Share

Go Away, Boss!
Go Away, Boss!
Penulis: HyoriChan

BAB 1

Plakk!

Tidak pernah terlintas di pikiran Hanum bahwa dirinya akan menampar seorang pria asing yang baru ia temui di dalam lift. Tadi, dia bisa merasakan dengan jelas hembusan napas hangat seseorang yang berdiri di belakangnya. Dia juga bisa merasakan gesekan kulit lehernya dengan sesuatu dari pria itu yang tidak Hanum ketahui. Mungkin ujung hidungnya yang menempel pada kulit tengkuk Hanum. Entah, Hanum tidak bisa mendeskripsikan situasi yang sebenarnya.

Ini berawal dari Hanum yang terburu-buru memasuki lift rumah sakit dan tetap mendesak masuk meski tempat sudah penuh sesak dengan alasan dia takut datang terlambat ke kantor. Wanita itu bahkan di sepanjang lift turun, dia masih mencoba membenahi dirinya serapih mungkin.

“Permisi, Maaf!”

Hanum yang tadinya berdiri di depan kini harus berada di belakang karena terdorong orang-orang yang juga baru masuk-keluar lift. Dan posisinya berubah menjadi tepat di depan pria tinggi itu.

“Maksud Anda apa mengendus-endus tengkuk saya tadi?” bentak Hanum sambil memelotot tajam pada pria tinggi yang semenjak memasuki lift, pria itu sudah berdiri di bagian pojok.

Tindakannya tidak hanya mengejutkan orang-orang yang berada di dalam lift, tentu saja tamparannya juga memberikan efek kejutan langka pada orang yang tertampar. Sesosok laki-laki dengan tubuh tinggi yang diperkirakan sekitar 188 cm membuat Hanum kesulitan mendongakkan kepalanya untuk menatap pria itu dengan garang. Terlebih, wajah pria di depannya ini terlampau tampan! Tapi pria tampan ini sepertinya orang mesum. Hal itu membuat Hanum membuang jauh pikirannya akan pesona pria di depannya dengan cepat.

“Maksud Anda apa?” tuntut Hana terus menanyai alasan dibalik tindakan pria dengan balutan jaket kulit hitam dan celana hitam panjang yang membuatnya seperti penjahat atau anak kaya raya nan badung di film.

Di samping pria berjaket kulit itu, berdiri pria berkacamata dengan aura Si Manusia Baik dengan balutan jas putih. Jelas sekali kalau pria itu adalah seorang dokter.

Hana juga melirik tajam pada pria ber jas putih, pria ber jas putih itu juga sedang menatap bolak-balik antara dia dan pria jangkung berjaket kulit dengan mulut yang ternganga lebar. Jelas sekali kalau dokter itu juga terkejut dengan tindakan pria berjaket kulit yang tiba-tiba bertingkah aneh dan respon cepat Hanum sebagai korban dengan menamparnya.

Sementara itu, Abian yang dituduh sebagai pelaku tindakan mesum juga sempat terdiam lama. Terdiam bukan karena dia ditampar, tapi karena tindakan yang dia lakukan secara refleks membuat orang lain salah paham. Dia tidak ada niatan sama sekali untuk mengendus-endus orang lain. Tapi hidung sialan ini tidak sengaja mencium bau harum yang tiba-tiba membuatnya merasa nyaman dan membuatnya mengantuk. Jadi dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mencari sumber bau ini dan tanpa ia sadari, ujung hidungnya sudah berakhir di tengkuk Hanum. Dia bahkan tadi sesekali menguap salama berdiri di belakang Hanum.

Abian menaikan satu alisnya dan untuk menutupi perasaan malu bercampur rasa bersalahnya, dia juga menatap balik dengan tatapan yang tak kalah tajamnya dari Hanum.

“Anda salah paham,. Jangan terlalu percaya diri dan memfitah orang,” jawab Abian dengan nada super dingin. Dia dengan cuek mengusap pipi yang tadi sempat terasa panas saat sebuah tamparan mendarat di wajah tampannya.

“Memfitnah orang?!” Hanum tidak bisa menjaga nada suaranya tetap rendah setelah mendengar jawaban Abian. Jawaban pria itu seketika menyulut emosi Hanum dan tatapan mencemooh yang pria itu berikan membuat kobaran api di hati Hanum semakin membara.

Apa-apaan pria ini! Apa orang mesum di jaman sekarang tidak tahu malu seperti dia?

