LOGINIvana duduk di cafe, menatap jalanan yang tampak begitu ramai. Saat ini sudah jam pulang kerja, jalanan mulai ramai. Tapi Ivana enggan untuk pulang.
“Halo, Ivana. Lama tidak berjumpa.”Saat Ivana menoleh, dia mendapati Gwen sudah berdiri di depannya dengan senyum khasnya. Rasa marah Ivana muncul, membuat wajahnya tidak terlihat ramah sama sekali.
“Untuk apa kamu ke sini, Gwen?” tanya Ivana.
Gwen yang melihat reaksi Ivana pun langsung tertawa kecil. Dia mulai menyandarkan tubuh dengan punggung kursi dan menyilangkan kaki. Mannik matanya menatap lekat ke arah Ivana berada.
“Kalau tidak ada yang mau kamu katakan, lebih baik pergi saja,” ucap Ivana. Dia mengambil gelas di dekatnya dan meneguk perlahan. “Aku mau kamu berpisah dengan Arga, Ivana.” Deg. Ivana yang mendengar ucapan Gwen pun terdiam. Dia berpikir sejenak, tetapi setelahnya dia meletakkan gelas dan duduk dengan tenang. Ivana menatap lekat ke arah Gwen berada. “Darimana keberanianmu ini berasal, Gwen?” tanya Ivana. Dia penasaran, kenapa Gwen begitu berani memerintahnya. “Tentu saja dari cinta Arga, Ivana,” jawab Gwen dengan rasa percaya diri, “aku tahu kalau selama ini Arga dan kamu tidak saling mencintai. Kalian menikah hanya karena perjodohan.” “Tapi Arga tidak menolaknya,” ucap Ivana dengan santai. Dia menatap lekat, tidak berpaling sama sekali. “Itu karena aku tidak ada di sana. Kalau aku ada, dia pasti akan menolakmu. Kamu tahu? Kamu itu hanya pengganti di saat aku pergi dan sekarang, aku sudah kembali. Sudah seharusnya pengganti pergi, kan?” Ivana terdiam mendengar hal itu, tetapi kedua tangannya mengepal dengan rahang sedikit mengeras. Dia yang awalnya tenang, kali ini mulai terpancing dengan satu kenyataan yang dibawa Gwen. Kenyataan yang selama ini coba diubahnya. “Arga itu tidak pernah mencintaimu, Ivana. Jadi, jangan bermimpi untuk terus menjadi istrinya. Lagi pula, selama menikah, dia tidak pernah menyentuhmu, kan? Aku rasa itu sudah pertanda kalau dia tidak menganggapmu sebagai pendamping,” kata Gwen kembali. Bibirnya menunjukkan senyum penuh kepuasan. “Jaga ucapanmu, Gwen. Aku memiliki batas kesabaran,” tegas Ivana dengan suara ditekan. “Maaf, aku lupa,” sahut Gwen dan tersenyum mengejek, “tapi aku rasa tidak ada salahnya aku menyadarkanmu, Ivana. Jangan terus menggenggam apa yang tidak bisa kamu genggam. Lagi pula, pernikahanmu selama ini, tidak ada artinya sama sekali. Hal mudah untuk mengakhirinya.” Ivana yang lagi-lagi mendengar ejekan itu hanya diam. Dia masih menahan emosi, tidak ingin lepas kendali. Bagaimanapun ini tempat umum dan Ivana tidak mau menjadi pusat perhatian. “Lebih baik kamu pergi dari sini, Gwen. Aku tidak sudi melihat wanita murahan sepertimu,” ucap Ivana dengan tegas. Gwen yang mengetahui kalau Ivana terpancing pun tersenyum lebar. Dia membuang napas kasar dan bangkit. Kakinya hendak melangkah, tetapi niatnya terhenti ketika mengingat sesuatu. Dia pun kembali menatap ke arah Ivana berada. “Aku sampai lupa memberitahumu. Aku hamil, Ivana. Aku hamil anak Arga,” kata Gwen. “Apa?” Seperti disambar petir, Ivana langsung terdiam. Kedua matanya melebar dengan mulut sedikit terbuka. Dia benar-benar terkejut dengan apa yang didengarnya kali ini. “Kalau tidak percaya, ini buktinya,” ucap Gwen. Dia langsung mengambil sesuatu di dalam tas dan memberikan ke arah Ivana. “Itu hasil pemeriksaan kandunganku. Usia bayinya sudah enam minggu. Sebentar lagi, Arga akan menjadi ayah,” imbuh Gwen. Ivana yang melihat hasil itu hanya diam, tetapi perlahan jemarinya menggenggam kertas dalam tangannya kasar. Air matanya menggenang di pelupuk mata dengan perasaan tidak karuan. ‘Kamu keterlaluan, Arga. Kamu tidak menyentuhku dan malah menyentuh wanita lain. Brengsek kamu, Arga,’ batin Ivana. *** Hening. Ivana hanya duduk di ruang keluarga dengan mata sembab.Selama empat tahun menikah, dia tidak pernah mengkhianati suaminya. Ivana juga merasa bahwa dirinya sudah memperlakukan Arga dengan baik. Pria itu adalah prioritasnya.
