แชร์

[3] Keputusan untuk Pergi

ผู้เขียน: Kim Meili
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-09-02 10:38:14

Kamar tidur terasa begitu mencekam. Ivana sudah duduk di pinggir ranjang dengan pakaian seksi yang disiapkan. Dia menarik napas dalam dan membuang perlahan. Perasaannya masih tidak nyaman. Hingga pintu kamar mandi terbuka, membuat Ivana mengalihkan pandangan.

Ivana menelan saliva pelan ketika melihat Arga hanya mengenakan celana pendek, tidak menutup bagian dada, menunjukkan otot yang terbentuk begitu sempurna. Arga memang hobi olahraga. Jadi, bukan hal aneh jika dia memiliki tubuh yang cukup atletis. Meskipun sudah empat tahun menikah, Ivana tidak pernah melihat tubuh telanjang sang suami. Ini juga bisa dijadikan malam pertama baginya.

“Kamu siap, Ivana?” tanya Arga ketika sampai di depan Ivana. Dia meraih dagu wanita itu dan mendongakkan. Arga mulai mendekat, menyatukan bibir keduanya.

Hening. Ivana yang merasakan daging kenyal menyentuh bibirnya hanya bisa terdiam. Dia mengikuti permainan Arga yang begitu lembut. Kedua tangannya mengepal, meremas sprei dengan kedua mata terpejam. Ivana merasa jika keputusannya ini gila, tetapi Ivana ingin melakukannya. Setidaknya dia bisa menghadiahkan keperawanannya untuk pria yang dicintainya sebelum akhirnya berpisah.

Arga menghentikan permainan ketika merasakan hal berbeda. Gejolak dalam dirinya begitu besar dan ingin dipuaskan. Dia pun kembali meraup bibir Ivana, merasakan daging kenyal yang terasa begitu manis.

“Arga, pelan-pelan,” kata Ivana ketika Arga mendorong tubuhnya lembut. Pria itu menarik tali spaghetti di pundak Ivana hingga kebawah, menyisakan tubuh tanpa sehelai benang.

“Arga,” panggil Ivana ketika Arga mulai mengecupi seluruh tubuhnya. Tidak ada yang tertinggal dari permainan pria itu. Ivana juga mulai merasakan jika hasrat yang selama ini ditahan perlu dituntaskan.

Ivana hanya bisa mendesah lirih dengan kedua mata terpejam. Ini adalah pertama kali Ivana mendapatkan sentuhan yang cukup intens. Selama ini, Arga tidak pernah mau berhubungan dengannya. Alasannya, belum siap. Hal itu juga yang membuat Ivana harus bersabar. Dia ingin Arga mencintai dan menyerahkan seluruhnya dengan sendiri. Hingga dia merasakan gatal yang semakin memuncak, membuat Ivana mengepalkan tangan.

“Arga,” pekik Ivana dengan napas tersengal. Dadanya tampak naik-turun dengan napas yang terdengar cukup berat.

Arga yang melihat ada cairan keluar pun langsung memposisikan tubuh. Dia berada di atas tubuh Ivana dan menatap lekat.

Arga pun mulai memberikan rangsangan kuat, mencoba menyatukan tubuh dengan Ivana. Sayangnya, hal itu tidak semudah yang Arga bayangkan. Dia harus berusaha lebih keras karena penghalang yang memperlambat perjalannya.

“Arga, hati-hati,” kata Ivana. Dia mulai menahan sakit yang semakin sering.

“Arga!” pekik Ivana ketika Arga berhasil menyatukan diri.

Hening. Ruangan itu berubah menjadi sunyi. Tidak ada yang membuka suara. Hanya terdengar deru napas yang saling menyahut. Ivana sendiri hanya diam dengan air mata yang mulai mengalir.

“Aku akan melakukannya pelan, Ivana,” kata Arga saat melihat Ivana yang sampai meneteskan air mata. Untuk sejenak, hati Ivana luluh. Apakah Arga tidak tega melihatnya merasakan sakit?

Ivana hanya diam. Kedua matanya semakin terpejam ketika Arga mulai bermain. Sebenarnya pria itu bermain dengan lembut, tetapi entah kenapa, Ivana masih merasa sakit. Hingga beberapa saat kemudian, dia yang mulai terbiasa langsung melenguh keras.

