Perasaan jengkel menguasaiku, dengan malas aku berdiri ingin segera berendam air dingin. Aku melepas seluruh pakainku lalu masuk kedalam bak mandi model klasik ya seklasik rumah ini.
Aku menikah di usia yang terbilang muda, 23 tahun sedangkan Edgar berusia 26 tahun dan ini tahun ketiga aku hidup bersamanya. Di saat teman - teman ku masih asyik berganti - ganti teman kencan, aku mantap menikah dengan Edgar. Pria mapan yang gagah. Orang tua Edgar sudah meninggal hanya ada paman dan bibi dari pihak ibu. Mereka orang yang hangat dan menyenangkan, itu salah satu alasan aku menerima lamaran Edgar. Rumah ini peninggalan orang tua Edgar, rumah besar dengan halaman luas tepat di pinggir kota. Awal perkenalanku dengan Edgar terjadi sangat kebetulan, saat itu aku pergi kuliah mengendari motor butut entah kenapa motor itu memilih untuk mogok selamanya tepat di hari terakhir ujianku. Dengan air mata yang mulai menetes dan kepanikan melanda aku berlari menyusuri jalan sepi. Disitulah aku bertemu Edgar, lelaki itu dengan sopan menawariku menumpang di mobilnya. Didalam mobil dengan suasana canggung Edgar memberikan susu hangat, mungkin aku terlihat kedinginan. "Minumlah, jangan khawatir kamu tidak akan terlambat." Kata Edgar menenangkan, matanya tetap fokus melihat kedepan. Aku menyesap susu hangat itu, terasa hangat sampai ke hati. Suasana mulai mencair. "Terima kasih, kamu tau aku berkuliah di Ogio?" Edgar mengangguk, masih fokus mengemudi. "Oh ya, Almamaterku." Gumamku pada diri sendiri. "Ini kartu namaku, Jika butuh tumpangan lagi kamu boleh menghubungiku." Aku menerima kartu namanya dan segera turun dari mobilnya setelah mengucapkan banyak terima kasih. Begitulah awal ku mengenal Edgar, aku masih mengingat semua dengan jelas. Kapan pertama kali kami mulai berkencan, pertama kalinya kami berciuman. Aah semua kenangan manis. Aku mulai menggigil lalu menyudahi acara berendam, tak terasa 3 jam aku berada di bak mandi. Aku mulai memakai skincare dan sedikit berdandan. Karena malas memasak, aku memutuskan untu memesan makanan online. 10 menit setelah makanan datang, mobil Edgar memasuki halaman. "Hay sayang, cantik sekali kamu." Edgar mencubit pipiku, ya suamiku itu sangat manis. "Ayo ganti bajumu, lalu kita makan malam bersama." "Tidak, aku sangat gerah. Aku akan mandi dulu." Edgar menuju kamar mandi, dan aku yang sudah hafal betul segera mengambilkan handuk. "Sayang ini handuknya." Kepala Edgar menyembul dibalik pintu meraih handuk tapi bukan hanya handuk, tanganku pun ditariknya masuk kedalam kamar mandi. "Edgaaar, Aaaw aku sudah mandi." Jeritku saat Edgar mulai menyemprot tubuhku dengan air hangat. "Ayo temani aku mandi." Dengan cepat dan cekatan Edgar telah melucuti semua bajuku tanpa tertinggal apapun. "Kamu nakaaal ya, Auu hentikan." Edgar menggelitik pinggangku membuat tubuh polosku kegelian dan mengeliat, payudaraku yang tegak di hadapannya langsung dia serbu. Hisapan dan jilatan lidahnya membuat aku mengerang nikmat. "Aaah Edgar ini sangat geli hentikan." Ujarku manja. "Oooh kau mau berhenti? Baiklah." Edgar menghentikan jilatan di payudaraku namun tangannya masih meremas lembut. Dengan sedikit dorongan Edgar mendudukkanku di wastafel, membuka kedua kaki ku dan mulai menjilati gundukan bercelah hangat itu. Membuatku menggelinjang ke enakan, dan semakin membuka lebar kedua kaki ku. "AAAh Edgar, Auh aaah aaaah. Enak