“Ngapain lagi sih lo di sini? Masih nungguin Nara?”Elsa berada di parkiran kampus siang menjelang sore itu ketika mata jelinya tertangkap siluet wajah Kaisar berada dalam mobil yang jendelanya terbuka sebagian. Dari jarak beberapa meter saja, wajah Kaisar sudah terlihat begitu mempesona, membuat Elsa buru-buru menghampiri. Gadis itu penasaran tingkat dewa kenapa Kaisar masih saja nekat menemui Nara. Apa dia tak tahu Nara sudah punya pacar? Apa tidak ada gadis lain yang mau dipepet? Elsa sendiri, misalnya. Ck!“Ya iyalah, Nara. Siapa lagi? Nggak mungkin lo.” Kaisar melempar tatapan geli ke arah Elsa, seolah gadis itu adalah belut yang sangat dia benci. “Kali aja lo nungguin gue.” Elsa menyahut dengan percaya diri tanpa tersinggung ucapan Kaisar sebelumnya.“Jangan ngarep. Gue tuh sornya sama gadis kayak Nara, bukan kayak lo gini.” Alih-alih sebal karena berdebat dengan gadis nggak penting seperti Elsa ini, Kaisar malah membayangkan ada Nara yang duduk di sampingnya, tersenyum menggo
Kinara alias Nara ingin sekali membejek-bejek wajah sok mempesona pria yang tengah menyetir dengan santai di sampingnya, tapi dia urung melakukannya. Walhasil, dia hanya meremas kedua tangannya yang sudah kepalang gatal. Bagaimana tidak kesal? Untuk kedua kalinya, dia tak mampu mengelak ajakan Kaisar naik ke mobil mewahnya. Kaisar pasti mengira dia gadis murahan karena mau-mau saja diajak naik ke mobil. Habisnya, kalau tidak begitu, pria gila itu tak akan berhenti membunyikan klakson mobilnya. Cantika juga, gencar sekali mengirimi pesan membuat Nara menghela nafas berkali-kali. Gadis itu seolah sudah terpesona dengan ketampanan Kaisar. Duh, siapa sih yang tampan? Jangan ngomong ngaco deh thor. “Ra, kamu di bawa ke mana sama pria tampan itu? Kamu nggak beneran selingkuh sama dia, kan?”Cantika sedang mengetik...“Ra, jawab dong. Gue penasaran banget nih. Dia tampan, mapan juga, kamu jangan tergoda ya!”Cantika sedang mengetik...“Ra, jangan lama-lama ya. Aku tungguin kamu, kita ke t
“Teman lo bilang, pacar lo dari keluarga kaya raya, tapi kenapa lo harus masuk klub malam demi mencari uang?”Dengan amat sangat terpaksa, Nara mengikuti kemauan Kaisar makan siang bersama. Mereka makan di sebuah cafe berlantai 2 yang terlihat cukup ramai. Mengambil duduk di lantai atas yang terlihat sangat rapi, nyaman dan estetik. Karyawan cafe juga tampaknya sangat ramah, dan semacam telah mengenal Kaisar. Mungkin Kaisar adalah pelanggan setia cafe ini. Ah, tapi apa peduli Nara? Hingga satu pertanyaan yang terlontar dari mulut Kaisar membuat Nara merapatkan bibirnya. Selera makannya mendadak hilang. Menaruh garpu dan pisau pemotong steak begitu saja di atas meja. Meminum jus jeruk dengan sekali teguk sampai tandas. “Teman yang mana? Nggak ada ya, teman yang menjerumuskan temannya sendiri,” ketus Nara. Dia memang kesal pakai banget sama Elsa, tapi lebih dari itu dia tak mau Kaisar menerobos masuk lebih jauh dalam hidupnya. Pakai bawa-bawa Rega dan keluarganya pula. Kaisar mengan
Malam harinya di rumah Nara. Nenek Ratih yang sedang menjahit pakaian yang sobek menanyakan pada cucunya itu soal lamaran pekerjaan yang dibilang Nara tadi pagi, apakah diterima atau tidak. Gadis dengan rambut dicepol asal ke atas itu mencebik bibirnya. Dalam hati dia berkata, ‘boro-boro diterima, datang melamar aja nggak.’“Kenapa ekspresinya jelek begitu? Nggak diterima ya?” tebak nenek Ratih. Menggeleng kepala. “Bukan nggak diterima, tapi belom pergi ke tempatnya.”“Kenapa begitu? Memangnya habis kuliah nggak langsung ke sana?” Karena pertanyaan nenek, Nara jadi teringat soal tadi sore di kampus. Helaan nafas keluar dari mulutnya disertai gerakan memanyunkan bibir. Gadis itu pun bangun dari duduknya, bergerak meninggalkan nenek Ratih yang kemudian memandangnya keheranan. ‘Cantika, maaf ya. Tadi itu, lo pasti kelamaan nungguin gue, kan? Kita nggak jadi ke tempat paman lo deh buat ngelamar kerjaan. Gue janji deh, besok pasti.’ Nara mengirim pesan di aplikasi hijau ke teman baikny
