapun. Itu karena dia suka menonton setiap hari, jadi gadis itu sering merasa kehabisan bahan tontonan.
Gadis itu menyamankan dirinya di kursi dengan berbagai cemilan di atas meja. Selena mulai menikmati film Extraction. Film yang saat ini di gandrungi oleh banyak orang.
*****
"Katanya elo gak enak badan, kenapa kesini?"
Libra mengangkat sebelah alisnya, pemuda itu meminum larutan yang di belinya dalam perjalanan ke studio tadi.
"Siapa bilang?"
Aldo duduk menyilangkan kaki, mulutnya tidak pernah berhenti mengunyah permen karet sejak tadi. "Kiran tadi chat gue"
Libra mengangguk, tidak heran lagi. "Cuma panas dalam doang, dia aja yang lebay"
Satu-satunya gadis yang peduli pada Libra adalah Kiran. Mereka selalu satu sekolah sejak SD dan kini bahkan satu kampus, satu jurusan dan satu kelas. Libra tidak tahu mengapa, Kiran selalu ingin satu sekolah dengannya bahkan satu jurusan juga.
Kiran juga selalu mengenal teman dekat Libra, gadis itu juga secara rutin satu minggu sekali datang ke tempat kos Libra untuk bersih-bersih dan memberikan Libra makanan.
Libra tentu merasa tidak nyaman tapi meskipun Libra sudah melarang Kiran untuk melakukan itu, gadis itu menghiraukan. Kiran hanya akan tersenyum dan tetap melakukan hal seperti itu.
"Gue kaget elo gak jadian sama dia" Aldo memainkan gitar pelan. Studio tempat mereka berlatih masih sepi. Kevin dan yang lain masih belum datang padahal sudah pukul delapan malam.
"Gak ada rasa" jawab Libra enteng.
Dulu memang Libra tidak berfikir macam-macam tentang Kiran. Pemuda itu menganggap Kiran hanya kasihan saja padanya. Tapi sekarang, jelas itu bukan hal yang wajar lagi bagi seorang Libra.
Pemuda itu jelas tahu kalau Kiran memiliki perasaan padanya.
"Seriusan? Dia baik, cantik, pintar juga. Tidak ada yang kurang, bro! She's perfect!" ucap Aldo mendamba. Jika saja ada kemungkinan bisa berkencan dengan Kiran dia pasti akan melakukannya.
Hanya saja, Kiran seperti mati rasa pada semua cowok kecuali Libra.
Libra menghela nafasnya lelah. "Ambil kalau elo mau"
"Kirannya yang gak mau"
Aldo dan Libra reflek menoleh ke pintu, ada Kevin dengan senyum konyolnya di sana sambil menunjukkan kresek putih di tangan.
"Sate, anyone?"
****
"HOOAAMM"
Selena mengerjap-ngerjapkan mata, sudah dua film yang ia tamatkan. Meja di depannya juga sudah berserakan. Dia melirik ponsel di sampingnya, lalu meraihnya dan Selena merebahkan diri di sofa.
Tidak ada notif apapun.
Gadis itu membuka room chat sebuah nomor yang tidak pernah ada chat, atau belum. Selalu ada keraguan saat ingin mengirim pesan pada Libra.
Selena memilih membuka roomchat lain.
Selena : Vin, dimana?
Selena menggigit bibir bawah, harap cemas karena tidak kunjung centang biru.
Vina : Habis nonton sama Jonny
Selena langsung membalas pesan tersebut cepat.
Selena : Jonny gak ke cafe?
Vina : Kagak, gue ajak dia nonton
Selena : Ada band?
Vina : Jonny bilang gak ada hari ini
Selena mengerutkan dahi. Jika band Libra tidak tampil lalu kemana cowok itu sampai tidak muncul di grup.
Vina : Kangen akang Libra?
Selena : Hooh, banget :(
Vina : Dih! Beneran suka lo?
Selena : Biasa aja sih
Vina : Kalau gitu napa nyariin
Selena agak tersentak. Benar juga, kenapa dia nyari kalau dia gak suka beneran. Kalau di lihat dari sikapnya yang sejak awal emang ganjen kalau sama Libra, semua pasti ngira dia suka Libra. Apalagi dia minta nomor Libra langsung.
"Libra tuh beda, gue suka dia beneran kayaknya"
Selena menarik selimutnya sampai dada. Ada rasa ingin mengirim pesan pada Libra. Gadis itu ingin lebih dekat tapi bingung harus memulai bagaimana.
Dia mengetik pesan lalu menghapusnya, begitu terus.
"Duh! Jadi bingung kan"
Selena memilih mematikan ponsel.
****
"Libra?"
Libra tersentak, ia menoleh ke belakang.
Ada Kiran disana, berdiri dari duduknya di kursi yang tersedia. Padahal sudah hampir pukul sebelas malam.
"Ngapain disini?" tanya Libra lembut. Pandangannya teralih ke tangan Kiran yang memegang sekresek penuh buah.
