Lingkar mata Camelia sedikit gelap akibat baru bisa tertidur di pagi buta. Raut wajah Camelia tak secerah biasanya. Kemuraman melingkupi paras cantik gadis itu. Pancaran matanya menunjukan jelas rasa takut yang melebur menjadi satu dengan kecemasan dan kepanikan. Ya, sejak tadi malam otak Camelia sangatlah kacau. Ingatan Camelia terus terngiang-ngiang akan ancaman Dominic yang membuat seluruh bulu kuduk Camelia merinding.
Camelia tidak pernah menyangka akan tersandera di istana pria yang kejam dan tak memiliki hati. Sungguh, Camelia khawatir akan terjadi sesuatu pada ayahnya. Jauh dari dalam lubuk hati Camelia terdalam, Camelia berharap ayahnya membaca pesan darinya. Camelia tak mau sampai ayahnya datang menjemputnya. “Astaga, Camelia. Kau masih berdiam di kamar?” Hedy melangkah masuk ke dalam kamar Camelia, menatap gadis itu yang masih berdiam diri di kamar. Terlihat raut wajah Hedy jengkel melihat Camelia yang belum juga keluar kamar. Padahal ini sudah waktunya bersih-bersih. “H-Hedy? Kau di sini?” Mata Camelia melebar terkejut melihat Hedy berada di hadapannya. Raut wajah Camelia menjadi sedikit salah tingkah. Namun Camelia tetap berusha untuk tenang. Hedy menghela napas dalam, meredakan rasa kesalnya. “Camelia, kenapa kau malah melamun? Ini sudah jam bekerja. Kau memiliki jadwal untuk membersihkan meja. Ayo cepat keluar jangan sampai terlambat. Tuan Dominic membenci ada debu yang menempel di mansion-nya. Tuan Dominic sangat bersih dan teliti. Debu satu titik saja beliau bisa tahu dan kalau sampai itu terjadi, maka habislah kita semua mendapatkan amukan darinya.” Camelia menelan salivanya susah payah. Bayangan Dominic murka muncul di depan mata Camelia. Sangat menyeramkan dan kejam. “I-iya, Hedy. Aku keluar sekarang.” Dengan langkah kaki terburu-buru, Camelia berjalan cepat meninggalkan kamarnya. Pun Hedy menyusul Camelia. Di ruang tengah, Hedy memberikan kain lap untuk membersihkan meja. Tak lupa dengan air pembersihnya. Tanpa membantah Camelia mengambil kain lap dan pembersih itu. Jujur, ini pertama kali Camelia membersihkan meja. Tapi Camelia ingat cara membersihkan meja karena mengingat cara pelayan di rumahnya membersihkan meja. Walau tak mahir, tapi Camelia akan terus berusaha agar tak mendapatkan masalah. “Kau bersihkan meja itu sekarang. Aku akan mengawasimu sebentar. Kalau aku rasa kau bisa ditinggal, aku akan meninggalkanmu dan mengerjakan pekerjaan yang lain,” ujar Hedy memberi perintah pada Camelia. Camelia mengangguk patuh merespon ucapan Hedy. Detik selanjutnya, Camelia mulai menyemprotkan cairan pembersih ke atas meja, lalu membersihkan meja itu perlahan menggunakan lap. Tetapi, tiba-tiba sikut Camelia menyenggol pajangan guji kecil di atas meja. Tepat dikala guci itu nyaris terjatuh, Hedy melangkah maju dan menangkap guci itu. “Ya Tuhan, Camelia!” Hedy sampai nyaris menjerit kala menangkap guci itu. “Kau tahu? Pajangan di sini semua sangat mahal. Pajangan guci ini terbuat dari emas murni. Kalau sampai jatuh, kau bisa mendapatkan amukan Tuan Dominic.” Hedy tak bisa berpikir lagi, semua pekerjaan yang dikerjakan Camelia selalu saja kacau. Beruntung dirinya tak meninggalkan Camelia. Jika saja Hedy pergi, pasti Camelia sudah merusak seluruh isi ruangan. Camelia menggigit bibir bawahnya merasa bersalah. Camelia sendiri tak menyangka kalau terus membuat masalah. Padahal