Share

2.Jangan Ikuti Jejakku!

    Siang yang begitu panas, tidak menyurutkan rasa menggelora untuk saling memberi dan menerima. Peluh mengucur dari tubuh mereka, keduanya masih terlarut dalam samudra kenikmatan dunia. Memperdaya, menghanyutkan, ketika dua tubuh lelaki dan perempuan menyatu. Bergumul untuk menyelesaikan desakan yang menuntut untuk segera diselesaikan. Secara naluri rasa yang memperdaya, rasa tidak pernah terpuaskan untuk melakukannya lagi dan lagi. Mencengkeram, dan tercekat terasa membelit sekujur tubuh.

     Erangan bersahutan menggema di sebuah kamar kedap suara tersebut. Gerakan yang halus, penuh penghayatan terkadang menjadi brutal, cepat, menggelitik tubuh wanita di bawahnya. Membuat melayang terbang sampai langit ketujuh. Menginginkannya lagi dan lagi tanpa rasa malu. Kedua tangan lentik itu meraih punggung mencengkeram membuat sang lelaki mendekap, menekan. Gunung kembarnya terasa tertekan pada dada bidang maskulin si pria. Meresapi bagian bawah sana yang berkedut. Terisi bagian sensitif si pria, penuh sesak menelusup ke luar masuk dengan perkasa. Tanda merah bertebaran di leher dan dada si wanita, yang semakin mengerang terasa hampir gila di buatnya. Dicengkeram rambut pasangan bercintanya yang semakin tak terkendali.

    "Ini menakjubkan!" erang keduanya bersaut-sautan, ketika klimaks. Kedutan dari sang jantan menyemburkan cairan kental hangat di dalam sana. Keduanya berteriak bersamaan dalam pelukan hangat, menikmati sensasi dari akhir lautan madu menggelora, memuaskan. Sang pria berguling telentang kesamping, keduanya mengatur kembali nafas yang terasa terputus-putus.

     "Kamu memang selalu luar biasa, Sayang," ujar sang wanita mengecup dada bidang pria tersebut. Sebelum akhirnya bangkit dari ranjang berjalan menuju kamar mandi.

     Senyum pria itu mengembang, ketampanan tidak mampu terlukiskan dengan kata, nyata terpampang di wajahnya itu, berkah dari bibit unggul. Menghanyutkan setiap wanita memandang. Perpaduan dari Arab, Jepang dan Indonesia menyatu dalam darah lelaki tersebut. Lelaki blasteran berbibir sexy, bertubuh tinggi seperti model, badannya kencang berotot, perutnya menonjolkan roti sobek, sixpack karena rajin olahraga setiap hari. Semakin membuat meleleh setiap wanita.

    Dipejamkan mata indah itu, sesaat ia terlelap. Hingga sesuatu yang hangat menyentuh bagian kejantanannya. Ia membuka mata, menikmati sensasi seperti listrik menjalar sekujur tubuh. Namun, dering ponsel di meja lemari dekat ranjang berulang kali berbunyi seperti pengganggu.

    "Tsek!" decak lelaki itu. Diraihnya ponsel tersebut. "Ha, halo," ujarnya terengah.

   "Hey brengsek, alasan apa lagi yang sudah kamu lontarkan pada orang tuamu, untuk kabur dari perusahaan sampai menyeret namaku. Tau tidak, orang tua kamu menelepon orang tuaku berulang kali." Suara maskulin terdengar dari balik ponsel.

     "Mampus!" pekik pria telanjang itu sembari menepuk jidatnya. Segera dia menepis tangan sang wanita memberi tanda untuk menghentikan aktivitasnya. Sang wanita tersenyum nakal, tetap melakukan dengan gencar gerakan bibir dan mulutnya. "Hah, sorry brow," ujar pria itu semakin terengah.

     "Kalau kita tidak berstatus sahabat, sudah habis riwayat kamu sekarang," ucap lelaki dari balik ponsel lagi.

     "Terus sekarang bagaimana?" tanya dia menggigit bibirnya sendiri, menahan sensasi perbuatan sang wanita.

     "Datang ke taman kota sore ini, bantu aku membuat pemotretan adik tercintaku. Dia dan temannya sedang ikut kompetisi foto Kartini di kampusnya. Itu alasan yang aku ceritakan pada orang tuamu, dan ini yang terakhir kali, lain kali biarpun kamu sekarat di hukum aku tak peduli," pekik lelaki dari balik ponsel dengan suara dongkol.