Namun, semua yang dilakukan ternyata tidak membuahkan hasil sama sekali. Arga masih tetap mencintai cinta pertamanya. Awalnya Ivana berpikir kalau dia bisa mempertahankan Arga, tetapi nyatanya salah. Arga masih tetap tidak berpaling dari Gwen. Lamunannya buyar ketika mendengar langkah kaki semakin mendekat. Ivana pun mengalihkan pandangan, menatap ke asal suara. Hingga Arga melangkah di depannya, tepat di jam-jam pria itu pulang kerja seperti biasa. “Arga, aku mau bicara.” Arga yang mendengar hal itu pun langsung menghentikan langkah. Dia mengalihkan pandangan, menatap Ivana yang terlihat begitu serius. “Cepat katakan apa yang mau kamu bicarakan. Aku lelah dan mau istirahat,” kata Arga tanpa menatap Ivana. “Ayo kita cerai.”Arga yang mendengar hal itu pun terdiam.
‘Apa dia bercanda?’ batin Arga, masih tidak percaya. Dia tahu sebesar apa Ivana mencintainya. Jadi, hal mengejutkan karena Ivana yang tiba-tiba mengajak berpisah. “Aku tahu kalau Gwen sudah kembali. Selama ini kamu juga bersama dengannya, kan?” tanya Ivana. Meski begitu, dia berharap Arga masih menyangkalnya. Namun, Arga hanya menghela napas, memperlihatkan rasa muaknya pada Ivana. “Sekarang kamu mempermasalahkan hal ini. Apa tidak ada hal lain lebih penting yang bisa kamu bahas?” ‘Kamu jahat, Arga. Kamu bahkan tidak mementingkan perasaanku,’ batin Ivana menjerit. Namun, Ivana tidak menunjukan kesedihannya. Dengan kedua tangan mengepal dia kembali berseru, “Dia cinta pertamamu, Arga!” “Lalu?” jawab Arga kembali. “Kalau begitu, apa selama menikah, kamu tidak memiliki perasaan denganku?” tanya Ivana kembali. Arga menatap Ivana dan tertawa, seolah pertanyaan Ivana benar-benar konyol. “Kamu serius menanyakan hal itu?”Hal itu yang membuat Ivana tersenyum miris. Dia merasa kalau perasaannya selama ini sia-sia. Ya, tentu saja Arga tidak pernah mencintainya selama menikah.
“Tidak perlu kamu jawab. Aku tahu jawabannya,” ucap Ivana. Sebelum melanjutkan, dia menarik napas dalam dan membuang secara perlahan, “kalau begitu, aku mau kita cerai, Arga. Kamu bisa bersama dengan Gwen tanpa harus sembunyi-sembunyi. Tapi, aku memiliki satu syarat.”
“Apa?” “Sentuh aku.”“Apa?!”Ivana yang mendengar kabar mengejutkan itu langsung memekik dengan kedua mata melebar. Dia bahkan refleks bangkit, tidak mempedulikan keberadaan Arga yang saat itu sedang menghabiskan makanan.“Anika, kamu serius dengan ucapan?” tanya Ivana kembali. “Aku serius. Semalam keluarga kita sudah bertemu dan membicarakan mengenai pernikahanku dan Noah. Aku juga akan mencari gaun pengantin hari ini,” jawab Anika. Ivana yang mendengar hal itu langsung tersenyum lebar. Dia benar-benar bisa bernafas lega. Akhirnya cinta Anika yang selama ini hanya disimpan rapat-rapat bisa terwujud juga. Dia benar-benar terharu. “Ivana, apa kamu bisa datang? Pernikahanku dan Noah akan berlangsung satu bulan lagi,” kata Anika.“Tentu saja aku datang ke acara penting kalian. Tidak mungkin aku melewatkan hal ini,” sahut Ivana tanpa pikir panjang. Dia tidak ingin melewatkan momen berharga sahabatnya tersebut. “Tapi, bukannya Arga mengatakan kalau kalian akan berlibur selama dua bulan?” tanya Anika lagi.