Pukul 7 malam di kamar Nara. “Duh, kok nggak ada baju yang cocok ya?” keluh Nara sambil mondar-mandir bak setrikaan di depan lemari pakaiannya. Nenek Ratih yang sejak beberapa menit lalu berdiri di pintu tanpa sepengetahuan Nara, menggeleng kepala melihat tingkah cucu perempuannya itu. “Masa baju sebanyak itu nggak ada yang cocok?”Suara nenek yang mengagetkan Nara membuat gadis yang tengah menggigit kukunya itu tergigit sama bibirnya sendiri. Terang saja dia mengaduh. Awh.Dari setengah jam lalu, satu persatu baju dalam lemari itu sudah ia coba dan padu padankan. Bahkan sampai semua baju dalam lemari itu berceceran di lantai dan tergeletak di kasur. Namun, tidak ada yang sesuai dan cantik di matanya. Untuk bertemu keluarga besar Rega, tentu saja Nara harus tampil secantik mungkin, kan? Dia tidak mau membuat Rega malu di depan keluarganya. Bagaimana ini? “Nek, gimana dong? Nggak ada yang cocok.” Nara tetap mengeluh pada nenek Ratih seraya melorotkan pundaknya padahal dia tau tak
Malam Minggu dianggap sebagai malam panjang, malam penuh bahagia bagi kebanyakan orang. Namun, tidak bagi Kaisar. Malam itu adalah petaka, karena setiap kali tiba, mamanya akan memaksa datang ke rumah untuk berbagai alasan. Kali ini giliran Rega yang akan mengenalkan pacarnya pada keluarga besar. Sebagai abang satu-satunya, Kaisar harus menghadiri makan malam itu dan tentunya bersama istri tercinta. Ini juga alasan Kaisar malas pergi, karena lagi-lagi mamanya akan mengungkit soal anak. Harusnya malam ini Kaisar bisa mengunjungi Nara ke rumahnya, sedikit memaksa gadis itu agar mau keluar dengannya sepertinya lebih menyenangkan. “Ingat ya, Lun. Kalau mama ngomong soal momongan, jangan diladeni. Cukup senyumin aja!” Begitu yang Kaisar tegaskan pada Luna tadi sebelum mereka benar-benar masuk ke rumah keluarganya. Tapi, apa yang terjadi sekarang? Dalam waktu dekat, Mama Dahlia, mamanya Kaisar berencana mengajak Luna ke dokter kandungan untuk program hamil. Bagaimana kalau mama Dahlia s
Sama seperti Nara yang kaget melihat kehadiran Kaisar di meja makan keluarga itu, Kaisar juga kaget mendapati gadis yang datang bersama Rega sebagai pacar adiknya adalah Nara. Jadi, pacarnya yang gue lihat sekilas waktu itu... Rega? Kaisar juga langsung ingat, Elsa pernah sempat ingin memberitahunya nama pacar Nara yang katanya dari keluarga kaya raya itu. Jadi Re— itu Rega? Adik gue sendiri? Sementara itu, Nara juga sedang diserang banyak pertanyaan dalam benaknya. Membuatnya gelisah, tegang dan gugup secara bersamaan. Melihat pacar putranya cuma diam di tempat duduknya, Mama Dahlia bermaksud mencairkan suasana. Ia maklum, pertama kali bertemu orangtua pacar, memang selalunya seperti itu, canggung dan sedikit malu-malu. Mama kan juga pernah muda. Sedikit banyak pernah merasakan lah. “Selamat datang di rumah kami, Nara. Mama senang banget waktu Rega bilang mau ngajakin kamu main ke rumah, karena mama tuh udah lama pengen kenalan sama kamu.” ujar Mama Dahlia dengan senyum penuh d
Hari terus berganti, Nara sudah pula bekerja di toko bunga milik Om Cantika. Waktu Nara untuk bertemu Rega jadi berkurang karena sepulang kuliah dia langsung pergi bekerja dan pulang ke rumah antara pukul 7 lewat hingga paling telat pukul 8 malam. Tapi, ada dua hal yang selalu mengusik pikirannya tentang malam Minggu waktu itu. Yang pertama, kenapa Rega harus bersaudara dengan Kaisar? Bagaimana bisa? Mereka seperti langit dan bumi. Yang kedua, fakta kalau Kaisar sudah memiliki istri. Oh, astaga! Dia sudah punya istri yang cantik jelita, tapi masih berani bilang 'sweety' ke gadis lain? Apa dia benar-benar tidak waras alias SINTING? Hei, yang sinting di sini siapa? Kenapa masih memikirkan dia? Harusnya bodo amat, kan? Nara berusaha membuang jauh-jauh pikiran konyol itu. Untuk apa memikirkan hubungan orang lain, tidak penting, ya seharusnya begitu. Tapi, Nara tak bisa. Karena ini sedikit banyak ada hubungannya dengan dia sendiri. Ting. Bunyi ponsel berdenting membuat lamunannya buy