‘Astaga, Ivana. Kamu benar-benar gila,’ batin Ivana di tengah gejolak hasrat yang kian meningkat.

***

Ivana menuruni satu per satu anak tangga sembari membawa koper besar. Setelah membersihkan badan, dia langsung merapikan semua barang miliknya. Ivana sengaja membawa barang yang menurutnya penting saja. Sisanya, dia akan menyuruh asisten rumah tangga membuangnya. Hingga dia yang sudah menapakan kaki di lantai dasar langsung disambut dengan Arga yang menatapnya tajam.

“Mau kemana?” tanya Arga dengan sebelah alis sedikit terangkat.

“Ke rumah orang tuaku,” jawab Ivana singkat.

Arga menghela napas lagi, yang menandakan rasa lelahnya setiap berhadapan dengan Ivana. “Kita masih suami-istri. Kamu pikir kamu bisa seenaknya hanya karena kamu sudah meminta cerai?”

Ivana tertawa kecil mendengar ucapan pria di depannya. Mereka sudah akan berpisah. Arga juga tidak mempedulikan perasaannya. Lalu, dia harus tetap di rumah yang meninggalkan banyak sekali kenangan baginya? Benar-benar gila.

“Kalau kamu tidak mau melihat aku di sini, aku bisa pergi,” kata Arga kembali.

“Gak perlu repot-repot, Arga. Aku bisa pergi dari sini sekarang juga. Lagi pula aku tidak suka tinggal di rumah mantan,” sahut Ivana terdengar ketus.

Arga terdiam. Biasanya Ivana selalu bersikap manis, tetapi setelah semalam, wanita itu tampak dingin.

Ivana tidak terlalu memperdulikannya. Dia kembali melanjutkan langkah.

“Ivana, kamu mau kemana?”

Ivana menatap ke asal suara. Melihat sag mertua berdiri di hadapannya, Ivana menelan saliva pelan. Dia belum menyiapkan alasan apa pun untuk mertuanya.

“Ivana, kenapa kamu bawa-bawa koper? Kamu mau kemana?” tanya Gita. Dia langsung mendekat ke arah Ivana. Wajahnya sudah dipenuhi kecemasan.

“Aku ... aku ... aku harus pergi, Ma,” jawab Ivana tergagap. Dia benar-benar tidak memiliki alasan untuk mengelak.

“Pergi? Kenapa harus pergi?” tanya Gita lagi. Dia menatap ke arah putranya yang hanya dia dan melanjutkan ucapannya, “Arga, kenapa kamu diam saja? Seharusnya kamu cegah istrimu.”

“Ma, biarkan saja,” kata Arga datar.

“Bagaimana bisa dibiarkan saja? Dia itu istrimu. Dia bisa pergi kemana? Ini rumahnya dan –“

“Ma, aku dan Arga akan bercerai,” sela Ivana.

“Apa?” Gita langsung terdiam dengan wajah kaku. Otaknya seperti tersambar petir. Dia tidak pernah menyangka hal itu, membuatnya menatap ke arah Ivana.

“Katakan sekali lagi. Kalian mau apa?” Gita ingin memastikan kalau pendengarannya tidak salah.

“Kami akan bercerai. Hari ini kami akan mendaftarkannya,” ucap Ivana sekali lagi.

“Kenapa, Ivana? Apa anak mama melakukan kesalahan? Kalau iya, biar mama yang berikan hukuman dengannya, tapi jangan cerai,” sahut Gita. Dia meraih jemari Ivana dan menggenggam erat.

Namun, Ivana dengan tenang berkata, “Tidak bisa, Ma. Kami sudah mencoba bersama, tetapi tidak ada kecocokan diantara kami. Jadi, aku memutuskan untuk bercerai saja karena bersama juga hanya membuat kita merasa sakit. Kita akan mencari kebahagiaan kita masing-masing.”

“Tap—“

“Aku harap Mama mengerti. Sekarang aku harus pergi. Mama jaga diri baik-baik,” sela Ivana. Dia melepaskan genggaman di tangannya dan melangkah pergi.