sekali." Racauku "KAmu sukaa?" Bisik Edgar ditelingaku, dia lanjut menjilati leherku dan jari - jarinya mulai menyeruak kedalam tubuhku, menekan lebih dalam, lebih dalam lagi membuatku semakin mengerang nikmat. Jari - jari Edgar begitu lincah keluar masuk tubuhku, sebelah tangannya masih asyik meremas payudara ku yang semakin menegang. Hingga akhirnya Edgar mengangkatku, menggendong ku di atas perutnya sampai benda besar berurat itu tenggelam sepenuhnya di dalam tubuhku yang sudah basah kuyup. Aku memeluk lehernya, merasakan benda itu berkedut didalam tubuhku, rasanya luar biasa nikmat. Sedetik kemudian Edgar mendorongnya, memompanya keluar masuk tubuhku. "AAAAAAah." Teriaknya. Aku yang masih berada di puncak, sedikit kecewa namun aku segera tersenyum saat Edgar menatapku. Edgar menyabuni tubuhku dengan lembut, setiap inci tubuhku dia belai lembut, mengguyurnya dengan air hangat lalu membungkusku dengan handuk."Ya aku di bar." Jawab Caroline"Tunggu aku." Suara panggilan telpon terputus. Lelaki tadi duduk di samping Caroline."Boleh aku temani?" Pria itu menatap Caroline.Caroline hanya mengangkat bahu ringan.Tak sampai 10 menit, Jason muncul dari arah pintu. Tatapannya langsung jatuh ke arah Caroline."Line? sudah lama menunggu?" Jason mendekat, tangannya lansung melingkari pundak Cariline, seolah mengklaim bahwa Caroline miliknya.Melihat itu, pria asing tadi langsung berdiri dan pergi tanpa kata - kata."Aku sudah bilang, kalau ingin ke sini panggil aku. Aku akan menemanimu.""Tak perlu, aku bisa sendiri.""Apa kamu berniat menggoda laki - laki lain?""Ah sudahlah malas bicara sama kamu." Caroline meneguk minumanya, tangannya menusuk - nusuk buritto tanpa berusaha memakannya.Jason duduk di kursi sebelah Caroline, dia diam menatap Caroline beberapa saat sampai Mark menwarkan minuman.
"Kamu tidak pergi?" Caroline terburu menyambar handuk yang tersampir di lengan sofa. "Aku menunggumu bangun." Caroline berjalan kedapur, menuangkan sebungkus sup kedalam mangkok dan perlahan menyuapkan sesendok kuah sup. "Enak?" tanya Jason berjalan mendekat. "Lumayan, terima kasih." "Miss suka ke bar? sendirian?" "Sekedar mencari hiburan." "Kesepian? Lain kali panggil saja aku, kita pergi bersama." "Baik." Jawab Caroline singkat, membuat alis Jason terangkat heran. "Kok langsung setuju?" "Dari pada kamu banyak omong." Sepertinya nafsu makan Caroline membaik, semangkuk sup sudah habis dilahapnya. "Miss mau kembali tidur?" "Ya, mumpung libur. Kenapa? kamu mau temani aku tidur?" Jason melongo tak percaya. "Hahahahaha, aku hanya bercanda." Caroline terbahak, candaannya sukses membuat Jason tergagap. "Aku mau kok temani." "Sudah kamu pergi sana, aku mau lanjut tidur." Caroline kembali ketempat tidur, menarik selimut lalu mencoba untuk tertidur. Entah be
Jason menatap Caroline, tatapannya seolah mengatakan. 'Mundur' tanpa membantah Caroline beringsut, melangkah mundur di belakang tubung Jason. Brian, lelaki kasar itu bertubuh jangkung. Namun masih lebih tinggi tubuh Jason. "Jangan ikut campur!" Bentak Brian. "Ikut campur? urusannya adalah urusanku." Jason menghindar saat Brian melayangkan pukulan. Tak lama datang 2 orang security, yang langsung menyeret Brian. "Kamu tidak apa - apa?" Jason berbalik menatap Caroline yang sudah mulai sempoyongan. Caroline menggeleng, lalu terhuyung hampir ambruk kalau saja Jason tidak menahan tubuhnya. "Aku akan mengantarmu pulang. Berikan kunci mobilmu!" tanpa berpikir Caroline merogoh saku lalu menyerahkan kunci mobil. "Mark, masukkan ke tagihanku ya." Jason memberi Mark kode. Seolah mengangkat boneka, Jason membopong tubuh Caroline menuju tempat parkir. "Gaes, aku antar Miss Caroline pulang dulu. Lanjutkan saja tanpa aku." Pamit Jason pada teman - temannya. Caroline duduk di kursi
