Pov Caroline
'Pemuda itu mengenaliku? ah masa bodoh bukannya dia akan berterima kasih? apakah? apakah dia melihat apa yang kulakukan malam itu? tidak, tidak mungkin. saat itu gelap dan dia, anak itu sedang terluka. tidak, tidak mungkin dia melihatku.' pikir ku dengan gusar. Betapa sialnya hidupku. Nafsu makanku hilang, aku tidak berselera lagi. "Line, kenapa?" Casandra menatapku heran, yang sedari tadi mengetuk - ngetuk iga bakar tanpa berusaha memakannya. "Hmm, aku tiba - tiba mual." Jawabku asal. "Boleh buat aku nggak iganya?" Tatapan Debora memohon. "Iya ambil saja." Aku menyodorkan piringku. Debora segera mengambilnya. "Aku mau ke toilet dulu ya, kalian lanjutkan saja makannya." Aku meninggalkan kantin, rasa laparku hilang. Pikiranku penuh hal - hal remeh yang bikin pusing. Membasuh muka dengan air dingin membantu menjernihkan pikiran. Aku memutuskan kembali keruangannku. "Hai miss Caroline." Begitu aku membuka pintu toilet, pemuda itu menyapaku dengan seringai nakal. "Kamu, Kamu?" Aku kesulitan membalas sapaannya. "Iya ini aku, Perkenalkan namaku Jason." Ujarnya dengan langkah mendekat, tatapanya tajam masih dengan senyum nakalnya. "Iya hay Jason." Jawabku. dia semakin mendekat, tubuhnya yang lebih tinggi dariku seolah mengintimidasi, padahal jelas - jelas dia masih seorang mahasiswa. Dan aku seorang dosen. Tanpa sadar aku mundur sampai menabrak dinding dibelakangku. "Stop, stop. berhenti di situ." tapi Jason terus mendekat sampai jerak kami hanya sejengkal. "Miss Caroline, anda sangat wangi." Jason mengendus puncak kepalaku, reflek aku berpaling. "Apa yang kamu lakukan?" aku mendorong dadanya menjauh. Bukannya menjauh, Jason malah menggenggam tanganku. Wajahnya mendekat hanya seinci dari wajahku. "Miss Caroline, aku melihatnya. Aku sudah melihat tubuhmu. Aku melihat semuanya." Bisiknya ditelingaku. reflek aku menoleh dan tak sengaja bibirku menyentuh bibirnya. Dengan kalut aku menarik tanganku dan mencoba mendorongnya lagi. Tapi sia - sia tubuh tegapnya tidak bergeming masih dengan seringai nakal, tangannya menggapai pinggangku dan menarikku kepelukannya. "Tenang Miss Caroline, aku akan merahasikannya." bisik Jason, aku terpaku mendengarnya. saat itu lah Jason mencium bibirku, ciuman dalam dan basah. "Liiiine, Caroline kamu di dalam?" Suara Casandra menyadarkanku, aku segera melepaskan diri dan berlari keluar toilet. "Iya San, aku merasa mual." Jawabku. "Mukamu pucat, kamu sakit?" "Tiii dak, ah aku sedikit pusing dan mual." "Sebaiknya kamu pulang lebih awal." Casandra mendorongku menjauh, ekor mataku masih menangkap sosok Jason yang keluar dari toilet perempuan. Aku membuka - buka data - data mahasiswa, dan menemukan nama Jason. Jason semester 3 berusia 20 tahun, alamat rumah, orang tua dan lainnya. Banyak catatan pelanggaran, dari sering terlambat, membolos sampai berkelahi. Duniaku yang semula damai tiba - tiba diterpa badai. Sial sekali kamu Caroline, Ujarku gusar. hmm, aku harus sabar semoga aku bisa menghadapinya. Hari ini aku memilih pulang lebih awal. Sampai rumah aku segera merebahkan diri, menutup wajahku dengan bantal dan terbayang lagi sentuhan bibir Jason. "Aaah siaal, anak sial itu." teriakku frustasi. suasana kampus yang menyenangkan berubah jadi menjengkelkan. "Ahh sungguh sial sekali aku harus bertemu anak itu." Dering posel membangunkanku yang tertidur sebentar. Tanpa melihat