Tunggu terus kelanjutannya ya ~~~ Aku akan usahakan rajin update biar kalian senang. Berharap banyak yang baca nggak apa-apa dong ya. Biar dollarnya ngalir❤️
Nara sudah siap ke kampus, memakai kemeja rapi, menyandang tas, satu buku cetak besar di peluk ke dada, tapi alih-alih berangkat dia malah duduk di kursi kecil di samping sofa. Ya. Nara asyik memperhatikan Rega yang masih tertidur pulas. Padahal sudah pukul 7 lewat 15 menit, tapi dianya masih pulas dengan kain yang menyelimuti hingga dagu. Wajah saat tidur Rega sangat kalem dan menggemaskan seperti bayi. Mana tega Nara membangunkannya. Malah dengan telapak tangannya, Nara menghalangi cahaya masuk lewat gorden agar tak mengenai kelopak mata Rega. “Loh, belum pada berangkat?” tanya Nenek Ratih tiba-tiba membuat Nara menoleh dengan picingan tajam dan menempel telunjuk di bibirnya. Seolah tak merasa bersalah, Nenek Ratih melanjutkan bicaranya. “Sudah jam berapa ini? Biasanya juga udah jalan?”Bola mata Nara makin melotot ke arah Neneknya tanda ia sangat marah. Nenek apaan sih? Udah dikodein masih aja ngomong. Gangguin Rega lagi tidur aja. Nara ngedumel dengan bibir yang diketap dan di
Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa sudah malam minggu lagi. Nara yang terlanjur janji dengan Luna akan menghadiri acara pembukaan butik, menyetujui untuk pergi dengan Rega. Yah, walaupun dia akan bertemu Kaisar di sana. Berharap saja pria itu tak berbuat yang macam-macam. Karena ini acara resmi, dan karena tidak ingin membuat Luna kecewa telah mengundangnya, Nara memilih memakai dress biar tampak feminim. Dress sepantaran paha berwarna krem dengan lengan panjang dan bagian bahu yang sedikit terbuka membuat ia terkesan seksi. ‘Duh, jangan sampai Kaisar tergoda deh. Ini juga pakai karena terpaksa.’ Nara bergumam sendiri seraya memperhatikan penampilannya di cermin full body. Menggoyang-goyangkan badannya ke kiri kanan hingga ujung dress-nya ikut bergoyang. ‘Cantik juga gue kayak gini,’ gumamnya lagi dengan sudut bibir terangkat naik. “Loh, udah cantik aja? Mau makan malam di rumah Rega lagi ya?” Nenek Ratih datang menyambangi cucunya karena pintu kamar memang tidak tertutup sem
DeLuna Boutique sudah ramai oleh tamu undangan. Luna yang tampil cantik dengan gaun panjang terbelah hingga bagian paha dan dada berbentuk huruf V terlihat menyapa satu persatu kenalannya. Semuanya mengucapkan selamat untuk Luna. Wanita itu tertawa senang meski dalam hatinya pedih, karena yang diharapkan sama sekali tak peduli pada pencapaiannya. Kaisar. Suaminya itu malah sibuk dengan ponselnya, alih-alih menemani Luna berkeliling.Luna memicing tajam ke arah Kaisar yang sama sekali tak menengok padanya. Wanita itu dengan membawa senyum terpaksa menyambangi satu persatu tamu yang masih berdatangan, hingga mobil keluarganya juga terlihat masuk area parkiran. “Ma, Pa, makasih ya udah mau datang.” sambut Luna pada mama dan papa angkatnya yang kemudian jadi mama dan papa mertuanya. “Selamat ya, sayang. Kamu hebat. Kami bangga.” ucap Mama Dahlia memeluk Luna lalu mencium pipi kiri kanan. “Rega sebentar lagi juga sampai, dia jemput Nara dulu.” Papa Gunawan ikut bersuara, satu tangan m
YES! Kaisar mengepal erat buku tangannya dengan senyum miring yang mengembang saat mata jelinya menangkap kalau Nara sudah pergi ke belakang karena dress nya ketumpahan air. “Mas, perintahnya sudah saya laksanakan ya.” ucap pelayan wanita sambil menunduk ke arah Kaisar. “Iya, gue tau kok. Kerja bagus ya. Ingat, jangan bilang siapa-siapa. Kalau sampai bocor, gue pastiin lo pelakunya.”“I—iya Mas. Saya paham.” Pelayan wanita itu pun beredar dari hadapan Kaisar. Seperti peringatan Kaisar barusan, tidak boleh ada yang tahu kalau dia sengaja menumpahkan minuman ke dress Nara atas perintah Kaisar. Kaisar pun dengan tidak sabaran namun berhati-hati mengekori Nara ke kamar mandi. Nara pun tampaknya tak menyadari kalau dia sedang diikuti, hingga tangannya dicekal oleh Kaisar dari belakang dan otomatis dia berputar haluan menghadap pria itu. Mata Nara seperti mau melompat dari kedudukannya begitu juga dengan jantungnya. “Lo? Ngapain ngikutin gue ke mari?” Alih-alih menjawab, Kaisar malah
