Bau obat-obatan khas terasa pekat tercium hidung. Siklus udara bercampur ac yang menyala. Lalu lalang orang berjalan di lorong-lorong, hari sudah menjelang siang, suara hiruk pikuk terdengar menggema di setiap koridor. Bangsal rumah sakit juga terlihat orang berlalu lalang, keluar masuk. Cukup bising di luar ruangan, aku duduk lemas, sesekali menunduk, tertegun, setelah mengungkapkan segalanya kepada kedua orang tua lewat sambungan ponsel, mereka nampak terkejut pastinya. Masalah demi masalah hadir dalam waktu bersamaan. Mereka akhirnya di sini sekarang, memandangku penuh intimidasi. Depan kamar ruang rawat inap nenek Rere. Wajah ayah maupun ibu sama-sama nanar memperhatikanku. Namun, aku tidak gentar, aku pandang sendu keduanya sembari berulang kali mengatakan kata 'maaf'. Tampak gurat kekecewaan di hati kedua orang tuaku tersebut. Terutama ibu, wanita itu dalam diamnya menitihkan air mata. Berulang kali menyeka linangan air d
Apa yang kalian pikirkan tentang sebuah pernikahan? Pernikahan bukan hanya sesuatu untuk menghalalkan kita dari perbuatan zina, ada tanggung jawab yang besar terkandung di dalamnya. Aku menerima pernikahan ini karena keadaan. Sebagian hati kecil memberontak merasa bersalah, ingin menyudahi sebelum semua terlambat. Namun, di lain sisi, rasa cinta yang aku pendam tiba-tiba menghambur, keluar dari sarang yang telah aku kunci rapat. Cinta pada seseorang yang tidak seharusnya. Aku menggenggam pasti tangan berotot seorang lelaki di hadapanku. Setelah sebelumnya mereka menanyakan kesiapan kepada aku dan calon istriku. Tatapan pria itu mantap, kata yang keluar dari mulutnya tegas dan lugas. Aku mengambil napas panjang sebelum mengucap ijab dengan bahasa arab. Semua saksi mengucap kata 'sah' serentak. Kata 'alhamdulillah' juga terdengar setelahnya. Rere, gadis cantik yang aku kagumi itu kini telah sah menjadi istriku. Aku menguatkan hati mena
Sakit hati yang bertumpuk, luka masih menganga, begitulah yang Rere rasa. Gadis itu menyimpan kesedihannya sendiri. Rere pernah secara tidak sengaja berkunjung ke kantor Kenzo. Dia datang membawa bekal makan siang yang ia coba masak sendiri. Gadis tersebut dengan girang berjalan ke arah ruangan Kenzo. Ia beberapa kali sempat datang ke sana bersama Nayla. Sehingga asistennya membiarkan saja Rere masuk. Dengan senyum ramah mereka mempersilahkan Rere melanjutkan langkahnya. Rere membalas dengan senyum dan menganggukkan kepala. Betapa terkejutnya Rere ketika ia mendengar suara teriakan seorang wanita di dalam sana. Jantungnya berdegup kencang, Rere gemetar membuka sedikit pintu ruangan. Hati Rere hancur berkeping-keping, nampak di dalam sana Kenzo tengah bergumul dengan seorang wanita. Suara lenguhan keduanya memekik bersahutan. Wanita itu duduk di atas meja Kenzo, sedang Kenzo berdiri membelakangi pintu masuk sehingga ia tidak men
Angin berembus masuk ke dalam ruang kamar. Adzan subuh berkumandang membangunkan tidur lelap Edzard. Dia tidak pernah menyangka akan menghabiskan malam di kamar Rere. Gadis muda itu terus menangis dalam pelukannya sepanjang malam. Menumpahkan segala keluh kesahnya. Ketika hendak pergi Rere juga mencegahnya. Gadis itu berpendapat agar pergi setelah ia tertidur pulas. Akhir-akhir ini Rere berkata tidak dapat tidur dan selalu bermimpi buruk. Edzard terpaksa berbaring di samping Rere, dia sedikit menjauh, mepet ke arah pojok ranjang. Tangan berototnya di genggam erat kedua tangan Rere. Itu yang terjadi semalam, sebelum akhirnya Edzard ikut tertidur pulas. Pagi ini ia terbangun dengan keadaan memeluk guling hangat, lebih tepatnya guling bernyawa. Entah sejak kapan keduanya tidur dengan berpelukan. Jelas Edzard merasa syok, jantung berdegup kencang, meletup-letup hendak loncat dari