Caroline berselancar di sosmed, mencari tempat tongkrongan yang asyik buat di kunjungi. Setelah sekian menit akhirnya Caroline menemukan tempat yang pas dengan keinginannya. Tempatnya tidak terlalu jauh, kelihatan dari review para pengunjung, tempatnya mendapat 5 bintang. Suasana dan makanannya juga oke. Akhirnya Caroline memutuskan untuk mencoba mengunjungi tempat nongkrong yang lagi hits. Mematut diri di depan cermin full body, Caroline mencoba beberapa baju. Dari tshirt oblong dengan celana pendek, croptop dengan celana panjang, rokmini sampai gaun pendek. Dan Caroline memutuskan memakai tanktop hitam dengan jacket kulit merah maroon, bawahan jins hitam. Rambut coklat se bahunya di biarkan terurai alami. Mobil Caroline meluncur mulus di jalan beraspal, menembus bisingnya jalan Brodwy yang mulai padat. Lampu jalanan bergerak bagai bintang dilangit gelap. Musik lembut mengalun, menemani perjalanan singkat Caroline. Tak sampai 20 menit, mobil Caroline telah sampai di tempat parkir se
Sesampai dirumah aku segera menyusun belanjaanku di dalam kulkas. Karena sudah lelah aku hanya memasak mie instan dan telur sebagai topingnya. Mungkin karena terlalu lapar, mie instan ini terasa sangat enak. Rumah terasa sepi, tiba - tiba aku menginginkan seorang anak. Tapi itu hanya ada di angan - angan ku saja, karena Edgar belum mau memiliki bayi. 'Masih belum stabil' itu alasannya saat aku membahas tentang hadirnya seorang bayi."Edgar aku kesepian." Ujarku, kala itu kami minum teh di sore hari."Kembalilah bekerja sayang, di kampus pasti ramai sekali." Jawab Edgar saat aku mengeluh kesepian saat Edgar sibuk bekerja dan sering berangkat keluar kota. Karena itu setelah 6 bulan pernikahan kami aku mulai kembali bekerja. Padahal aku berencana ingin langsung mempunyai banyak anak, mengingat aku anak tunggal yatim piatu. Aku ingin sekali punya rumah dengan banyak anggota keluarga.Jam sudah menunjukkan jam 11 malam, namun aku belum juga ngantuk. Bosan, aku pun menyalakan tv, tak ad
Tidak sampai di situ, begitu jari - jariku bersih dari sisa - sisa coklat, Jason menatapku penuh minat. Dengan sekali sentakan wajahku ditarik mendekat, tanpa aba - aba lidahnya menjilati bibirku yang belepotan coklat. "Apa apaan kamu." Aku terkejut dan mendorong kasar wajahnya, kepalanya sampai membentur sandaran kursi. "Aow Miss, kasar sekali." Jason mengelus belakang kepalanya. "Kenapa kamu bisa didalam mobilku?" "Aku menunggu Miss pulang, sampai ketiduran. Saat terbangun aku melihat cemilan lezat." Jason menatap bibirku. Reflek aku segera menutupnya dengan telapak tangan. Suara klakson terdengar dari belakang, aku segera menginjak pelan pedal gas memajukan mobilku. "Kamu kan yang mengikat tali sepatu Pak Oscar?" "Tapi kenapa Miss membelaku?" Jason Balik bertanya. Aku hanya mengabaikannya, karena tak tau harus menjawab apa. "Aku membencinya, Miss tau?" Karena aku hanya diam, Jason lanjut berceloteh. "Anda tau Miss, aku tidak suka Oscar. dia mesum." "Hus, kamu jangan bic