Dering telepon terdengar begitu nyaring. Arga dan Ivana yang masih terlelap juga mulai terganggu. Ditambah dengan sinar matahari yang mulai memasuki celah jendela, membuat keduanya mulai membuka mata secara perlahan. Ivana yang melihat tidak ada reaksi dari sang suami pun langsung menyikut pelan, membuat Arga menatap ke arah wanita tersebut. “Ponselmu bunyi,” ucap Ivana. Dering yang terus terdengar benar-benar mengganggu pendengarannya. Padahal Ivana masih mengantuk, tetapi harus terbangun karena suara yang terus berulang.Arga sendiri masih ingin memejamkan mata, tetapi terpaksa mengulurkan tangan dan mengambil benda pipih tersebut. Tanpa melihat nama yang tertera, Arga langsung mengangkatnya. Dia mendekatkan ponsel di telinga dan bertanya, “Ada apa?”“Arga, kamu dan Ivana sudah sampai?”Arga yang mendengar suara sang Mama langsung membuang nafas kasar. Sebelumnya dia pikir itu adalah telepon dari anak buahnya. Itu sebabnya, ada suara Arga tadi terdengar ketus. “Aku dan Ivana sudah
“Selamat datang Tuan dan Nyonya.”Ivana yang baru saja keluar dari mobil sudah disambut dengan deretan pegawai hotel. Sebenarnya dia merasa risih dengan sambutan kali ini, tetapi Ivana tidak bisa menolak. Ini adalah salah satu hal wajib yang harus mulai dia biasakan setiap kali keluar dengan Arga.“Mari kami antarkan ke kamar,” ucap salah satu pegawai.Ivana hanya menganggukkan kepala. Dia melangkahkan kaki, memasuki hotel yang terlihat begitu mewah. Bangunan itu juga milik suaminya. Arga mengelola beberapa usaha, termasuk perhotelan. Jadi, sambutan beberapa menit yang lalu juga karena Arga merupakan pemilik dari hotel tersebut. “Bagaimana menurutmu? Apa bagus?” tanya Arga yang sejak tadi merangkul sang istri. Ivana hanya menganggukkan kepala. Sebenarnya dia tidak terlalu tahu mengenai desain dari sebuah bangunan, tetapi melihat suasana yang begitu tenang, Ivana cukup senang. Ornamen dari bangunan tersebut juga tampak begitu sederhana, tetapi jelas begitu nyaman karena fasilitas yan
“Noah, akhirnya kamu datang.”Noah yang mendapat sambutan dari Anika langsung tersenyum lebar. Raut wajahnya menunjukkan kebahagiaan. Dia juga langsung melangkah lebar, mendekat ke arah kekasihnya berada. “Maaf membuatmu menunggu lama. Tadi aku harus mengantar Arga dan Ivana dulu,” kata Noah. Anika menganggukkan kepala dan bergumam pelan. Bibirnya terus menyunggingkan senyum lebar, menatap ke arah Noah yang baru saja datang. Sejak tadi menunggu pria itu membuat Anika tidak sabar. Hingga dia kembali melangkah ke arah meja, mengambil piring dan menuju ke arah Noah berada. “Ini menu baru yang aku buat. Silakan cicipi,” kata Anika.Seperti biasa, Noah yang harus mencicipi lebih dulu. Dia yakin, menu baru yang dimaksud kekasihnya itu bahkan belum dinikmati oleh semua orang. Biasanya, dia adalah yang pertama. Sesuap kue mulai dikunyah oleh Noah. Dia benar-benar seperti sedang menikmati buatan tangan sang kekasih. Hingga dia menganggukkan kepala. “Enak,” kata Noah. “Bisa untuk dijual?”
“Sayang, aku sudah selesai menyiapkan semua keperluan kita. Jadi, sekarang kita bisa berangkat. Kamu juga sudah siap, kan?”Ivana yang mendengar hal itu hanya terdiam. Dia masih merasa ragu dengan keputusannya kali ini. Kemarin dia sempat setuju karena merasa jika tidak masalah untuk berlibur sebentar, tetapi nyatanya saat hari keberangkatan, rasanya begitu berat. Meskipun dia tidak mengurus putranya sehari penuh, tapi setidaknya saat dia kembali ke rumah masih bisa melihat wajah bocah kecil itu. “Sayang, kenapa diam saja? Kamu tidak mau pergi?” Arga yang sadar dengan perubahan sikap sang istri langsung mendekat. Dia mulai bertanya dan memeluk wanita itu. Ivana sendiri hanya terdiam. Dia menarik nafas dalam dan membuang secara perlahan. Beberapa kali dia melakukan hal yang sama, berusaha menenangkan perasaannya. Hingga dia yang sudah merasa membaik melepaskan dekapan di pinggang dan membalik tubuh. Kali ini Ivana sepenuhnya menatap sang suami. “Ada yang mengganggu pikiranmu?” tanya
“Akhirnya semua urusanku selesai. Tinggal mereka yang menentukan hasil akhirnya saja,” kata Ivana. Ivana yang baru sampai rumah langsung duduk di sofa, meregangkan tubuh yang terasa begitu lelah. Seharian dia harus berpindah beberapa tempat hanya untuk mengurusi masalah Noah dan Anika. Dia yang awalnya ingin berbelanja pun terpaksa harus diurungkan. Ivana tidak memiliki tenaga lagi kalau harus berjalan-jalan di mall dan mencari keperluannya. “Nyonya sudah pulang?” Ivana pun mengalihkan pandangan. Melihat Ani yang tersenyum ke arahnya, Ivana juga ikut tersenyum. Asisten rumah tangganya itu selalu melakukan pekerjaan dengan sangat baik. Sejak ada Ani, dia juga jarang melakukan pekerjaan rumah. “Mau saya buatkan minuman, Nyonya?” tanya Ani kembali. “Gak perlu. Aku mau istirahat saja,” jawab Ivana. Dia ingin merebahkan tubuh. Meski tidak tidur, tetapi setidaknya bisa membuat tubuhnya sedikit rileks. Ivana pun langsung bangkit dan melangkah pelan. Dia mulai menaiki satu per