nama si penelfon aku menekan tanda telpon berwana hijau. "Ya, Caroline di sini?" "Haloo Miss Caroline, sudah merindukanku?" Suara diseberang sana terdengar sangat menjengkelkan. "Jason? Oh Ya Tuhan dari mana kamu dapat nomorku?" "Bukan hal yang sulit Miss. Miss Caroline sedang apa? apa kah kesepian? kalau ya aku akan segera kesana?" "Tidak Jason, tolong hentikan ini tidak lucu. Seharusnya kamu berterima kasih aku sudah menolongmu, bukannya malah mengganggu aku." "Baiklah, terima kasih Miss atas bantuanmu. tapi aku tidak bermaksud mengganggumu. Aku hanya merindukannmu." "Ahh dasar anak nakal, kamu kira sedang berbicara dengan siapa?" Aku berbicara dengan nada jengkel. "Aku tadi mencari anda, tapi kata miss Deborah anda sudah pulang. Jadi aku menelpon ingin tau apakah anda baik - baik saja." "Ya aku baik - baik saja, jadi sudah ya bye." aku segera melempar hpku ke sofa, merasa sangat jengkel."Ya aku di bar." Jawab Caroline"Tunggu aku." Suara panggilan telpon terputus. Lelaki tadi duduk di samping Caroline."Boleh aku temani?" Pria itu menatap Caroline.Caroline hanya mengangkat bahu ringan.Tak sampai 10 menit, Jason muncul dari arah pintu. Tatapannya langsung jatuh ke arah Caroline."Line? sudah lama menunggu?" Jason mendekat, tangannya lansung melingkari pundak Cariline, seolah mengklaim bahwa Caroline miliknya.Melihat itu, pria asing tadi langsung berdiri dan pergi tanpa kata - kata."Aku sudah bilang, kalau ingin ke sini panggil aku. Aku akan menemanimu.""Tak perlu, aku bisa sendiri.""Apa kamu berniat menggoda laki - laki lain?""Ah sudahlah malas bicara sama kamu." Caroline meneguk minumanya, tangannya menusuk - nusuk buritto tanpa berusaha memakannya.Jason duduk di kursi sebelah Caroline, dia diam menatap Caroline beberapa saat sampai Mark menwarkan minuman.
"Kamu tidak pergi?" Caroline terburu menyambar handuk yang tersampir di lengan sofa. "Aku menunggumu bangun." Caroline berjalan kedapur, menuangkan sebungkus sup kedalam mangkok dan perlahan menyuapkan sesendok kuah sup. "Enak?" tanya Jason berjalan mendekat. "Lumayan, terima kasih." "Miss suka ke bar? sendirian?" "Sekedar mencari hiburan." "Kesepian? Lain kali panggil saja aku, kita pergi bersama." "Baik." Jawab Caroline singkat, membuat alis Jason terangkat heran. "Kok langsung setuju?" "Dari pada kamu banyak omong." Sepertinya nafsu makan Caroline membaik, semangkuk sup sudah habis dilahapnya. "Miss mau kembali tidur?" "Ya, mumpung libur. Kenapa? kamu mau temani aku tidur?" Jason melongo tak percaya. "Hahahahaha, aku hanya bercanda." Caroline terbahak, candaannya sukses membuat Jason tergagap. "Aku mau kok temani." "Sudah kamu pergi sana, aku mau lanjut tidur." Caroline kembali ketempat tidur, menarik selimut lalu mencoba untuk tertidur. Entah be
Jason menatap Caroline, tatapannya seolah mengatakan. 'Mundur' tanpa membantah Caroline beringsut, melangkah mundur di belakang tubung Jason. Brian, lelaki kasar itu bertubuh jangkung. Namun masih lebih tinggi tubuh Jason. "Jangan ikut campur!" Bentak Brian. "Ikut campur? urusannya adalah urusanku." Jason menghindar saat Brian melayangkan pukulan. Tak lama datang 2 orang security, yang langsung menyeret Brian. "Kamu tidak apa - apa?" Jason berbalik menatap Caroline yang sudah mulai sempoyongan. Caroline menggeleng, lalu terhuyung hampir ambruk kalau saja Jason tidak menahan tubuhnya. "Aku akan mengantarmu pulang. Berikan kunci mobilmu!" tanpa berpikir Caroline merogoh saku lalu menyerahkan kunci mobil. "Mark, masukkan ke tagihanku ya." Jason memberi Mark kode. Seolah mengangkat boneka, Jason membopong tubuh Caroline menuju tempat parkir. "Gaes, aku antar Miss Caroline pulang dulu. Lanjutkan saja tanpa aku." Pamit Jason pada teman - temannya. Caroline duduk di kursi