"Mau ngasih ini, tadi kelupaan" jawabnya dengan senyum tipis.
"Semalam ini? Elo bisa ngasih gue besok, Ki" Libra mengerutkan dahinya tidak habis pikir.
"Kamu udah mendingan?" Kiran ingin menyentuh kening Libra tapi pemuda itu menepisnya.
"Ayo pulang, gue anterin"
Seperti terkena tusukan di hati Kiran. Libra lagi-lagi mengabaikan kekhawatirannya. Tapi, Kiran masih bisa tersenyum. Sudah terbiasa.
Libra sejak dulu selalu menolaknya. Selalu ada dinding yang Libra bangun di sekitarnya. Pemuda itu menutup rapat dirinya bahkan dari temannya.
"Gak usah, aku di anterin supir kok" Kiran masih mengusahakan senyumnya.
Libra melihat mobil di belakang gadis itu. Tentu saja, Kiran termasuk anak yang di jaga ketat, orang tuanya sangat protective. Tidak mungkin dia di biarkan keluar sendiri selarut ini.
"Kalau gitu gue balik"
Libra sudah berbalik dan akan melangkah sebelum lengannya di tahan Kiran. "Gak mau bareng?"
Selalu ada tawaran seperti ini tapi Libra akan selalu menolak.
"Makasih, gue mau jalan kaki. Lagian deket"
Kalau sudah seperti itu, Kiran tidak bisa mencegah lagi. Gadis itu menggigit bibirnya, matanya sudah berkaca-kaca.
Hembusan nafas pelan namun sarat dengan rasa lelah yang luar biasa terdengar dari seorang Libra Aditya. Pemuda itu merebahkan dirinya di kasur dengan tangan menutupi mata.Hidup begitu keras baginya. Tidak ada yang benar-benar berpihak, tidak ada yang peduli selain diri-sendiri. Libra merasakan sakitnya sendiri, dia merasakan perihnya sendiri, dia selalu berdarah sendirian dan menyembukan luka sendiri.Sudah hampir lima tahun lamanya pemuda itu meninggalkan rumah. Meninggalkan ibunya yang selalu ia tentang.Kekehan pelan yang terdengan berubah menjadi tawa keras yang terdengar pilu. Tubuhnya meringkuk di kasur, ada air mata yang membasahi pipinya.Libra benci saat dia merasa lemah, dia benci saat dirinya tidak damai dengan keadaan. Libra benci saat dia tertidur setelah menangisi keadaan dan bangun dengan perasaan belum nerima.Tidak ada sosok pelindung bagi pemuda itu. Tidak
I'd spend ten thousand hours and ten thousand moreOh, if that's what it takes to learn that sweet heart of yoursAnd I might never get there, but I'm gonna tryIf it's ten thousand hours or the rest of my lifeI'm gonna love youLibra menoleh saat ponselnya bergetar, sebuah notifikasi chat masuk. Nomor tak di kenal tapi Libra tahu siapa yang mengirimnya.Sudah makan? Bagaimana kabarmu? begitu pesan yang Libra dapat.Libra menggeleng, "Buruk"Satu kata keluar dari mulutnya tapi dia tidak membalas pesan tersebut. Libra kembali memainkan gitarnya.We're under pressureSeven billion people in the world tryna fit inKeep it togetherSmile on your face, even though your heart is frowningPonsel Libra kembali bergetar tapi kali ini terus-menerus, menandakan bukan chat yang masuk tapi sebuah panggilan telfon. Masih dari nomo
Selena sedikit kaget saat Astra menaruh tas di sampingnya, pemuda itu lalu menatapnya sebelum mengerling."Dih" Selena memasang wajah jijiknya.Astra mengedikkan bahu lalu mulai sibuk dengan game nya. Selena melihat sekeliling, kelas sudah penuh, hanya tempat di sampingnya yang tersisa.Selena duduk tegak saat Libra masuk kelas, mencari bangku kosong yang bisa ia duduki. Sampai pandangannya bertemu dengan Libra. Gadis itu menelan ludah gugup.Teringat semalam dia ngechat duluan yang hanya dibalas tiga huruf.Selena mengulum bibir saat Libra duduk di sebelahnya. Gadis itu berpura-pura sibuk dengan ponsel, entah dia terlalu pede atau apa tapi dia merasa Libra menatapnya.Selena membuka aplikasi platform membaca, menscroll beranda ingin memilih buku yang akan ia baca. Tapi Selena tidak bisa fokus, apalagi ketika Libra membuka suaranya.