tadi dirinya sudah sangat berhati-hati. “A-aku minta maaf, Hedy. Aku benar-benar tidak sengaja.” Hedy memijat pelipisnya menggunakan tangan kanannya. Tangan kiri Hedy meletakan guci ke atas meja. “Sudah, kau tidak usah membersihkan meja. Kau ikut saja denganku ke supermarket. Aku ingin membeli bahan-bahan makanan. Nanti pekerjaanmu ini akan dikerjakan oleh pelayan lain.” Camelia terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Hedy. Sesuatu hal menyelinap masuk ke dalam benak Camelia. Sesuatu di mana Camelia memiliki sesuatu ide. Dengan cepat Camelia berkata, “Ya, Hedy. Aku mau menemanimu ke supermarket. Tapi tunggu dulu, aku akan ke kamar sebentar.” “Kau mau ambil apa di kamar, Camelia?” “Sebentar saja. Tidak akan lama, Hedy.” “Yasudah, aku tunggu di sini.” Camelia mengangguk cepat, dan melangkah masuk ke dalam kamarnya. Tak sampai lima menit, Camelia sudah kembali menghampiri Hedy. Entah apa yang dilakukan Camelia di kamar. Pun Hedy memilih untuk tidak bertanya pada Camelia. Kemudian, Hedy mulai mengajak Camelia meninggalkan tempat itu. Namun, sebelumnya Hedy sudah meminta pelayan untuk menggantikan pekerjaan Camelia. Memang hari ini adalah jadwal Hedy untuk pergi ke supermarket. Harusnya Hedy pergi dengan pelayan lain, tapi malah tidak jadi karena kekacauan yang dibuat oleh Camelia. Saat tiba di depan, langkah Hedy dan Camelia serempak terhenti kala berpapasan dengan Dominic. Refleks, Hedy dan Camelia menundukan kepalanya di hadapan Dominic. Terlebih Camelia yang sama sekali tidak berani melihat Dominic sama sekali. Setiap kali Dominic ada di hadapannya, tubuh Camelia selalu bergetar ketakutan. Tangan gadis itu pucat pasi. Rasa takut, panik, dan cemas selalu menjalar ke dalam aliran tubuh Camelia. “Selamat pagi, Tuan.” Hedy menyapa Dominic dengan sopan. “Kau mau pergi?” Mata Dominic menyipit tajam, menatap Hedy. “Iya, Tuan. Saya dan Camelia ingin pergi ke supermarket. Kami ingin membeli bahan-bahan makanan yang dibutuhkan,” jawab Hedy menjelaskan dengan sopan. Tatapan tajam Dominic teralih pada Camelia yang sejak tadi menunduk tak berani menatap dirinya. Detik berikutnya, Dominic kembali menatap Hedy dengan tegas tak ingin terbantahkan. “Kau boleh pergi dengan Camelia, tapi kau harus membawa pengawal.” “Baik, Tuan Dominic,” jawab Hedy patuh. Selanjutnya, Hedy pamit undur diri dari hadapan Dominic bersama dengan Camelia. Terlihat Camelia masih menundukan kepalanya, tak berani menatap Dominic. Gadis itu begitu ketakutan pada Dominic. Dominic masih tetap bergeming di tempatnya. Pria itu menatap dingin punggung Camelia yang mulai lenyap pandangannya. Aura wajah dingin dan kejam menyelimuti wajah kokoh pria itu. *** Sebuah supermarket besar di Madrid, nampak tak terlalu ramai di hari biasa. Hedy yang sudah tiba di supermarket itu bersama dengan Camelia segera memasukan bahan-bahan makanan ke dalam troly. Di belakang Hedy dan Camelia sudah ada empat penjaga yang menjaga ketat Hedy dan Camelia. “Hm, Hedy, apa selalu kau berbelanja seperti ini ditemani pengawal?” bisik Camelia bertanya dengan suara pelan. “Iya, Camelia. Karena barang-barang belanjaan sangat berat jadi aku butuh pengawal untuk membantuku. Tapi biasanya hanya satu penhawal saja. Terkadang dua tapi sangat jarang. Aku tidak menyangka sekarang malah empat pengawal ikut dengan kita. Kalau sudah seperti ini, aku