He's a cruel man, who can destroy everything, but she’s already falling for him.” Penderitaan yang tak pernah usai membuat Camelia dipertemukan dengan Dominic—sosok pria yang merupakan boss ayahnya. Tak ada hari tanpa air mata, itulah penderitaan Camelia sejak di mana dia dilahirkan. Perusahaan keluarga jatuh bangkrut, hingga ayahnya menjadi seorang koruptor. Semua penderitaan Camelia telah lengkap sempurna. Sampai suatu ketika Dominic meminta pertanggungjawaban atas apa yang ayahnya lakukan. Sayangnya, tak ada yang bisa Camelia berikan untuk Dominic selain dirinya sendiri. “Bagaimana caraku bertanggung jawab. Aku tidak memiliki apa pun,” ucap Camelia begitu lirih. “Aku mau kau, Camelia,” desis Dominic tajam. Hidup Camelia seakan terhenti di sini, tapi tanpa sadar sosok kejam itu memiliki pesona sendiri yang telah melumpuhkan hatinya. What next? *** Follow me on IG: abigail_kusuma95
Lihat lebih banyakGadis cantik berambut cokelat terang duduk bersimpuh di bawah hujan diikuti dengan isak tangisnya, setelah segerombol rentenir menendang paksa dirinya keluar dari rumahnya dengan kasar. Wajah gadis cantik itu sudah pucat. Pakaian yang dipakainya kotor akibat terkena jalanan yang basah.
Langkah kaki tegas berbunyi beradu dengan cipratan air membuat gadis cantik itu mengalihkan pandangannya. Manik mata abu-abu terang gadis cantik itu menatap sosok pria berperawakan tampan. Tubuh pria itu tinggi tegap. Rahang tegas. Hidung mancung menjulang melebihi bibir merahnya. Jas berwarna navy formal yang dipakai pria itu membalut dada bidang, dan lengan kekarnya. Sosok pria itu layaknya dewa Adonis yang menyimbolkan ketampanan dan kekejaman. “A-anda siapa?” Gadis itu bertanya gugup seraya mendongakan kepalanya, menatap sang pria asing yang berdiri di hadapannya. “Di mana Burke?!” Pria itu bersuara dengan nada yang membendung amarah. Iris mata cokelat gelap pria itu menatap tajam sosok gadis cantik yang masih duduk di tanah. Aura wajah dingin begitu menyeramkan, membuat semua orang pasti akan bergidik ngeri melihat pria itu. “K-kenapa kau mencari ayahku? S-siapa kau?” Gadis itu bangkit berdiri secara perlahan, matanya melemah kala pria yang di hadapannya menanyakan ayahnya yang telah pergi. “Burke adalah ayahmu?” Mata pria itu menyalang tajam kala gadis yang di hadapannya mengaku kalau orang yang dia cari adalah ayah dari gadis itu. “Iya. Tapi ayahku tidak ada,” jawab gadis itu begitu pelan dan menahan kesedihan di wajahnya “Jangan berani-beraninya kau membohongiku! Di mana ayahmu! Aku tahu kau pasti menyembunyikan ayahmu yang sialan itu!” bentak pria itu keras dan menggelegar. Tubuh gadis itu kian bergetar ketakutan mendapatkan bentakan dari pria asing. Pria itu terlalu tinggi sampai-sampai membuatnya harus mendongak. Bibir merah muda gadis itu sudah mulai semakin pucat akibat menahan dingin dan menahan rasa takut. “A-aku tidak berbohong. Ayahku memang tidak ada. Rumahku sudah disita bank.” Gadis itu berucap dengan nada pilu. “T-tapi aku yakin, ayahku pasti akan menjemputku lagi. Ayahku tidak mungkin meninggalkanku.” Pria itu terdiam mendengar apa yang dikatakan gadis di hadapannya. Tatapannya pria itu teralih pada rumah mewah di hadapannya, yang tertera tulisan ‘Rumah ini disita bank’, raut wajah dingin pria itu menunjukan amarah tertahan. “Tuan Dominic, sepertinya Burke telah berhasil melarikan diri. Yang saya dengar, dia pun memiliki banyak utang di rentenir dan bank. Saya yakin, dia sudah menduga Anda akan ke sini mencarinya, Tuan,” Eldon—asisten Dominic berbisik begitu pelan di telinga Dominic. Tatapan Dominic teralih pada sosok gadis yang ada di hadapannya. Menatap gadis itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Rambut cokelat terang