LOGINCaroline seorang wanita muda dengan hasrat seks luar biasa, menikahi Edgar lelaki karismatik yang sudah di pacarinya selama 3 tahun. Namun kehidupan pernikahan Caroline terasa hambar, Edgar memang lelaki gagah karismatik yang cukup kaya dan bisa memberikan semua hal yang dibutuhkan Caroline. Rumah, mobil, perhiasan apa saja, namun Edgar tak mampu mengimbangi hasrat seks Caroline. Hingga suatu malam, Caroline tak sengaja bertemu pemuda tampan yang mengubah jalan hidupnya dan memporakporandakan dunianya.
View MoreTengah malam, kesunyian di jalan RedPaper terbelah suara gonggongan anjing liar. Suara langkah tergesa dan nafas berat terdengar di sela hembusan angin malam yang lembab. Caroline yang berkeringat terasa hampa, tubuhnya yang setengah telanjang bangkit terhuyung melangkahi tubuh suaminya yang sudah terlelap setengah jam lalu.
Dengan tatapan kesal, Caroline memperhatikan wajah Edgar. Suaminya itu sudah terbuai mimpi, hingga guncangan ringan Caroline tak mampu membangunkannya. Hasrat Caroline belum padam, Edgar tak mampu menuntaskannya. "EGOIS" ujar Caroline gusar. Masih dengan tubuh setengah telanjang, Caroline melangkah kedapur. 'Mungkin air dingin bisa memadamkan gejolak dalam dirinya'. Segelas air dingin membasahi tenggorokannya, namun belum mampu memadamkan api yang tengah membara di dalam tubuh Caroline. Caroline menghempaskan tubuhnya di sofa, mengambil remote, secara acak mengganti chanel, layar tv menampilkan adegan ciuman panjang bergairah, 'Aah, film tengah malam' ujar Caroline gusar, membuat hasrat Caroline kian memanas. Perlahan jemari kiri Caroline meraba perut bagian bawahnya, terus meraba dan membelai, gundukan bercelah yang hangat itu tak tertutup apapun. Celana dalam dan branya masih tertinggal di kamar, sedangkan tangan kanan Caroline mulai meremas payudaranya sendiri. Caroline yang tengah melayang menikmati sensasinya terdiam, menghentikan aktivitasnya. Suara langkah kaki dihalaman rumahnya kian mendekat, tak berapa lama pintu mendadak terbuka dan muncul seseorang dengan wajah berlumuran darah menerobos masuk dengan suara kesakitan. "Toloong, toloong aku. Tolong ada yang mengejarku." Coroline syok, tak mempu mencerna apa yang sedang terjadi. Rok mini yang tersisa ditubuhnya tak mampu menyembunyikan apa pun. "Tolooong, cepat tutup pintunya." Pinta lelaki itu. Caroline yang masih terbengong segera berlari menutup pintu. "Dan tv, tivinya tolong matikan." Ujar lelaki itu menahan kesakitan. Caroline pun menurutinya dan segera, mematikan tivi. lelaki itu memandangi Caroline, dan seketika Caroline sadar dia tengah telanjang. dengan panik Caroline mengambil bantal sofa untuk menutupi dadanya. "Siapa kamu? kenapa masuk rumahku?" Tanya Caroline dengan bantal masih menutupi dada. "Aku terluka saat berkelahi dengan musuh-musuhku, dan kini mereka mengejarku. Aku tidak jahat dan aku tidak akan melukaimu. Jadi aku minta tolong, biarkan aku disini sebentar." "Oh baiklah." Caroline menginggalkan lelaki cedera itu, mengambil jubahnya lalu kembali ke ruang tamu dimana lelaki asing itu berada. Tak tega melihat lelaki itu kesakitan, Caroline membawakan obat dan handuk basah. "Biarkan aku mengobatimu." Carolin mendekat, mengelap muka lelaki itu dengan handuk basah dan melihat robekan dikepalanya. lelaki itu hanya diam tak merespon mungkin terlalu sakit dan kehabisan tenaga. Dengan terampil Caroline mengobati dan membalut lukanya. "Sudah lebih baik?" Tanya Caroline, Entah dia merasa lelaki ini bukan orang jahat dan terasa Familier. "Hmm." lelaki itu terbaring dilantai tak bergerak, dengkuran lirih terdengar samar. Caroline kembali duduk disofa lalu diam - diam