merasa seperti menjadi tawanan,” ujar Hedy seraya terkekeh pelan. Camelia terdiam sebentar mendengar ucapan Hedy. Raut wajah cemas Camelia melingkupinya. Benak Camelia memikirkan sesuatu hal di mana yang telah dia rencanakan sebelumnya. Camelia tak menyangka kalau akan diawasi dengan empat penjaga sekaligus. Kalau seperti ini ide di kepala Camelia bisa gagal. Tidak! Itu tidak boleh terjadi. Camelia tidak mau sampai ide yang ada di kepalanya gagal. “Hedy, sepertinya aku harus ke toilet. Aku ingin buang air kecil sebentar,” ujar Camelia cepat. “Kau ingin ke toilet?” ulang Hedy memastikan. Camelia menganggukan kepalanya. “Iya, Hedy. Aku ingin ke toilet. Sebentar saja.” “Apa kau ingin aku temani?” “Tidak usah, Hedy. Aku sendiri saja.” “Baiklah, Camelia. Hati-hati.” “Terima kasih Hedy.” Camelia berbalik, dan hendak pergi dari sana. Namun, langkah Camelia terhenti kala para pengawal langsung menghadang Camelia. Para pengawal itu seolah tak mengizinkan Camelia untuk pergi. “Kau mau ke mana?” tanya sang pengawal pada Camelia dengan nada dingin dan tegas. “A-aku ingin ke toilet. Aku ingin buang air kecil,” jawab Camelia cepat dan sedikit gugup. Pengawal itu menyipitkan matanya. “Aku akan menemanimu.” “T-Tidah usah. Aku sendiri saja.” Buru-buru Camelia menjawab. “Kalau kau tidak mau ditemani, maka kau tidak bisa pergi,” tukas pengawal itu menegaskan. Camelia menggigit bibir bawahnya. Raut wajah Camelia menunjukan jelas kebingungan yang tak teratasi. Hingga akhirnya, Camelia pun menganggukan kepalanya merespon ucapan salah satu pengawal itu. Lantas, Camelia segera melangkah menuju ke toilet; satu pengawal mengikuti Camelia, sedangkan tiga pengawal lainnya bersama dengan Hedy. “Kau di sini saja. Ini toilet wanita. Pria dilarang masuk,” kata Camelia kala tiba di depan toilet. Camelia menunjuk ke depan pintu toilet, menunjukan pada sang pengawal agar tak mengikutinya masuk ke dalam toilet wanita. “Cepat masuk. Jangan lama!” Terpaksa pengawal itu menyetujui permintaan Camelia. Tanpa mengatakan apa pun, Camelia masuk ke dalam toilet wanita. Dalam hati Camelia bersyukur karena pengawal yang menjaganya adalah pria bukan wanita. Kalau saja wanita pasti akan sulit Camelia kelabui. Di toilet, Camelia mondar-mandir tidak jelas sambil menggigit kukunya. Otak Camelia mencari cara bagaimana pengawal bisa dirinya bohongi. Camela tak pandai untuk berbohong, tapi dalam keadaan seperti ini, Camelia harus mendesak otaknya berpikir keras. “Aku harus bisa melarikan diri dari sini. Apa pun caranya,” kata Camelia meneguhkan dirinya sendiri. Tak peduli apa pun resiko, akan tetap Camelia terjang. Camelia tidak mau tetap disandera oleh pria yang kejam. Tiba-tiba sesuatu ide muncul dalam benak Camela. Detik itu juga, Camelia mengatur napasnya untuk tenang, dan berjalan cepat keluar dari kamar mandi dengan wajah panik. “Tolong aku!” serunya pada sang pengawal yang ada di depan. “Ada apa?” Pengawal yang ada di depan Camelia, menatap Camelia dengan tatapan dingin. “Hm, aku sedang datang bulan. Aku tidak membawa pembalut. Bisakah kau belikan aku pembalut. Aku mohon bantu aku. Darahku keluar banyak sekali,” kata Camelia yang sangat malu mengatakan itu. Camelia tidak memiliki alasan lagi. Hanya alasan ini yang bisa Camelia gunakan. “Ck! Kau ini menyusahkan saja!” seru sang pengawal. “M-maaf,” cicit Camelia pelan. “Tunggu di