    "Kau memang yang terbaik brow, thanks. Satu jam lagi aku ke sana," katanya. Dilempar begitu saja ponsel ke samping tempat tidur. "Kau wanita nakal," kata lelaki itu lagi, senyumnya menyeringai. Dia menarik dan meraih wanita itu untuk menerima hukuman indah atas perbuatannya.

******

     Di waktu yang sama, di tempat berbeda. Suara hiruk pikuk perkantoran menambah kebisingan.

    "Dasar! Sudah aku duga dia memang parah," keluh lelaki yang mendengar suara erangan bersaut-sautan dari balik ponsel. 

    Dia menggelengkan kepala dan mematikan ponsel yang masih tersambung. Dirapikan dokumen yang ada di atas meja. Seorang pemuda masuk ke dalam ruangan.

    "Pak Edzard, saya sudah menyiapkan mobil bapak, kita akan keluar sekarang atau nanti pak?" tanya pemuda itu.

    "Kita undur setengah jam lagi, kamu boleh keluar sekarang!" perintahnya.

    "Baik pak," jawab pemuda itu, menganggukan kepala, berjalan ke luar ruangan.

    Suasana hening kembali, Edzard memandang bingkai foto di sudut meja. Di sana terpampang foto saat wisuda. Foto dia dan keluarganya dan satu lagi, pemuda tidak asing yang bukan keluarga ikut nempel.

     "Kenzo, sampai kapan kamu akan menyebalkan seperti ini. Kita bukan pemuda lagi, usia kita sudah hampir kepala tiga," ujar Edzard dengan terkekeh.

******

    Sore hari seperti waktu yang telah ditetapkan. Kenzo dan Edzard bersua di taman kota. Matahari mulai turun, namun cahayanya masih silau menyengat memancar. Banyak orang berlalu lalang di sepanjang taman.

Cekrek.

     "Manis," bisik Kenzo mengamati bidikan fotonya. Nampak seorang gadis tersenyum manis, duduk di kursi bercat putih, di bawah pohon mangga.

    "Ken, berhentilah jeprat jepret seenak jidat. Aku mengajakmu datang ke tempat ini bukan untuk memotret hal tidak penting," sungut Edzard.

     "Bawel, lagi pula Nayla juga belum datang. Kamu tau gak waktuku itu berharga, jadwalku sangat padat," kilah Kenzo.

    "Astaga! Ngak nyadar kamu ngomong begitu, siapa yang kabur tadi dan membuat rusuh?" sungut Edzard, memandang Kenzo dengan tatapan intimidasi.

    Jleb! Terasa terkena pukulan telak Kenzo meringis nyengir menahan malu.

    "Padat ya, aku tahu jadwal kamu memang padat. Padat kencan dengan wanita atau janda yang jumlahnya tak terhingga sepanjang masa," cibir Edzard.

     "Jahatnya, memang kasih ibu tak terhingga sepanjang masa. Edzard kamu saja yang hidup terlalu lurus," kata Kenzo. "Tapi bukan berarti kamu juga harus jadi brengsek seperti aku juga," imbuhnya, Kenzo menundukan kepala. "Ngomong-ngomong apa kabar Helene? Terakhir kali kamu pacaran dengan dia. Dan sekarang kamu malah sendiri seperti begini. Kamu gagal move on dari Helene?" cerocos Kenzo.

     "Bisa bahas yang lain?" tanya Edzard, wajah tenangnya mulai gusar.

     "Maaf tapi, aku tidak tahu jika kalian akan saling jatuh cinta Zard. Jika tahu seperti ini jadinya, aku ngak akan mengenalkan kalian berdua," pinta Kenzo.

     "Berhenti membahasnya, aku anggap itu semua sebagai pengalaman berharga. Aku tidak menyalahkan kalian. Dan aku juga berharap kamu lebih dulu menikah daripada aku. Berhentilah berbuat konyol, keluargamu menyayangi kamu Ken, hanya saja cara mereka berbeda," sanggah Edzard mencoba tegar.

     "Dulu mereka membebaskan aku, tapi kini mengekangku. Lucu sekali," cibir Kenzo menertawakan kebodohannya. "Aku juga sebenarnya ingin Edzard, mencintai seseorang sampai membuatku menjadi lebih baik," lanjut Kenzo. Dia menatap langit luas di atas sana.

Bersambung... .

@lovely_karra

Bersambung….

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nazwatalita
Kenzo benar-benar deh! Ya ampun ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status