Libra memarkirkan motornya di depan outlet bakso. Dia menaruh tangannya diatas kepala Selena, melindungi gadis itu dari hujan. Tangannya langsung menarik Selena untuk masuk ke dalam."Gak papa?" tanya Libra khawatir. Selena balas menggeleng.Kedua orang itu kompak melihat ke langit. Langitnya cerah tapi hujan turun secara tiba-tiba. Libra mengulurkan tangan, merasakan tetesan hujan.Selena melihat ke dalam outlet bakso yang lumayan ramai. Dia menepuk tangan Libra. "Makan yuk, gue laper."Libra menoleh, melihat lebih jauh ke dalam. Meskipun outlet ini tergolong bersih, tapi dia tidak yakin kalau Selena bisa memakan bakso yang murah seperti ini."Elo yakin makan di sini?" Libra bertanya karena sedikit ragu.Melihat Selena yang mengangguk membuat Libra menaikkan alisnya, heran karena gadis ini sama sekali tidak keberatan makan bakso di sini. Padahal,
"Bagusan ini atau yang ini, Mbak?"Selena menunjukkan dua kaos oversize kepada Mbak Irma, salah satu pembantu di rumahnya. Melihat raut kebingungan Mbak Irma membuat gadis itu mendengkus."Tumben Nona bingung memilih pakaian, biasanya juga gak pernah ribet," kata Mbak Irma yang kini ikutan duduk di samping Selena."Hari ini aku lagi bahagia, mau mengesankan dosen dengan presentasiku nanti."Selena menatap baju di tangannya kemudian membuangnya frustasi. Hanya karena bingung memilih pakaian saja membuat Selena kehilangan moodnya. Padahal gadis itu sudah berbunga-bunga dan semangat sejak semalam. Dia bahkan dengan berapi-api mengerjakan semua tugas agar dia bisa longgar di akhir pekan."Nona suka dengan dosennya?" Selena menoleh, lalu menggeleng. Gadis itu berdiri dan dengan lesu melihat kembali isi lemari. "Terus kenapa perlu mengesankan dosen kalau gitu?" lanjut Mbak Irma.
Tidak seperti apa yang ada dalam bayangannya kemarin, hari sabtu Selena akan berjalan dengan baik kali ini. Tentu saja Libra Aditya adalah alasannya. Seperti di drama korea, hari ini Libra mengajaknya mengerjakan tugas bersama lalu menonton setelahnya. Kemudian, gadis itu bisa menonton Libra manggung bersama bandnya, bahkan, Selena sudah memberi tahu Vina agar gadis itu datang juga ke cafe Mister.Karena terlalu senang, akibatnya gadis itu bangun terlalu pagi meskipun semalam dia kesulitan tidur. Pukul tujuh pagi, dia bahkan sudah selesai mandi dan bersiap turun untuk sarapan. Bibirnya tidak berhenti untuk bersenandung sejak tadi.Mbak Irma yang menyiapkan sarapan sampai terkejut, karena Selena tipe anak yang kalau mau sarapan harus menunggu lapar dulu dan paling pagi jam sembilan baru sang putri dari rumah mewah itu turun untuk makan. Karena itu momen sarapan di rumah itu begitu langka ketika Selena menginjak usia remaja.
Selena mengipasi wajahnya dengan tangan, tapi ia rasa itu tidak cukup untuk menghilangkan rona merah di wajahnya. Libra dengan suksesnya membuat Selena malu sampai tidak bisa berkutik."Pliss deh, Sel. Dia bilangnya nyaman bukan sayang. Gak usah seneng gak jelas lo," katanya dengan menepuk pipi. Walaupun berikutnya gadis itu masih heboh sendiri merasa degup jantungnya masih cepat."Oke calm..calm down, Selena. Calm down, oke?" Gadis itu menghirup nafas panjang dan menghembuskannya pelan.Setelah di rasa cukup tenang, dia keluar dari kamar mandi dan merasa kesulitan nafas ketika melihat Libra menunggunya. Pemuda itu bersandar pada tembok dan memainkan ponselnya."Gilaa! Ganteng banget," pujinya.Libra terlihat biasa saja ketika banyak orang terang-terangan menatapnya. Dia masih memasang wajah tidak pedulinya.Selena tersentak saat Libra memandangi diriny
Tidak peduli sekeras apapun Selena mencoba, gadis itu tidak bisa terjun ke alam mimpi. Setiap kali memejamkan mata dia teringat dengan perkataan Libra.Nyaman itu berarti suka."AAAAA SIALAN!"Selena melihat ponselnya, sudah pukul satu padahal tapi gadis itu masih tidak bisa tidur. Seriusan, Selena bisa gila hanya karena kata-kata yang di ucapkan Libra.Tangannya membuka aplikasi chat, dia sengaja melihat profil Libra. Pemuda itu online.Selena ingin mengirimi Libra pesan, tapi gadis itu ragu. Jika dia yang mengirimi pesan duluan maka Libra akan membalasnya cuek.Roomchat mereka hanya ada chat Selena yang pertama kali beserta balasan singkat dari Libra, dan chat dari pemuda itu kemarin. Tidak ada yang spesial. Karena mereka memang tidak pernah bertukar pesan cukup lama.Libra juga bukan tipe cowok yang pakai kata, dia talk l