sini! Jangan pergi ke mana-mana!” tukas sang pengawal penuh ancaman. “B-baik,” jawab Camelia cepat. Berikutnya, pengawal segera berjalan cepat meninggalkan tempat itu. Tepat dikala pengawal sudah pergi dan tak lagi terlihat, Camelia berlari keluar berlawanan arah dengan pengawal. Terlihat Camelia begitu cepat agar demi tak tertangkap oleh sang pengawal. Saat pengawal kembali ke toilet, pengawal itu segera mengetuk pintu toilet. Tapi sayangnya tak ada jawaban dari dalam. Pengawal itu mengetuk pintu sekali lagi. Hasilnya adalah nihil, tetap tidak ada jawaban dari dalam. Refleks, pengawal itu menerobos masuk ke dalam toilet. Lalu … seketika mata pengawal itu melebar terkejut kala mendapati toilet sudah kosong. Pengawal itu panik. Mengendarkan pandangan ke setiap sudut tapi tak menemukan hasil. Dengan cepat pengawal itu berlari keluar toilet, menghampiri Hedy. “Hedy, di mana Camelia?!” seru pengawal pada Hedy. “Camelia?” Kening Hedy mengerut bingung. “Bukannnya Camelia di toilet bersama denganmu? Kenapa kau bertanya padaku?” tanyanya tak mengerti. “Dia belum kembali?!” Pengawal itu menatap tajam Hedy. “Belum, aku belum melihat Camelia kembali,” jawab Hedy lagi. “Gadis itu berani mengelabuiku!” Pengawal itu langsung meminta tiga temannya memeriksa CCTV supermarket. Tampak keempat pengawal itu panik bersamaan dengan Hedy yang jadi ikut panik dan khawatir. Beberapa detik dikala CCTV terputar, keempat pengawal itu sama-sama mengumpati Camelia yang sudah berlari keluar jalanan. Besar kemungkinan Camelia sudah bersembunyi dan itu memakan waktu untuk menemukan. Tindakan Camelia melarikan diri, sukses membuat semua orang menjadi takut bercampur kepanikan hebat. *** Dominic menatap tajam hasil laporan klub malam miliknya. Beberapa transaksi illegal berhasil digagalkan. Dominic memang bukan pria yang baik, tapi selama ini Dominic tak pernah masuk ke pasar gelap untuk menjual wanita ke negara lain. Dominic melempar laporan yang ada di tangannya ke atas meja, menyambar whisky di hadapannya, dan menegak hingga kasar. Api amarah Dominic tersulut karena sampai detik ini Burke, ayah Camelia belum ditemukan. Dominic bukan hanya akan melenyapkan pria tua itu, tapi Dominic akan memberikan pelajaran berharga padanya karena telah berkhianat. Tak ada kata ampun bagi seorang pengkhianat. “Tuan Dominic, langkah apa yang akan Anda lakukan? Apa Anda tetap menyandera Nona Camelia?” tanya Eldon penu hati-hati. “Kata menyandera terlalu kejam. Aku masih tetap membebaskan Camelia pergi meski hanya ke supermarket. Aku juga tidak mengurung Camelia di sebuah ruangan. Camelia di sini aku pekerjakan sebagai pelayan. Nantinya aku akan tetap membayar dia seperti pelayan lain. Aku hanya menjadikannya alat untuk bisa menjebak ayahnya yang sialan itu. Setelah ayahnya datang, aku akan membebaskan Camelia dan hanya berurusan pada ayah gadis itu,” seru Dominic dengan nada geraman menahan amarah. Eldon mengangguk patuh merespon ucapan Dominic. “Tuan Dominic!” Seorang pengawal menerobos masuk ke dalam ruang kerja Dominic bersama dengan Hedy. Refleks, Domimic dan Eldon pun mengalihkan pandangannya mereka ke sumber suara itu. “Kalian? Kenapa berlari seperti itu?” seru Dominic menatap dingin sang pengawal dan Hedy. “T-Tuan, Camelia h-hilang,” ucap Hedy gugup. Seketika raut wajah Dominic berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Hedy. Iris