Ivana mengabaikan teriakan sang mertua. Hingga dia keluar dan menaiki mobil. Ivana menatap rumah di depannya sekilas dan tersenyum tipis.

“Mulai sekarang kita tidak memiliki hubungan apa pun, Arga. Selamat tinggal,” ucap Ivana.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Godaan Mantan Istri   [23] Larangan Suami!

    “Lepas, Arga!”Arga yang baru sampai rumah langsung menghentikan langkah. Dadanya tampak naik-turun dengan rahang mengeras. Tatapannya begitu dingin. Jemari yang sejak tadi menggenggam tangan Ivana pun semakin mengerat.Ivana meringis kecil ketika merasakan genggaman semakin menegrat. Rasanya sakit, membuatnya semakin berontak. Hingga genggaman terlepas, membuat Ivana memundurkan langkah.“Kamu gila ya, Arga!?” Ivana yang sejak tadi menahan kesal pun langsung meluapkan emosi. Dia menatap tidak suka dengan cara Arga yang memaksanya.“Kamu yang gila, Ivana! Bisa-bisanya kamu datang ke tempat senam bersama dengan pria lain!” Arga yang sejak tadi menahan pun langsung meledak. Mengingat tangan Noah yang menyentuh pingan Ivana benar-benar membuat darahnya mendidih. Dia tidak tahu kenapa, tetapi ada perasaan tidak terima.Namun, hal berbeda dirasakan Ivana. Wanita itu tertawa kecil dan menggeleng beberapa kali. Rasanya lucu ketika kalimat itu dilontarkan oleh Arga. Jika pria lain, Ivana pas

  • Godaan Mantan Istri   [22] Perhatian yang Teralih

    Suasana di dalam ruang senam terasa begitu canggung. Pasalnya, Ivana harus berpasangan dengan Noah. Sedangkan Arga harus menemani Gwen. Meski begitu, entah sudah berapa kali Arga menatap ke arah Noah dan Ivana yang tampak santai. Rahangnya mengeras saat melihat tangan Noah melingkar di perut sang istri.Namun, Arga tidak melakukan apa pun. Dia hanya bisa menahan kesal dan perasaan aneh yang tiba-tiba saja menyelimutinya. Dia tidak terima dengan apa yan dilakukan Noah. Dia seperti ingin menghabisi siapa saja yang menyentuh tubuh istrinya. Sayangnya, Arga tidak bisa melakukan apa pun. Dia tidak mungkin menyingkirkan Noah di tengah banyaknya peserta senam. Kalau itu sampai terjadi, dia takut akan membuat malu. Tetapi, di tengah kericuhan hatinya, dia mulai berpikir.‘Kenapa rasanya aneh? Padahal biasanya tidak seperti ini,’ batin Arga.“Arga, kamu kenapa diam saja?” tanya Gwen dengan nada berbisik.Arga yang sempat melamun pun menggelengkan kepala dan menjawab, “Tidak apa-apa.”Namun,

  • Godaan Mantan Istri   [21] Perasaan Cemburu

    “Memangnya siapa dia mau ngatur-ngatur aku? Dia sendiri saja dengan wanita lain,” gerutu Ivana.Ivana kembali membuang napas kasar, merasa kesal setiap kali mengingat tingkah Arga yang mulai mengaturnya. Padahal jelas-jelas Arga sudah mencintai Gwen, selalu mementingkan wanita itu, tetapi sekarang malah melarangnya. Ivana yang mengingat juga tidak ada hentinya memaki dalam hati. Hingga dering ponsel terdengar, membuat Ivana langsung menatap ponsel dan mengangkatnya.“Halo, Noah,” sapa Ivana.“Halo, Ivana. Apa kamu sibuk hari ini?” tanya Noah dari seberang.“Aku mau ke tempat senam, Noah. Hari ini adalah hari pertamaku mulai ikut senam ibu hamil,” jawab Ivana.“Ah, aku pikir kamu tidak sibuk. Soalnya aku mau mengajakmu jalan-jalan. Aku baru pulang dan tidak tahu tempat yang bagus,” katta Noah.“Sayang sekali, untuk sekarang aku gak bisa. Mungkin lain waktu saja,” ucap Ivana, “kalau begitu, aku tutup dulu telponnya. Aku sudah mau sampai.”Noah yang berada di seberang bergumam pelan. Dia

  • Godaan Mantan Istri   [20] Jauhi Dia!