Melihat dua orang yang sedang perang urat, Dokter Daniel segera menengahi. “Nona, tolong jangan salah paham. Ini adalah pasien saya, dan saya bisa menjamin kalau orang ini bukanlah orang mesum seperti yang Anda sebutkan tadi.”

Hanum melirik Name Tag yang menggantung pada lehernya. Ada informasi yang tertulis jelas di sana. Namanya adalah Daniel dan dia adalah Dokter Sp.Jiwa.

Hanum mengendurkan tatapan garangnya saat mengetahui mungkin saja dia adalah pasien kejiwaan. Rasanya tidak etis jika harus berdebat dengan seorang pasien. Untuk itu, dia memutuskan untuk memaafkan dan melupakan kejadian barusan. “Ya sudah, lupakan saja. Lain kali tolong jaga pasien Anda dengan baik, Dok!”

Tepat setelah Hanum berkata demikikan, pintu lift yang sudah sampi di lantai satu itu terbuka dan Hanum langsung melesat pergi dengan berlari tanpa menoleh ke belakang.

Sementara itu, Abian yang mendapat tatapan Hanum yang seolah berkata, “Oh, pasien kejiwaan. Jadi wajar saja tingkahnya aneh.” Merasa sangat tidak terima. Ingin rasanya dia berteriak dan menjelaskan pada wanita itu bahwa dirinya ini waras dan tidak gila sama sekali. Jadi, tolong jangan memandangnya dengan tatapan mengasihi dan jangan memberikan senyuman aneh itu. Tapi kepribadiannya sendiri tidak mungkin membuatnya mau repot-repot mengejar wanita yang sudah lama menghilang pergi.

Hal lain yang tidak Hanum ketahui adalah kartu tanda kepegawaiannya jatuh di lift. Abian yang tidak sengaja melihat ke bawah dan menemukan kartu itu, dia memungutnya dan tersenyum licik. “Oh! Karyawan di perusahaanku.”

***

“Hanum, tolong fotokopi data perkembangan rata-rata pengguna saat ini. Jumlahnya tolong disesuaikan. Tim 1 dan tim 2 bakal gabung di rapat kali ini. Oh! Jangan sampai dokumennya terbalik atau salah halaman, nanti bakal ada General Manager yang ikut rapat.” Stefani yang menjabat sebagai deputi manajer memerintah langsung dan tidak mengetahui kondisi Hanum saat ini yang masih mencoba menstabilkan napasnya.

“Hanum, kemarin tugas PPT udah selesai diketik, kan? Tolong nanti dicek ulang lagi, takut ada typo soalnya,” kata Diva yang bersetatus sebagai kepala bagian. Dia juga tidak melirik sedikitpun ke arah Hanum.

“Hanum, nanti pas istirahat makan siang, tolong pesankan minuman seperti biasa. Americano 2, Latte 3, Jus Alpukat 2.” Ini adalah perintah dari Jasmine seorang staff senior tim 3.

Hanum, gadis yang bahkan belum mendudukan dirinya di bangkunya dan masih berdiri di antara persimpangan tiga sisi wanita yang memberikan tugas secara bergantian dan berurutan tidak tahu harus melaksanakan tugas yang mana terlebih dahulu. Napasnya saja masih tersengal-sengal. Ya, dia hampir saja telat. Pagi ini, sebelum Matahari terlihat, dia bahkan sudah pergi ke RS untuk membawakan pakaian ganti untuk neneknya yang sedang di rawat inap. Tadi, setelah sampai di halte kawasan Central Business District , dia harus berlari di sepanjang jalan dengan kecepatan penuh.

“Baik, Bu!” jawab Hanum Si Karyawan Magang yang baru mulai bekerja tiga hari. Jawaban yang cukup singkat untuk merespon ketiga perintah tanpa terkesan pemalas dan tanpa terkesan mencari muka.

“Hanum! Kamu tidak membawa ID Card apa?” tanya Riyan. Dia adalah rekan yang direkrut bersamaan bersama Hanum yang artinya Riyan juga adalah karyawan magang baru.

Hanum yang baru saja akan mendudukan diri di bangku harus tertahan pada posisinya yang aneh dan segera memasang wajah paniknya. Dia buru-buru mencari di tas. Benar saja, kartu identitasnya hilang. Dia tidak menyadari karena saat melewati ruang pemeriksaan karyawan, dia bisa masuk begitu saja tanpa menggunakan ID Card karena mesinnya sedang dalam perbaikan.

“Aduh! Mati aku!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status