mata Dominic tajam dan menusuk. “Apa maksudmu, Hedy!” gelegarnya keras. “Tuan, Camelia berhasil mengelabui saya. Dia pergi ke toilet dan meminta saya untuk membeli pembalut. Saat saya kembali ke toilet, Camelia melarikan diri, Tuan,” ujar sang pengawal cepat. Aura wajah Dominic menunjukan jelas kemarahannya. Dominic menggeram. Kilat mata pria itu penuh emosi tak tertahan. “Kenapa kau menjaga satu gadis saja tidak becus!” bentaknya keras. “M-maaf, Tuan.” Pengawal itu menjawab dengan gugup. “Sialan!” Dominic berusaha mengatur emosi dalam dirinya. “Eldon! Periksa CCTV di area jalanan dekat supermarket!!” tukasnya memberi perintah tegas pada Eldon. “Baik, Tuan,” jawab Eldon patuh. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Dominic bangkit berdiri menyambar ponsel dan kunci mobilnya, dan berlari keluar meninggalkan ruang kerjanya. Refleks, Eldon berlari menyusul Dominic. Tampak umpatan dan makian tak henti lolos dalam hati Dominic. Kali ini Dominic bersumpah tak akan berbaik hati lagi pada Camelia.Beberapa bulan berlalu … Praha, Republik Ceko. Bangunan kastil kuno di Praha diselimuti oleh salju. Musim dingin di Praha tak mengurangi keindahan bangunan kuno kastil yang terkenal di Praha. Praha adalah ibu kota Republik Ceko yang terkenal memiliki bangunan kastil kuno yang memukau. Tak heran jika banyak pengunjung yang berdatangan ke kota yang indah itu. “Dionte, Dominus. Jangan jauh-jauh mainnya. Nanti kalian hilang.” Camelia berseru mengingatkan kedua anak laki-laki kembarnya. Raut wajah Camelia sedikit kesal karena Dionte dan Dominus begitu asik bermain salju. Padahal Camelia sangatlah cemas takut terjadi hal buruk pada kedua anak laki-lakinya itu. “Mereka akan baik-baik saja. Kau tidak usah khawatir.” Dominic membelai pipi Camelia menenangkan sang istri. Ya, kini Dominic tengah mengajak istri dan anak-anaknya berlibur di Republik Ceko. Camelia menghela napas dalam. “Aku hanya takut kalau anak-anak kita hilang, Dominic. Mereka bayi beruang kesayanganku.” Dominic tersenyum
Bayi mungil cantik begitu tenang berada di dalam pelukan Camelia. Air mata haru bahagianya pun terjatuh. Pipi bulat merah persis seperti tomat. Rambut tebal. Bayi perempuan Camelia dan Dominic itu lahir dengan sempurna dan sangat cantik. Selama proses melahirkan, Camelia benar-benar tak mendapatkan kesulitan. Dominic begitu siaga berada di sisi Camelia. Tak bisa diungkapkan oleh kata, betapa bahagianya Camelia dan Dominic atas kelahiran anak perempuan mereka. Saat ini di ruang rawat VVIP, telah dihadiri oleh keluarga besar Camelia dan keluarga besar Dominic. Tentu Dionte dan Dominus pun sudah datang menyambut adik mereka. Sejak tadi bahkan Dionte dan Dominus nampak sangat girang melihat adik mereka telah lahir. “Dominus adikku cantik sekali seperti boneka.” Dionte bertepuk tangan riang. “Dia adikku juga, Kak.” Dominus melipat tangan di depan dada, menatap jengkel Dionte. Dominic tersenyum sambil mengusap-usap puncak kepala kedua putranya. “Dia adik kalian. Ingat, kalian harus me