Sudah hampir dua minggu Evelyn, gadis manis dengan rambut sepunggung itu bekerja. Hasilnya cukup memuaskan bagi pemula, begitulah yang terpikir Edzard. Ia takjub kala mendengar cerita anak panti itu. Dengan susah payah, Eve mulai hidup mandiri ketika masuk SMP. Bekerja pontang-panting sebagai buruh cuci para tetangga. Terkadang ia dan kawan-kawan panti juga menjajakan kue yang dibuat ibu panti berkeliling, tidak peduli kulitnya terpapar sinar mentari. Hidup membuat sebagian anak di bawah umur memutar otak demi sesuap nasi. Edzard dapat merasa telapak tangan Eve yang sedikit kasar, yah, maklum sangat untuk hal tersebut. Sejak ia bekerja hingga kuliah. Evelyn wanita berusia dua puluh lima tahun, wajahnya terlihat lebih muda dari usia yang sebenarnya. ***** Malam hari, ketika rintik-rintik air berjatuhan dala
Evelyn yang tidak tahu-menahu hubungan Edzard dan Rere merasa terkejut seketika. Wanita itu telah menganggap atasannya sebagai idola. Namun, ternyata sang idola telah menikah. Evelyn mendadak risih sendiri. Dia tidak berharap dekat dengan atasannya tersebut. Namun, kabar tidak terduga tersebut sangat membuatnya seperti kehilangan idola mendadak. Eve seakan disadarkan oleh takdir, agar menjauh sebelum rasa itu berkembang menjadi perasaan lain.Rere tersenyum, menampilkan gigi putih bersihnya. Evelyn melihatnya sangat cantik, meski hanya mengenakan mantel tidur, tanpa make up, wajah istri atasannya tersebut masih terlihat cantik. Terlebih bibirnya yang merah merekah tanpa polesan lipstik. Bak langit dan bumi jika ia membandingkan diri sendiri dengan wanita muda bernama Rere tersebut.Re
Edzard menatap nanar, ia tahu benar tidak akan mudah bagi Kenzo membantunya jika tanpa resiko. Dia tidak habis pikir akan apa yang direncanakan Angel. Perasaannya kacau saat ini, dia menoleh ke arah Rere, linangan air mata meleleh di pipi. Mengalir deras, gadis itu kemudian berlari keluar. Kenzo tidak ambil diam, dia langsung mengejar sang kekasih. Rasa bersalah Edzard makin bertumpuk. Apa yang terjadi sekarang tidak lain karena kesalahannya.Angel menatap penuh senyum, dia memainkan ujung rambut dengan jari lentiknya. Wanita itu tanpa malu dan merasa bersalah. Kedua netranya bersua pandang dengan Edzard yang melebarkan mata."Kau yang membalas pesanku semalam?" tanya Edzard. Angel mengangguk tanpa kata. "Kenapa kau lakukan ini semua Angel?" tanya Edzard mencoba menahan emosi.
Rere masih menangis, luka dan kesedihan datang bertubi-tubi. Belum hilang kepahitan dikhianati, kini duka kembali lagi. Edzard memeluk tubuh Rere yang lemas lantaran dari tadi menangis. Nayla sibuk mondar-mandir seperti setrikaan. Usai dihubungi Rere di saat di perjalanan pulang dari rumah Kenzo. Rere merengek minta Nayla datang, dan di rumah nenek Rere yang dibeli Ed zard kini ia berada."Maaf Re, semua kesalahan ada padaku, aku yang salah Re. Andai Kenzo tidak melindungiku, maka aku yang berada di posisinya sekarang ini," tutur Edzard menjelaskan."Kenapa ada wanita gila seperti itu Bang?" Isak Rere."Sekarang sepertinya kita harus memberi tahu Ayah dan Ibu, Bang. Agar mereka membantu mencari jalan keluar. Terlebih lagi
Kenzo memasuki kamar Rere dengan wajah cemas. Nayla menatapnya muram. Dia tersenyum melihat kedatangan Kenzo. Saat ini Rere tengah tengah terlelap dengan hidung merah dan mata yang terlihat sembab. Kenzo berjalan mendekati kekasih hatinya. Dia berdiri mematung di pinggir ranjang menatap Rere penuh kesedihan. Nayla tidak enak hati langsung beranjak turun dari ranjang. Niat hati ingin keluar membiarkan sepasang kekasih tersebut."Kamu mau kemana Nay?" tanya Kenzo menoleh ke arah Nayla yang hampir sampai di depan pintu. "Jangan keluar, kau tahu bukan jika status dia saat ini adalah istri Edzard," ucap Kenzo.Kenzo duduk di tepi ranjang. Dia menepuk-nepuk ranjang sebelah ia duduki. Nayla tersenyum, kemudian kembali berjalan dan duduk di sebelah Kenzo. Lama keduanya terdiam, hanya embusan angin