memperhatikan lelaki itu, setelah wajahnya dibersihkan ternyata dia masih sangat muda, mungkin masih belasan tahun. Hidungnya mancung, bibirnya penuh dengan alis mata yang lebat. Wajah ini terasa tidak asing. Caroline terbangun disofa ruang tamu. "Sayang, sudah bangun? Mau sarapan apa?" suara Edgar terdengar dari dapur. "Roti selai saja." Caroline menguap, dan langsung teringat kejadian semalam. tiba-tiba matanya terbelalak dan mencari sosok pemuda yang semalam terbaring di lantai ruang tamunya. Kosong, pemuda itu sudah pergi. Caroline bernafas lega. "Ayo segera sarapan dan bersiap, ini sudah siang." Edgar membuyarkan lamunan Caroline. * Caroline bersiap untuk pergi bekerja, dia bekerja di kampus swasta agamis. Seragamnya berupa gaun panjang yang longgar, rambut cokelatnya tertutup kerudung lebar. Penampilannya sangat berbeda dengan saat pulang kerumah. "Selamat pagi Miss Caroline." "Selamat pagi Miss Caroline." sapa beberapa mahasiswi yang berpapasan dengannya. "Pagii anak - anak, semangat ya belajarnya." Balas Caroline dengan senyum ceria. Hari yang cerah, dan berjalan lancar. Caroline mengajar sains tingkat awal, sudah satu tahun mengajar di Universitas Anderson. Sebelumnya Caroline bekerja di SMA Fellington di kota sebelah. Namun setelah menikah, Caroline harus tinggal jauh dan memutuskan untuk pindah kerja. Caroline cukup nyaman dengan lingkungan kampus ini, rekan kerja ramah dan lokasinya tidak seberapa jauh dari rumah. "Line, San, ayo segera kekantin. Menu kantin Iga bakar, kalo tidak segera mengantre pasti nanti kita tidak kebagian." Seru Debora semangat begitu bel tanda istirahat berbunyi. Caroline, Casandra dan Debora bergegas ke kantin. Mengantre untuk makan siang. Saat mengentre dan mendengarkan ocehan Debora, Caroline merasa ada yang memperhatikanya. Mencoba mengabaikan dan terus mendengar ocehan Debora. Namun saat Caroline menoleh ke barisan meja kursi dimana para mahasiswa tengah menikmati makan siang, disana sepasang mata tajam menatap Caroline. Tatapan tajamnya menembus jiwa seolah menelanjangi Caroline. Ya itu pemuda yang kemarin malam muncul di rumahnya, tak salah lagi kepalanya masih terbalut kain kasa. Dengan cepat Caroline membuang muka, menatap ibu kantin yang sedangkan menyendokan nasi kepiringnya.Filmnya di mulai kami semua fokus menatap layar tv, adegannya sangat menegangkan. Saking tegangnya Jason mencengkeram lenganku. "Jes, sakiit." Jason menoleh dan langsung melepaskan cengkramannya lalu kembali fokus ke layar tv. Setelah adegan horror yang menegangkan, adegan romantis yang panaspun di mulai. Si tokoh perempuan yang terluka di obati oleh si tokoh lelaki. Namun saat mengoleskan obat pada bahunya, tiba - tiba pandangan mereka bertemu dan langsung berciuman dengan sangat panas. Adegan di televisi makin memanas, si tokoh lelaki sudah menanggalkan semua pakaian si artis perempuan dan mulai mencumbu tubuh telanjang si perempuan namun saat tegang - tegangnya, layar mati. "Sudah malam ayo kita semua tidur." Deborah memegang remote dan menyuruh kami semua tidur. "Jason ayo kamu pulang saja." Deborah menarik Jason ke luar lalu menutup pintu. "Jangan memand
"Terima kasih Bill." Ucapku sambil menepuk tangan William. "Line, cutimu telah di setujui. Pak rektor tadi bilang kamu boleh masuk setelah kondisimu benar - benar membaik. Lagi pula kegiatan perkuliahan baru akan mulai 1 bulan lagi." Terang Debora. "Thanks Ra." Suasana hening. "Lan, lebih baik kamu dan Billy pulang istirahat. Pasti capek sekali. Disini ada teman - trmanku yang akan menemaniku." "Baiklah kami pulang dulu." Alan ragu sejenak lalu melambai dan meninggalkan kamar. "Pamit ya Miss, cepat sehat ya." William mengikuti Alan dan menghilang di balik pintu. "Jason, kamu juga sebaiknya pulang. Pasti orang tuamu hawatir." Cassandra menyuruh Jason pulang juga. "Jangan Khawatir, dosen cantikmu akan Miss
