Share

Bab 10 Dilema

Author: Dwi Hastuti
last update Last Updated: 2025-07-31 22:55:19

Dengan malas Ana bangun dari pembaringannya. Dilihatnya jam dinding yang bertengger di atas pembaringannya telah menunjukkan angka tiga.

"Ish ... sudah jam tiga? Perasaan baru sebentar rebahannya, ternyata sudah dua jam lebih," gumamnya.

Ceklek!

Pintu kamar Ana terbuka, seorang wanita sepuh berdiri di ambang pintu. Dia tersenyum manis sambil menelengkan kepalanya.

"Kenapa pulang kuliah mengurung diri di dalam kamar? Makan dulu, gih. Jangan sampai sakit maagmu kumat."

"Ana tidak nafsu makan, Nek. Pingin rebahan dulu saja. Nanti kalau sudah lapar Ana makan, kok."

"Benar, ya. Nanti angetin sendiri. Nenek mau pengajian dulu."

"Iya, Nek."

Nek Maya berlalu dari kamar Ana. Gadis itu kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

Sesekali terdengar hembusan napasnya yang kasar. Mengingat kembali sosok kekasihnya yang dua tahun telah membersamainya, entah mengapa satu bulan terakhir semakin jauh dengannya.

"Kamu mengapa berubah, Mas? Dulu kita sering menghabiskan waktu bersa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dwi Hastuti
Hai pembaca yang budiman, terima kasih telah berkenan mampir.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 24 Kecewa yang Terabaikan

    Saat Bram hendak mengejar Ana, tiba-tiba saja seorang pengendara motor ojek berhenti tepat di depan Ana. Tanpa pikir panjang lagi, Ana langsung naik begitu saja di punggung motor tersebut. "Antarkan saya ke jalan Anggrek, Mas," ucapnya singkat. Tanpa menunggu lama, motor itu langsung melesat begitu saja, meninggalkan kafe di mana Bram dan Ana yang baru saja hendak kencan tetapi berantakan di tengah jalan. "Shit!" gerutu Bram sambil mengepalkan kedua tangannya. Pemuda itu sempat berlari bermaksud mengejar Ana, tetapi naas hanya bayangan Ana yang naik motor ojek yang masih terlintas dalam pikirannya. "Dasar perempuan. Mengapa susah sekali dimengerti," lirihnya seraya kembali masuk ke dalam kafe. Bram kembali menyeruput kopinya yang belum sepenuhnya habis. Dilihatnya kopi Ana dan pisang cokelat pesenannya yang belum tersentuh oleh kekasihnya itu. "Apakah aku keterlaluan, ya? Ana sampai semarah itu padaku. Padahal hari ini hari terakhir aku ketemu dengannya." Bram menghemb

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 23 Pisah Untuk Sementara

    Lima belas menit kemudian, Bram telah sampai di bengkel tempat dia meninggalkan mobilnya pagi tadi. Bram berhenti sejenak di depan bengkel. Dia sengaja membiarkan saja, saat Anes menyandarkan kepalanya di punggungnya. "Mbak masih betah mau senderan begitu, apa mau turun?" ucap Bram tanpa basa-basi. Spontan Anes membuka matanya yang memang dari tadi terpejam. Entah, karena sedang mengantuk atau memang sedang menikmati kebersamaan bersama Bram. Anes menabok punggung Bram, lalu gegas meluncur turun dari punggung joknya. Bugh! "Auuuww ... sakit tahu!" "Bodo! Udah tahu udah nyampe dari tadi, masih saja diam di atas jok. Turun!" ucap Anes ketus seraya mengusir Bram dari punggung jok motornya. "Siapa yang salah. Siapa yang marah." "Biarin! Mbak mau pulang duluan." "Hati-hati, ya. Jangan kangen dulu. Ditahan hingga esok pagi kita ketemu dalam perjalanan penuh cinta." Anes melotot. Lalu gegas balik arah dan melajukan motornya untuk pulang. Setelah beberapa saat mengecek

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 22 Gayung Bersambut

    Di pantri, Bram menghabiskan jam kerjanya yang hanya tinggal tiga puluh menit lagi itu, dengan membiarkan fantasi-fantasinya tentang Anes berkeliaran di dalam pikirannya. Bram tersenyum smirk. Pemuda itu, merasa telah memenangkan sedikit taruhan pada dirinya sendiri tentangnya dan Anes. Secangkir kopi hitam telah tandas tak bersisa. Laki-laki penggemar olahraga itu pun, telah menghabiskan dua batang rokok. Entah karena apa, dia yang dulu tidak pernah merokok, kini sering terlihat merokok. Ssshhhh! Bibirnya berdesir saat menghisap sesapan terakhirnya, sebelum dia mematikan puntung rokoknya dan menaruhnya di atas asbak yang tersedia di meja pantri. Laki-laki itu, melihat jam yang melingkar di tangan kanannya telah menunjukkan angka tiga lebih empat puluh lima menit. Gegas Bram menggulung kemeja panjangnya hingga ke atas siku, sambil berjalan perlahan menuju ke musala kantor. Dari kejauhan Bram bisa melihat, seorang wanita yang tak lagi muda tetapi masih sangat terlihat

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 21 Bimbang

    Bram mendengkus perlahan. Lalu berjalan menuju meja di mana gadis itu berada. Ya, gadis itu adalah Ana kekasih Bram. Setelah sekian purnama mencueki kekasihnya itu, bahkan tidak berniat menemui atau apel di hari libur, kini dengan terpaksa Bram menemui Ana yang mencarinya di tempat kerja. Bram ikut duduk di samping Ana. Laki-laki lajang itu bergeming menatap tajam ke taman yang ada di depan ruangannya. "Mas apa kabar? Sehat 'kan?" sapa Ana dengan begitu manisnya. "Seperti yang kamu lihat. Mas sehat, tidak kurang suatu apa. Mengapa mencari Mas di tempat kerja? Jam istirahat Mas hampir usai." "Mengapa?" tanya Ana sambil mendelik. Bram yang awalnya menatap ke depan, seketika menoleh ke arah Ana. "Pertanyaan bodoh macam apa itu? Emang Mas pernah menghubungi Ana? Pernah mencari Ana? Pernah menanyakan kabar Ana? Ana ini kekasihmu, Mas? Kenapa akhir-akhir ini Mas berbeda?" Bram mengusap wajahnya dengan kasar. Jujur, dalam hatinya dia mengakui beberapa bulan terakhir hubungann

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 20 Terbang Bersama Pesonamu

    Bram tidak menghiraukan larangan Anes. Wajah pemuda itu semakin mendekat ke arah wajah Anes. Anes semakin dibuat kelimpungan. "Hentikan, Bram!" Namun, dengan sigap Bram segera mengusapkan tisu yang ada di genggaman tangannya ke arah bibir Anes. Anes mendelik dibuatnya, saat dalam tisu putih itu tercecer saos sisa makanan yang menempel di ujung bibirnya. "Astaga! Kupikir ...." Anes membuang wajahnya ke samping sambil menahan tawa. wanita itu merasa malu dengan tingkahnya yang konyol. Bram tidak menghiraukan gestur tubuh Anes yang masih membuang wajahnya ke samping. Pemuda itu gegas melanjutkan makan siangnya. "Buruan. Kita segera prepare untuk besok. Barusan Mbak Diana telpon agar segera menemuinya," ucap Bram lempeng. "Ya ... tadi ada titipan dari Diana untuk kita berdua. Tapi Mbak belum membukanya. Jadi, Mbak tidak tahu isinya apa." "Dibuka besok saja. Pas kita sudah di Kalimantan. Biar surprise. Jadwal penerbangan kita pagi jam sepuluh. Kita berangkat dari rumah jam delapan

  • Godaan Berondong Nakal   Bab 19 Semakin Suka

    Anes masih mematung. Wanita itu tidak gegas menerima amplop cokelat pemberian dari Diana. "Hei ... Mbak? Are you ok?" ucap Diana seraya melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Anes. Anes tergagap. Sepersekian detik, pikiran wanita itu ngeblank. Entah apa yang ada dalam pikirannya. "Udah ... nggak perlu kelamaan mikir. ini sah dan halal kok. Asal Mbak dan Bram bisa nge-golin proyek yang ada di Kalimantan, Pak Tama pasti akan menepati janjinya." Diana gegas menyelipkan amplop cokelat yang ada di tangannya ke dalam genggaman tangan Anes. Tanpa pikir panjang, asisten pribadi Pak Tama itu segera keluar dari ruangan Anes. Anes menatap dengan lekat amplop cekelat yang kini sudah ada di tangannya. Seumur-umur kerja di perusahaan, baru kali ini dia mendapat bonus sebelum pekerjaannya mendapatkan hasil. "Mimpi nggak, sih, ini?" gumamnya seraya menoel kedua pipi chubby-nya. Anes menyimpan amplop cokelat itu ke dalam lacinya. Wanita itu gegas membereskan pekerjaannya sebelum besok dia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status