gadis itu sedikit basah akibat terkena rintik air hujan. Mata abu-abu terang dan kulit putih pucat. Tubuhnya mungil. Dominic mentafsir usia gadis di hadapannya itu belum genap 20 tahun. “Siapa namamu?” tanya Dominic dingin dengan aura ketegasan di wajahnya. “C-Camelia … namaku Camelia.” Nada gadis itu bergetar kala menyebutkan namanya. Hujan sudah berhenti sejak tadi, tapi dinginnya cuaca tetap menyelimut. Ditambah tatapan tajam pria yang ada di hadapannya membuat rasa takut dalam diri Camelia menelusup ke dalam tubuhnya, hingga menembus ke tulang. Dominic menatap dingin satu koper besar yang ada di samping Camelia. Benak Dominic menduga pasti Camelia hanya bisa keluar dari rumah hanya dengan membawa pakaiannya. Rumah telah disita bank, dan barang-barang di rumahnya dirampas oleh rentenir. Sungguh, malang gadis di hadapannya itu. Tapi sayangnya, Dominic tak peduli. Yang ada di pikiran Dominic adalah segera menemukan orang yang telah berani mengkhianatinya. “Bagaimana bisa seorang ayah menelantarkan putrinya?” Dominic menatap tajam Camelia yang tengah membenarkan tali baju yang melorot ke bawah. “Ayahku tidak menelantarkanku, Paman. Ayahku pasti menjemputku.” ucap Camelia dengan wajah yang lesu dan pucat. Mata Camelia memancarkan jelas begitu rapuhnya gadis itu. Saat dirinya baru bangun tidur, pelayan sudah tidak ada. Pihak bank dan juga rentenir datang di waktu yang bersamaan. Sungguh, hidup Camelia seakan berada di dalam mimpi buruk. Dominic menggeram penuh amarah yang menyelimutinya. “Jangan panggil aku Paman! Aku bukan Pamanmu! Sekarang kau harus ganti rugi! Ayahmu telah menipuku! Dia membawa lari uangku!” serunya dengan nada tinggi. Air mata Camelia hendak menetes kala mendengar ucapan pria asing di hadapannya ini. Dalam otak Camelia berusaha mencari cara agar meredam amarah pria asing itu. Jauh dari dalam lubuk hati Camelia terdalam, dia yakin kalau ayahnya akan menjemputnya. Tak mungkin ayahnya pergi meninggalkannya begitu saja. Tiba-tiba, sesuatu hal muncul dalam otak Camelia. Sesuatu di mana dirinya harus bertindak. Refleks, Camelia membuka tasnya, gadis itu mengambil beberapa lembar uang miliknya yang ada di dompet dan menyerahkan pada Dominic. “Anggap saja ini uang muka. Nanti kalau ayahku menjemputku, pasti dia akan membayar uangmu.” Camelia pun berusaha menghubungi nomor telepon ayahnya. Namun, alih-alih terjawab, malah yang ada nomor telepon ayahnya itu tidaklah aktif. Raut wajah Camelia berubah menjadi muram dan sedih tetapi hati gadis itu tetap memercayai ayahnya akan menjemput dirinya. Sebelah alis Dominic terangkat, melihat beberapa lembar uang yang diberikan Camelia. Kilat mata Dominic kian tajam dan menyunggingkan senyuman sinis. “Kau pikir uang yang kau berikan ini cukup untuk mengganti kerugiaanku, hah?!” “Ayahku akan menggantinya nanti. Dia akan datang menjemputku dan akan melunasi utangnya padamu,” jawab Camelia dengan nada bergetar menahan rasa takut kala Dominic membentaknya. “See? Kau sudah menghubunginya tapi dia tidak datang. Di dunia ini tak ada maling yang mengantarkan dirinya sendiri ke penjara!” tegas Dominic penuh penekanan. “Ayahku bukan maling!” Air mata Camelia berlinang deras kala Dominic menghina ayahnya sebagai maling. Sebuah kata yang sangat kasar dan begitu menusuk hatinya. “Apa sebutan orang yang menipu sejumlah uang selain maling!” seru Dominic dengan nada keras dan menggelegar. Camelia terisak. “Ayahku bukan maling, Paman. Dia ayah yang baik dan selalu menyayangiku. Dia pasti akan mengganti uangmu secepatnya.” “Berhenti memanggilku Paman, Sialan!” geram Dominic dengan sorot mata begitu tajam. “Kau tetap harus bertanggung jawab! Kau pikir aku akan dengan mudahnya memaafkan orang yang telah