Jason membeli bronis coklat dengan toping keju, setelah memakan sepotong bronis aku meminta Jason mengambilkan ponselku di rumah. Jason langsung setuju, anak itu baik sekali padaku. Tak lama setelah Jason pergi, Alan datang dengan wajah khawatir. "Aku tidak apa - apa Lan." "Maaf Car, harusnya aku lebih sering menengokmu." Katanya penuh rasa bersalah tangannya membelai rambutku. Alan sudah seperti adikku, dia pria perhatian. Jason datang membawa ponselku, dan tidak ku sangka dia juga membawakan perlengkapan mandi dan dalamanku. Jason juga sangat telaten saat menyisir rambutku. Ini sungguh pemandangan yang cukup unik. Mahasiswa menyisir rambut dosennya. "Kamu tidak kuliah?" Alan bertanya pada Jason. "Mana mungkin aku pergi kuliah saat dosen cantikku berada di sini." Gombalnya seperti biasa. Membuat Alan mendengus kesal. Aku hanya t
pov Caroline Kematian Edgar sangat mengguncangku, aku tidak ingin percaya. Saat Alan mengabarkan kematiannya, duniaku runtuh dan gelap. Aku seperti terjatuh di jurang tak berujung. Sepertinya aku pingsan, saat aku terbangun sudah ada beberapa orang yang datang melayat. Urusan rumah sakit Alan dan Billy yang mengurusnya. Aku terlalu lemah untuk itu semua. Paman dan bibi datang langsung memelukku, membuat tangisku kembali pecah. Beberapa hari setelah pemakaman, paman dan bibi menemaniku di rumah. Kekosongan itu belum sepenuhnya mencekam. Setelah paman dan bibi pulang aku memberanikan diri membuka surat yang di tinggalkan Edgar. Begini isi suratnya. 'Sayaang, maaf. Aku benar - benar minta maaf, aku salah maaf. Rasa sayangku padamu mencegahku untuk berterus terang. Aku takut membuatmu bersedih, kesedihanmu melukaiku. Jadi aku memohon untuk dimaafkan. Saat dokter mendiaknosa penyakitku, aku sangat syok. Selain prediksi umurku yang tak lama lagi, aku, aku juga sudah tidak bisa lag
Aku membuang bungkus bekas makanan dan botol bekas ke dalam sampah, lalu kembali duduk di samping ranjang Caroline. "Miss, gimana perasaanmu?" "aku baik - baik saja." Jawab Caroline, menatap langit - langit kamar. "Apa ada yang kamu butuhkan?" "Tidak." "Setelah Miss Cassandra dan Miss Debora datang, aku akan mengambilkan ponselmu." "Tak apa, kalau kamu mau pergi sekarang. Aku baik - baik saja sendirian." "Kamu yakin?" "Ya, aku bukan anak kecil." "Baiklah, tunggu ya aku sebentar aja." Aku mengambil kunci mobil dan jaketku. Tak tega
Saat aku kembali ke ruang rawat inap Caroline kedua dosenku itu duduk di samping sebelah kiri ranjang. Mereka menggenggam erat tangan Caroline. Tatapan keduanya sendu. Aku memperhatikan interaksi ketiga orang itu, lalu membuka pintu pelan dan masuk. "Miss, aku membawa roti dan sup. Tidak banyak yang ku temukan di kantin rumah sakit." Ujarku membongkar apa yang baru saja ku beli. "Iya, mengingat sudah tengah malam. Masih syukur ada yang bisa di beli. Ayo Line kamu makan dulu." Miss Casandra mundur dan membiarkanku mendekat. "Berikan saja aku sepotong roti dan air putih." Pinta Caroline, wajahnya sudah lebih baik di banding saat baru pertama sadar tadi. Aku mengambil sepotong roti dan sebotol air lalu menyerahkan ke Miss Cassandra. Dengan telaten Miss Cassandra menyuap Caroline. "Jason, kamu sebaiknya istirahat. Apa yang kamu kenakan itu?" Aku melihat bajuku, ini adalah jaket paman Marco yang terlihat tidak cocok denganku. "Tadi bajuku basah jadi aku meminjam jaket paman d
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments