Share

BAB 2

“Apa yang tadi coba kamu lakukan? Mengendus-endus seseorang seperti pria mesum. Haha … itu bukan karaktermu sekali, Abian!”

“Berhenti tertawa atau aku beli rumah sakit ini,” ketus Abian. Suasana hatinya sedang tidak enak. Memang siapa yang mau dituduh seperti orang mesum, tapi sialnya, tingkah dirinya tadi memang mirip orang mesum. Jadi, siapa yang harus disalahkan? Tolong salahkan saja penyakit yang diderita Abian.

“Tadi aku perhatikan kamu menguap?” tanya Daniel masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Bukan perkara Abian yang ditampar orang, melainkan seorang Abian Lion Damanta yang menguap? Siapa yang tidak senang? Sebagai seorang dokter spesialis, ketika ada kemungkinan pasiennya sembuh, itu adalah sebuah kebahagiaan dan berkah tentu saja.

Abian Lion Damanta. Pria yang baru menginjak umur 29 tahun ini, seperti namanya yang masih ada kaitanya dengan Singa, Si Raja Hutan, Abian adalah sosok garang dan ditakuti di dunia bisnis. Sosok yang berdarah dingin dalam menjatuhkan lawannya. Sosok yang sangat tegas dalam memimpin bawahannya. Sosok yang pemarah, namun sifat dan sikapnnya yang mudah marah adalah bagian dari penyakitnya. Sudah lima tahun ini Abian menderita gangguan susah tidur atau insomnia. Sudah berbagai cara pengobatan dia lakukan dan tekuni, mulai dari minum obat, hipnoterapi, dll, namun penyakitnya tidak ada tanda-tanda membaik yang menjurus pada kesembuhannya.

Sejak tragedi lima tahun lalu, Abian hanya bisa tidur dengan meminum obat tidur. Meski sudah meminum obat tidur, nyatanya dia hanya bisa tidur paling lama dua jam. Setelahnya, dia akan terjaga sepanjang waktu. Maka dari itu, selama Abian terjaga, dia akan memfokuskan dirinya pada pekerjaan. Karena itulah, perusahaannya bisa menjadi lebih besar dan Damanta Grup berhasil melebarkan sayapnya dalam berbagai industri. Industri yang dikuasai oleh Damanta Grup diantaranya ; Industri Pertanian, Industri Transportasi, Industri Komputer dan Jaringan, Industri Elektronik, Industri Hiburan, Industri Jasa, Industri Farmasi, dan Industri Manufaktur serta Industri di sektor properti.

“Apa karena wanita yang menamparmu, kamu jadi menguap dan merasakan kantuk?” tanya Daniel lagi mulai mengaktifkan mode dokter yang kritis mewawancarai pasiennya. Saat ini mereka sedang berjalan  ke arah parkiran basement.

“Betul sekali. Saat wanita itu muncul aku tiba-tiba saja mencium sesuatu yang membuatku nyaman. Awalnya aku tidak mengira jika bau itu berasal dari si wanita. Saat dia terdorong dan termundur di depanku, aromanya semakin kuat dan aku tidak bisa tidak mengendusnya. Sialan! Ini sangat memalukan!” keluh Abian masih tak terima dirinya dikatai mesum dan dipandang dengan mata mengasihani.

“Dan kamu tahu apa?” lanjut Abian.

“Apa?” jawab Daniel cepat.

“Aku belum selesai berbicara. Dengarkan dulu, ini mungkin akan membantu pengobatanku.”

“Oke!” Daniel mengeluarkan buku kecilnya dan membuka tutup ballpointnya dan siap mendengarkan lalu mencatatnya. Dia tidak bisa melewatkan hal-hal yang mungkin bisa menyembuhkan penyakit langka dan tidak terdefinisi yang diderita Abian.

“Aku belum yakin, tapi saat aku mencium wangi dari wanita itu, tiba-tiba saja aku mulai mengantuk. Dan kau tahu apa yang lebih mengagetkanku?” Abian berdiri di depan pintu mobilnya. Dia sudah membuka pintu mobil dan kemudian berkata, “Aku sempat merasakan kantuk yang luar biasa selama lima menit.”

“Hm … sepertinya ada yang spesial dari wanita itu hingga membuatmu bisa merasakan kantuk.” Daniel masih sibuk menuliskan beberapa fakta yang Abian katakan.

Abian ditakdirkan untuk tidak pernah merasakan kantuk. Dia tidak bisa tidur tanpa obat tidur dan waktu tidurnya setiap hari hanya sekitar 2 jam. Kondisi ini sangat buruk dan dapat memicu penyakit berbahaya lainnya. Untuk itu, Daniel yang memang sahabat Abian mengajukan diri untuk meneliti penyakit langka temannya ini.

“Apa kamu akan menyetir sendiri? Tadi aku tidak sengaja memberitahukan oran lain bahwa kamu adalah asienku. Apa ini akan mempengaruhi pemilihan presiden direktur di masa depan?” Daniel sangat mengkhawatirkan kondisi fisik Abian. Meski Abian tidak bisa merasakan kantuk, tapi dia adalah manusia biasa yang juga bisa merasakan lelah. Dia takut jika nanti Abian tiba-tiba saja merasa lelah dan malah menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Apalagi penyakit yang Abian derita itu sangat langka dan yang mengetahui penyakitnya hanya beberapa orang karena bisa memperngaruhi jabatannya jika sampai tersiar kabar di luar. Daniel menyesal telah memberitahu Hanum bahwa Abian adalah pasiennya. Dia takut kalau Hanum akan menimbulkan masalah di kemudian hari.

”Cerewet. Seperti ibuku. Tidak usah khawatir, aku akan mengurus wanita itu sendiri.” Abian berkata dengan nada bercanda, lalu mengangkat sudut mulutnya dan tersenyum miring. Dia sudah masuk ke dalam mobilnya. Abian menurunkan kaca mobilnya dan kembali berkata, “Kejadian pagi ini jangan sampai orang luar tahu. Tidak! Maksudku jangan sampai ibu dan teman-teman lain tahu fakta aku ditampar. Dan juga, jangan terlalu mengkhawatirkanku! Aku tidak selemah itu dan aku juga akan mencari tahu tentang wanita yang sudah berani menampar seorang Abian!” kata Abian dengan nada penuh penekanan menahan emosi yang bergejolak saat kembali mengingat momen memalukan tadi.

“Yo, hati-hati di jalan. Patuhi aturan lalu lintas dan jangan mengebut! Itu sangat berbahaya! Abian! Kau harus mendengarkanku, dasar bocah!” teriak Daniel karena dia yakin kalau Abian pasti tidak akan bisa mendengarkannya. Pasalnya, mobil Cadilac hitam itu sudah lama melesat pergi.

***

Abian tiba di kantornya. Gedung pencakar langit di daerah Central Business District dengan total 70 lantai dan menjadi kantor pusat dari Damanta Grup memang berbeda dari gedung kebanyakan. Desainnya sendiri adalah yang paling mewah dan paling unik, juga ketinggiannya adalah yang paling tinggi. Dia melihat bahwa mesin absen otomatis ternyata sedang diperbaiki. Dia menyeringai, lalu mengambil kartu karyawan milik Hanum dan memainkannya dengan cara memutar-mutar talinya menggunakan jari telunjuknya, hingga membuat putaran yang menghasilkan angin.

Pantas saja bisa lolos, ternyata keberuntungannya cukup tinggi.

“Selamat pagi, Direktur!” sapa penjaga yang melihat Abian memasuki area lobi. Penjaga itu langsung berjalan ke arah lift khusus dan menekan tombol lantai 70 yang digunakan sebagai kantor Abian.

“Terima kasih.” Seagung-agungnya Abian, seangkuh-angkuhnya Abian, dia tidak akan pernah lupa untuk berterima kasih pada orang yang sudah membantunya meski mereka adalah  karyawannya.

“Selamat pagi, Direktur!” sapa tiga wanita yang berada di meja sekretaris. Sebenarnya kantor sekretariat berada di lantai 68. Mereka bertiga khusus di tempatkan di lantai 70 tetu saja untuk membantu Abian.

“Pagi.”

“Tuan, jas sudah berada di kamar ganti. Dan sarapan sudah ada di meja,” kata salah satu sekretaris Abian.

Abian memiliki kebiasaan ke kantor masih memakai pakaian kasual dan dia akan menggantinya ke pakaian formal di kantornya yang sudah dilengkapi dengan kamar pas dan kamar tidur. Abian juga memiliki kebiasaan untuk sarapan di kantornya.

“Fitra, tolong nanti siang panggil karyawan magang bernama Hanum Pelita di bagian marketing tim 3 yang mengurusi masalah penjualan skincare terbaru.”

“Apa ada masalah dengan nona ini, Tuan?” tanya Fitra. Kepalanya dipenuhi dengan segala pertanyaan yang tidak mungkin ia tanyakan langsung. Tidak! Sebenarnya dia tidak cukup berani untuk bertanya lebih lanjut.

“Ya! Dia melakukan sesuatu yang sangat fatal.” Abian berkata dengan nada bercanda. Tapi bagi yang mendengarnya, itu tidak terdengar lucu sama sekali. Tiba-tiba saja Fitra jadi merasa kasihan pada orang yang bernama Hanum ini. Dia mungkin nanti akan dipecat atau parahnya dia mungkin tidak akan bisa bekerja di perusahaan manapun di masa depan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status