    “Siapa pria itu, Ivana? Kenapa kamu bersamanya?”Ivana yang baru masuk rumah langsung disuguhi dengan pertanyaan yang menyebalkan. Langkahnya pun terhenti dan menatap ke arah Arga. Ekspresi wajahnya datar, tidak menunjukkan kelembutan seperti biasanya.“Apa urusanmu, Arga?” Ivana balik bertanya. Nada suaranya sinis.“Jawab saja pertanyaanku, Ivana.” Arga menekankan satu per satu di setiap katanya. Dia menatap tajam dengan rahang mengeras. Melihat Ivana yang tidak menganggapnya membuat Arga menjadi tidak nyaman. Dia seperti tidak rela.Ivana kembali ditanya pun membuang napas kasar. Dengan malas dia berkata, “Siapa dia tidak ada hubungannya denganmu, Arga. Jadi, jangan ikut campur.”Jangan ikut campur? Arga tertawa kecil mendengarnya. Dia menggelengkan kepala dan mulai bangkit. Dia melangkah ke arah Ivana berada, berhenti tepat di depan istrinya.“Kalian memiliki hubungan spesial?” Kali ini, Arga memilih mengganti pertanyaannya.“Apa-apaan sih, Arga. Dia itu cuma sahabatku. Dia baru pu

  • Godaan Mantan Istri   [19] Siapa Dia?

    ‘Siapa pria itu?’Arga yang baru sampai di apartemen Gwen hanya diam. Pikirannya masih tertuju dengan pria yang bersama Ivana. Itu pertama kali dia melihatnya. Ditambah mengingat senyum si bibir sang istri, membuat Arga kembali merasakan hal berbeda. Hatinya tidak nyaman. Dia juga merasa marah setiap kali mengingatnya.“Arga, kamu mau makan apa?” tanya Gwen.Namun, Arga tidak mendengarkan. Dia masih sibuk dengan hatinya sendiri. Ada perasaan tidak rela melihat Ivana tersenyum dengan pria lain. Dalam hati dia bergumam, ‘Biasana senyum itu milikku, tetapi sekarang dia malah sebahagia itu bersama pria lain.’ Hingga Gwen yang sejak tadi merasa diabaikan menyenggol lengannya, membuat Arga tersentak kaget.“Arga, kamu melamun?” tanya Gwen.“Hah?” Arga benar-benar tidak mendengarkan Gwen. Sejak tadi dia sibuk dengan pikirannya sendiri.“Apa kamu mengatakan sesuatu?” tanya Arga pada akhirnya.“Dari tadi aku tanya, kamu mau makan apa? Mau aku masakin atau gak?” Gwen tampak kesal karena perhati

  • Godaan Mantan Istri   [18] Bertemu Teman Lama

    Arga yang baru sampai apartemen Gwen langsung membuka pintu. Dia memang sengaja meminta aksen masuk. Tujuannya satu, kalau terjadi hal tidak diinginkan dengan Gwen, dia bisa datang dan tidak perlu menunggu wanita itu membukakannya. Hingga dia yang sudah masuk melihat pecahan kaca, membuat Arga semakin cemas.“Gwen,” panggil Arga.Gwen yang awalnya sibuk dengan ponsel langsung terkejut ketika mendengar suara Arga masuk. Buru-buru dia meletakkan benda pipih itu dan menarik selimut. Gwen memegangi perut, sedikit menekan dengan posisi tidur meringkuk. Gwen mendesis kecil dengan kedua mata terpejam.“Gwen.”Gwen yang mendengar Arga membuka pintu pun langsung mengalihkan pandangan, menatap Arga yang sudah masuk. Wajahnya tampak cemas, membuat Gwen semakin besar kepala. Dia merasa menang karena bisa mendapat perhatian dari pria itu.“Kamu kenapa? Apa masih sakit?” tanya Arga. Dia mulai berjongkok dan mengelus perut Gwen.Gwen menggelengkan kepala kecil, berpura-pura begitu lemah. Dia bahkan

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status