Caroline berselancar di sosmed, mencari tempat tongkrongan yang asyik buat di kunjungi. Setelah sekian menit akhirnya Caroline menemukan tempat yang pas dengan keinginannya. Tempatnya tidak terlalu jauh, kelihatan dari review para pengunjung, tempatnya mendapat 5 bintang. Suasana dan makanannya juga oke. Akhirnya Caroline memutuskan untuk mencoba mengunjungi tempat nongkrong yang lagi hits. Mematut diri di depan cermin full body, Caroline mencoba beberapa baju. Dari tshirt oblong dengan celana pendek, croptop dengan celana panjang, rokmini sampai gaun pendek. Dan Caroline memutuskan memakai tanktop hitam dengan jacket kulit merah maroon, bawahan jins hitam. Rambut coklat se bahunya di biarkan terurai alami. Mobil Caroline meluncur mulus di jalan beraspal, menembus bisingnya jalan Brodwy yang mulai padat. Lampu jalanan bergerak bagai bintang dilangit gelap. Musik lembut mengalun, menemani perjalanan singkat Caroline. Tak sampai 20 menit, mobil Caroline telah sampai di tempat parkir se
Sesampai dirumah aku segera menyusun belanjaanku di dalam kulkas. Karena sudah lelah aku hanya memasak mie instan dan telur sebagai topingnya. Mungkin karena terlalu lapar, mie instan ini terasa sangat enak. Rumah terasa sepi, tiba - tiba aku menginginkan seorang anak. Tapi itu hanya ada di angan - angan ku saja, karena Edgar belum mau memiliki bayi. 'Masih belum stabil' itu alasannya saat aku membahas tentang hadirnya seorang bayi."Edgar aku kesepian." Ujarku, kala itu kami minum teh di sore hari."Kembalilah bekerja sayang, di kampus pasti ramai sekali." Jawab Edgar saat aku mengeluh kesepian saat Edgar sibuk bekerja dan sering berangkat keluar kota. Karena itu setelah 6 bulan pernikahan kami aku mulai kembali bekerja. Padahal aku berencana ingin langsung mempunyai banyak anak, mengingat aku anak tunggal yatim piatu. Aku ingin sekali punya rumah dengan banyak anggota keluarga.Jam sudah menunjukkan jam 11 malam, namun aku belum juga ngantuk. Bosan, aku pun menyalakan tv, tak ad
Tidak sampai di situ, begitu jari - jariku bersih dari sisa - sisa coklat, Jason menatapku penuh minat. Dengan sekali sentakan wajahku ditarik mendekat, tanpa aba - aba lidahnya menjilati bibirku yang belepotan coklat. "Apa apaan kamu." Aku terkejut dan mendorong kasar wajahnya, kepalanya sampai membentur sandaran kursi. "Aow Miss, kasar sekali." Jason mengelus belakang kepalanya. "Kenapa kamu bisa didalam mobilku?" "Aku menunggu Miss pulang, sampai ketiduran. Saat terbangun aku melihat cemilan lezat." Jason menatap bibirku. Reflek aku segera menutupnya dengan telapak tangan. Suara klakson terdengar dari belakang, aku segera menginjak pelan pedal gas memajukan mobilku. "Kamu kan yang mengikat tali sepatu Pak Oscar?" "Tapi kenapa Miss membelaku?" Jason Balik bertanya. Aku hanya mengabaikannya, karena tak tau harus menjawab apa. "Aku membencinya, Miss tau?" Karena aku hanya diam, Jason lanjut berceloteh. "Anda tau Miss, aku tidak suka Oscar. dia mesum." "Hus, kamu jangan bic