Beberapa bulan berlalu … Camelia memakan ice cream, dengan posisi cup besar ice cream berada di atas perut buncitnya. Tampak Camelia begitu lahap memakan ice cream yang baru saja diantar oleh pelayan. Keuntungan hamil adalah Camelia bisa makan sepuasnya, tanpa peduli timbangan akan geser ke kanan. Ditambah, Dominic tak perlah mempermasalahkan bentuk tubuh Camelia. Itu kenapa membuat Camelia semakin suka makan. Usia kandungan Camelia saat ini memasuki minggu ke tiga puluh tujuh. Dokter mengatakan hanya tinggal menunggu hari, anak yang ada di kandungan Camelia akan segera lahir. Dan hal itu yang membuat Dominic tak sama sekali ke kantor. Dominic meminta asistennya yang mengurus pekerjaannya selama tak bisa datang ke kantor. Ngomong-ngomong, Camelia kini mengandung anak perempuan. Untuk kali ini Camelia tidak mengandung anak kembar. Akan tetapi, meski Camelia tak mengandung bayi kembar tetap saja berat badan Camelia naik drastis. Bagaimana tidak? Camelia memiliki hobby makan. Jadi waj
Sebuah restoran di New York dengan bangunan tiga lantai megah, sangat ramai didatangi oleh pengunjung. Para pelayan sejak tadi mondar-mandir sibuk karena harus mengantarkan makanan pesanan para pelanggan. Ya, Camelia ditemani oleh Dominic berada di restoran milik ayahnya. Tentu, restoran Martin Luciano bisa sebesar dan semegah sekarang, karena Dominic banyak membantu. Meskipun, Martin kerap menolak bantuan Dominic, namun Dominic memaksa Martin untuk menerima. Dominic selalu mengatakan bahwa apa yang dilakukannya demi Camelia. Bertahun-tahun Martin hidup di dalam penjara. Dominic tak ingin keluarga sang istri, harus hidup menderita lagi. Dan apa yang telah dilakukan Dominic berhasil. Martin mampu mengembangkan restorannya. Bahkan kini Martin memiliki empat restoran yaitu di New York, Las Vegas, Chicago, dan Los Angeles. “Sayang, aku tidak menyangka restoran Daddy akan seramai ini. Daddy benar-benar pintar mengolah restoran sampai berkembang pesat,” ujar Camelia seraya menyandarkan k
“Camelia, makanlah perlahan. Jangan terburu-buru seperti itu. Kau bisa tersedak kalau kau makan tidak pelan-pelan.” Dominic mengingatkan sang istri untuk makan perlahan. Ya, kini Dominic tengah membawa Camelia ke salah satu restoran Spanyol yang ada di Brooklyn. Setelah menemani Camelia bekerja; Dominic mengajak sang istri untuk makan bersama. “Iya, Sayang. Makanan ini enak sekali. Jadi aku terlalu lahap,” kata Camelia dengan riang, seraya menyantap makanan yang terhidang. Setelah bekerja, sepertinya membuat nafsu makan Camelia meningkat tajam. Lihat saja begitu banyak makanan yang telah dihabiskan olehnya. Dominic membelai pipi Camelia lembut. “Kalau kurang, kau bisa memesan apa pun yang kau inginkan. Aku senang melihatmu banyak makan.” Camelia tersenyum. “Ini sudah cukup. Oh, ya, Sayang. Tadi kau tidak marah pada Conan, ‘kan?”Dominic mengambil vodka yang ada di atas meja, dan meminum perlahan. “Tidak, aku tidak marah dengannya, tapi aku kurang menyukai kau bernyanyi dengan penya
“Sayang, kalian jangan nakal. Kalian harus patuh pada Grandpa dan Grandma, oke?” “Siap, Mommy! Aku tidak nakal, tapi tadi Dominus makan banyak sekali cokelat sampai bajunya kotor, Mommy.” “Hey, Kak! Kau ini kenapa mengadukan pada Mommy!” Dominus tak terima. “Biar saja, kau tidak mau patuh pada Grandma. Padahal kan apa yang dikatakan Grandma benar. Kalau kau terlalu banyak makan cokelat nanti gigimu bolong, Dominus!” Dionte berseru memarahi suadara kembarnya yang kerap bersikap keras kepala. Dominus memang pencinta cokelat, setiap dilarang maka bocah laki-laki itu malah tak patuh. Hanya tertentu saja Dominus bisa patuh.“Ck! Kau menyebalkan sekali, Kak!” jawab Dominus jengkel sambil melipat tangan di depan dada. Bibir Dominus manyun ke depan, nampak begitu sangat menggemaskan.Camelia menghela napas dalam melihat dari layar ponsel; dua putra kembarnya malah bertengkar. Ya, di kala pagi menyapa hal yang dilakukan Camelia adalah melaukan panggilan video pada kedua putra kembarnya. Ten
Camelia berlari dengan air mata yang berlinang deras membasahi pipinya. Hati Camelia teramat sakit di kala Dominic membentaknya. Camelia memilih untuk pergi dari rumah, karena merasa sang suami tak lagi mencintainya. Namun, di kala Camelia hendak masuk ke dalam mobil; gerak Camelia terhenti saat Dominic langsung menarik kasar tangan Camelia. Camelia sempat berontak, tapi berujung sia-sia. Tenaga Camelia tidak mampu menyaingi Dominic. “Dominic lepaskan aku! Aku mau pergi saja! Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia sesegukan. Dominic menatap tajam Camelia. “Kau mau pergi ke mana, Camelia! Ini sudah malam! Berhenti berbicara konyol!” “Aku mau pergi ke tempat yang membuatku tenang. Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia berusaha melepaskan cengkraman tangan Dominic. Tapi, alih-alih terlepas malah Dominic kian mencengkram kuat pergelangan tangan Camelia, hingga membuat Camelia merintih kesakitan. “Berani sekali kau pergi tanpa izin dariku, Camelia!” geram Dominic m
“Dominic, pemuda tadi lucu sekali. Dia mengkoleksi banyak fotoku, Dominic. Bahkan dia memiliki semua albumku. Aku senang sekali kalau ada yang menyukai karyaku.” Camelia berceloteh seraya menatap Dominic yang tengah melajukan mobilnya. Tampak Dominic hanya diam dan menatap lurus ke depan. Sorot mata Dominic tajam, menunjukan amarah tertahan. Camelia sama sekali tidak menyadari kalau Dominic marah. Dia malah memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar sang suami, di kala sudah selesai bercerita. Sejak dulu memang Camelia sangat bahagia setiap kali ada orang yang begitu mengagumi karyanya. Dalam dunia entertainment, memang pasti akan lovers dan haters, namun Camelia tak terlalu memedulikan jika ada yang membenci dirinya. Bisa dikatakan, jumlah haters yang dimiliki Camelia tak terlalu banyak. Orang jauh lebih mengagumi Camelia, karena sifat Camelia yang hangat dan ramah. Tak pernah sedikit pun, Camelia menolak ketika penggemar mengajak Camelia secara langsung untuk berfoto. Sifat
“Bye, Daddy, Bye, Mommy.” Dionte dan Dominus melambaikan tangan mereka pada Dominic dan Camelia. Raut wajah Dionte dan Dominus sumiringah bahagia. Dua bocah laki-laki itu dijemput oleh sopir dari William. William dan Marsha begitu merindukan Dionte dan Dominus. Itu kenapa menjemput dua anak laki-laki kembar Dominic dan Camelia. “Bye, Sayang. Jangan menyusahkan Grandpa dan Grandma kalian. Jangan nakal, Oke?” seru Camelia sambil melambaikan tangannya pada kedua putranya. “Oke, Mommy. Kami tidak akan nakal,” jawab Dionte dan Dominus serempak. “Patuhlah pada Grandpa dan Grandma kalian,” seru Dominic mengingatkan dua putra kembarnya, agar patuh. Dionte dan Dominus mengangguk patuh. “Siap, Daddy!” Kemudian, mobil yang membawa mereka mulai melaju meninggalkan halaman parkir mansion. Tampak Camelia terus melukiskan senyumannya. Memang, jika William dan Marsha berada di New York, pasti William dan Marsha akan menjemput Dionte dan Dominus.“Sayang, hari ini kau tidak bekerja?” tanya Cameli