Di luar di antara orang ramai sedang menikmati hidangan, Rega tampak bolak-balik mengecek jam tangan. Pasalnya, Nara belum juga pulang dari belakang, sudah hampir 20 menit berlalu. Hanya mencuci dress yang ketumpahan tidak perlu selama itu, kan? “Nara mana sih? Apa gue susul aja?” Rega bertanya dengan dirinya sendiri, kemudian keningnya terlihat berkerut. “Nggak usah aja deh. Apa kata orang kalau ada yang melihat gue di depan toilet cewek?” putusnya kemudian. Hal serupa juga terjadi pada Luna. Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekeliling demi mencari keberadaan suaminya, tapi tak kunjung ketemu. “Di mana sih dia? Bahkan dihari penting begini dia tak mau mendampingi aku sampai akhir. Dasar! Suami gila. Awas saja kalau sampai dia pergi menemui pacar barunya itu.” ***Aldo, karyawan pria satu-satunya yang dipekerjakan Luna kebetulan sedang mengecek sesuatu di belakang ketika tiba-tiba mendengar suara srat-sret seperti suara gesekan sepatu di loron
“Yang tadi itu, bukankah suaminya Luna? Siapa namanya? Kaisar? Kenapa dia keluar dari toilet bersama seorang wanita?” Rupanya Aldo tidak langsung pergi setelah tidak mendengar bunyi srat-sret di lorong menuju toilet tadi, dia sengaja bersembunyi untuk melihat siapa yang kemudian keluar dari sana. Dan siapa yang dia temukan? Kaisar bersama seorang wanita muda. Apa dia berselingkuh dari Luna? Apa Luna sudah tahu? Apa itu sebabnya Luna terlihat tidak baik belakang ini? Lalu, begitu Aldo keluar, ia mendapati penampakan aneh dan membingungkan. Wanita muda yang tadi bersama Kaisar malah menghampiri seorang pemuda yang baru dikenalnya adalah adik ipar Luna, lebih tepatnya adik kandung Kaisar. Jadi, maksudnya, Kaisar bermain api dengan pacar adiknya sendiri? Ah, apa-apaan ini? Aldo sendiri jadi bingung. Haruskah aku beritahu Luna siapa selingkuhan suaminya? “Aldo, kamu juga belum pulang?” Suara Luna mengagetkan Aldo sekaligus menyadarkannya kalau hari sudah semakin larut. Tamu undangan
“Gimana pekerjaan kamu, Ra? Lancar-lancar aja, kan? Maaf ya, kalau aku nggak pernah jenguk kamu di sana.”Nara dan Cantika sedang di kelas, pelajaran baru akan dimulai lebih kurang 15 menit lagi. Cantika bertanya begitu karena dilihatnya sang sahabat yang selalunya ceria dan banyak omong hari ini terlihat lebih banyak diam. “Pekerjaan gue lancar kok. Bahkan gue dapat bonus besar karena akhir Minggu kemarin sibuk banget sampai lembur ngerjain pesanan.”“Oh ya? Bagus dong. Kapan nih traktirannya?” goda Cantika dengan bersemangat, tapi sang sahabat tetap saja bermuram durja, seperti sedang menghadapi masalah besar. Padahal katanya dapat bonus. “Kapan-kapan deh ya. Suasana hati gue lagi kurang baik nih, nggak seru dong entar.”Cantika memandang lurus ke arah Nara, mencari kejujuran di mata indah itu. “Kenapa? Pria ganteng itu lagi?”Nara menghela nafas berat sebagai jawaban, membuat Cantika yakin tebakannya tidak meleset lagi. Oh ya, Nara belum cerita, kan, soal pria yang dibilang gante
“Astaga! Cantika! Jadi selama ini lo bohong sama gue? Mulut gue hampir berbusa ngomelin Elsa, tapi ternyata pelakunya itu lo?” Nara keluar dari perpustakaan yang berada di lantai 3 gedung itu dengan dadanya yang berbuku, semacam ada batu mengganjal di sana. Udara di sekitar wajahnya juga jadi panas. Gadis itu sangat tidak habis pikir. Kenapa bisa Cantika? Aish, tangan Nara meremas udara kosong. Di belakangnya, Cantika juga Elsa mengekorinya dengan langkah tergesa-gesa.“Iya... iya, gue minta maaf. Habisnya gue nggak bisa nolak pesonanya. Dia terlalu ganteng untuk diacuhkan, Nara.” Jawaban Cantika membuat gadis bermata sipit itu menoleh dengan wajah gemas. Ya, gemas pengen cubit-cubit itu wajah tembem Cantika. Nggak dapat jambak rambut, cubitin wajahnya sampai memerah juga nggak apa-apa, kan?“APA? PESONANYA? Gue nggak lagi salah dengar, kan? Emang dia ngapain di depan lo sampai lo terpesona, hah?” Dada Nara dibusungkan, suaranya juga penuh penekanan saat menyebut pesonanya. Uek.