mengkhianati kepercayaanku?!” Kilat mata cokelat gelap Dominic terhunus, membendung emosi yang nyaris meledak. Air mata Camelia tak henti berlinang. Camelia merasa hidupnya berada di ambang jurang. Hanya satu langkah saja Camelia bergerak, dia pasti akan terjun ke jurang itu. Jurang di mana membuat dirinya tersungkur ke dalam. Andai saja Camelia memiliki uang, sudah pasti Camelia akan mengganti kerugian pria asing di hadapannya itu. “Bagaimana caraku bertanggung jawab. Aku tidak memiliki apa pun,” ucap Camelia begitu lirih. Tatapannya menatap Dominic dengan tatapan permohonan, meminta belas kasihan agar pria asing di hadapannya ini iba padanya. Dominic menangkup kasar kedua rahang Camelia. Mencengkram dengan kuat. Dominic sama sekali tak memedulikan rintihan yang lolos di bibir Camelia. Bahkan permohonan Camelia pun diabaikan olehnya. Tampak bibir Camelia bergetar menahan dingin dan sakit dari cengkraman kuat Dominic. Pipi putih mulus Camelia sudah tercetak memerah akibat cengkraman kuat itu. Kilat mata cokelat gelap Dominic layaknya laser yang siap menembak musuh. Aura bengis dan kejam membuat semua orang yang melihat sosok Dominic begitu ketakutan. Sedangkan Camelia tak memiliki tenaga untuk melawan. Hanya saja terlihat jelas wajah Camelia memancarkan rasa takut yang luar biasa. “Sudah sepantasnya seorang anak membayar utang orangtuanya, dan aku mau kau, Camelia.”Beberapa bulan berlalu … Praha, Republik Ceko. Bangunan kastil kuno di Praha diselimuti oleh salju. Musim dingin di Praha tak mengurangi keindahan bangunan kuno kastil yang terkenal di Praha. Praha adalah ibu kota Republik Ceko yang terkenal memiliki bangunan kastil kuno yang memukau. Tak heran jika banyak pengunjung yang berdatangan ke kota yang indah itu. “Dionte, Dominus. Jangan jauh-jauh mainnya. Nanti kalian hilang.” Camelia berseru mengingatkan kedua anak laki-laki kembarnya. Raut wajah Camelia sedikit kesal karena Dionte dan Dominus begitu asik bermain salju. Padahal Camelia sangatlah cemas takut terjadi hal buruk pada kedua anak laki-lakinya itu. “Mereka akan baik-baik saja. Kau tidak usah khawatir.” Dominic membelai pipi Camelia menenangkan sang istri. Ya, kini Dominic tengah mengajak istri dan anak-anaknya berlibur di Republik Ceko. Camelia menghela napas dalam. “Aku hanya takut kalau anak-anak kita hilang, Dominic. Mereka bayi beruang kesayanganku.” Dominic tersenyum
Bayi mungil cantik begitu tenang berada di dalam pelukan Camelia. Air mata haru bahagianya pun terjatuh. Pipi bulat merah persis seperti tomat. Rambut tebal. Bayi perempuan Camelia dan Dominic itu lahir dengan sempurna dan sangat cantik. Selama proses melahirkan, Camelia benar-benar tak mendapatkan kesulitan. Dominic begitu siaga berada di sisi Camelia. Tak bisa diungkapkan oleh kata, betapa bahagianya Camelia dan Dominic atas kelahiran anak perempuan mereka. Saat ini di ruang rawat VVIP, telah dihadiri oleh keluarga besar Camelia dan keluarga besar Dominic. Tentu Dionte dan Dominus pun sudah datang menyambut adik mereka. Sejak tadi bahkan Dionte dan Dominus nampak sangat girang melihat adik mereka telah lahir. “Dominus adikku cantik sekali seperti boneka.” Dionte bertepuk tangan riang. “Dia adikku juga, Kak.” Dominus melipat tangan di depan dada, menatap jengkel Dionte. Dominic tersenyum sambil mengusap-usap puncak kepala kedua putranya. “Dia adik kalian. Ingat, kalian harus me
Beberapa bulan berlalu … Camelia memakan ice cream, dengan posisi cup besar ice cream berada di atas perut buncitnya. Tampak Camelia begitu lahap memakan ice cream yang baru saja diantar oleh pelayan. Keuntungan hamil adalah Camelia bisa makan sepuasnya, tanpa peduli timbangan akan geser ke kanan. Ditambah, Dominic tak perlah mempermasalahkan bentuk tubuh Camelia. Itu kenapa membuat Camelia semakin suka makan. Usia kandungan Camelia saat ini memasuki minggu ke tiga puluh tujuh. Dokter mengatakan hanya tinggal menunggu hari, anak yang ada di kandungan Camelia akan segera lahir. Dan hal itu yang membuat Dominic tak sama sekali ke kantor. Dominic meminta asistennya yang mengurus pekerjaannya selama tak bisa datang ke kantor. Ngomong-ngomong, Camelia kini mengandung anak perempuan. Untuk kali ini Camelia tidak mengandung anak kembar. Akan tetapi, meski Camelia tak mengandung bayi kembar tetap saja berat badan Camelia naik drastis. Bagaimana tidak? Camelia memiliki hobby makan. Jadi waj
Sebuah restoran di New York dengan bangunan tiga lantai megah, sangat ramai didatangi oleh pengunjung. Para pelayan sejak tadi mondar-mandir sibuk karena harus mengantarkan makanan pesanan para pelanggan. Ya, Camelia ditemani oleh Dominic berada di restoran milik ayahnya. Tentu, restoran Martin Luciano bisa sebesar dan semegah sekarang, karena Dominic banyak membantu. Meskipun, Martin kerap menolak bantuan Dominic, namun Dominic memaksa Martin untuk menerima. Dominic selalu mengatakan bahwa apa yang dilakukannya demi Camelia. Bertahun-tahun Martin hidup di dalam penjara. Dominic tak ingin keluarga sang istri, harus hidup menderita lagi. Dan apa yang telah dilakukan Dominic berhasil. Martin mampu mengembangkan restorannya. Bahkan kini Martin memiliki empat restoran yaitu di New York, Las Vegas, Chicago, dan Los Angeles. “Sayang, aku tidak menyangka restoran Daddy akan seramai ini. Daddy benar-benar pintar mengolah restoran sampai berkembang pesat,” ujar Camelia seraya menyandarkan k
“Camelia, makanlah perlahan. Jangan terburu-buru seperti itu. Kau bisa tersedak kalau kau makan tidak pelan-pelan.” Dominic mengingatkan sang istri untuk makan perlahan. Ya, kini Dominic tengah membawa Camelia ke salah satu restoran Spanyol yang ada di Brooklyn. Setelah menemani Camelia bekerja; Dominic mengajak sang istri untuk makan bersama. “Iya, Sayang. Makanan ini enak sekali. Jadi aku terlalu lahap,” kata Camelia dengan riang, seraya menyantap makanan yang terhidang. Setelah bekerja, sepertinya membuat nafsu makan Camelia meningkat tajam. Lihat saja begitu banyak makanan yang telah dihabiskan olehnya. Dominic membelai pipi Camelia lembut. “Kalau kurang, kau bisa memesan apa pun yang kau inginkan. Aku senang melihatmu banyak makan.” Camelia tersenyum. “Ini sudah cukup. Oh, ya, Sayang. Tadi kau tidak marah pada Conan, ‘kan?”Dominic mengambil vodka yang ada di atas meja, dan meminum perlahan. “Tidak, aku tidak marah dengannya, tapi aku kurang menyukai kau bernyanyi dengan penya
“Sayang, kalian jangan nakal. Kalian harus patuh pada Grandpa dan Grandma, oke?” “Siap, Mommy! Aku tidak nakal, tapi tadi Dominus makan banyak sekali cokelat sampai bajunya kotor, Mommy.” “Hey, Kak! Kau ini kenapa mengadukan pada Mommy!” Dominus tak terima. “Biar saja, kau tidak mau patuh pada Grandma. Padahal kan apa yang dikatakan Grandma benar. Kalau kau terlalu banyak makan cokelat nanti gigimu bolong, Dominus!” Dionte berseru memarahi suadara kembarnya yang kerap bersikap keras kepala. Dominus memang pencinta cokelat, setiap dilarang maka bocah laki-laki itu malah tak patuh. Hanya tertentu saja Dominus bisa patuh.“Ck! Kau menyebalkan sekali, Kak!” jawab Dominus jengkel sambil melipat tangan di depan dada. Bibir Dominus manyun ke depan, nampak begitu sangat menggemaskan.Camelia menghela napas dalam melihat dari layar ponsel; dua putra kembarnya malah bertengkar. Ya, di kala pagi menyapa hal yang dilakukan Camelia adalah melaukan panggilan video pada kedua putra kembarnya. Ten
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen