Share

Panggilan Pengganggu

Auteur: Mikairin
last update Dernière mise à jour: 2025-01-04 21:01:29

Tangan Damian dengan lembut mengangkat slip dress satin hitam milik Fara, membiarkan kain itu perlahan terlepas dari tubuhnya. Kulit halus Fara kini terlihat jelas di bawah cahaya lampu kamar yang redup, memperlihatkan keindahan tanpa sehelai benang pun yang menutupi. Damian menatap istrinya dengan penuh kekaguman, seperti melihat karya seni yang sempurna. Dia menunduk sedikit, tangannya tetap menjaga gerakan lembut, memastikan Fara merasa nyaman dengan setiap sentuhan. Fara yang awalnya sedikit tegang kini mulai rileks, kedua pipinya memerah saat dia melihat tatapan Damian yang penuh cinta.

Tak ingin kalah dengan sang suami, Fara dengan cepat membuka risleting celana kain yang dikenakan Damian. Jemarinya yang lentik bergerak lincah, menurunkan risleting dengan perlahan, seperti memberi jeda pada waktu yang membuat suasana di antara mereka semakin intens. Damian menatapnya, senyum tipis menghiasi wajahnya, seolah ingin membiarkan istrinya memegang kendali malam itu.

Fara menarik napas dalam, membuang rasa gugup yang masih tersisa. Ia meraih pinggiran celana Damian, menurunkannya perlahan hingga menyentuh lantai. Damian membantu dengan mengangkat sedikit tubuhnya, mempermudah Fara untuk menyelesaikan aksinya. Ketika celana itu sepenuhnya terlepas, Damian hanya mengenakan boxer hitam yang membingkai tubuhnya dengan sempurna.

Pandangan Fara tertuju pada suaminya, matanya menyiratkan campuran perasaan kagum dan rasa penasaran. "Kamu terlihat... sempurna," gumamnya lirih, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Damian terkekeh, suaranya rendah dan menggoda. "Aku selalu sempurna di depan kamu, sayang," jawabnya dengan tatapan penuh cinta. Ia menyentuh dagu Fara, mengangkatnya perlahan hingga mata mereka bertemu. "Tapi malam ini, aku ingin melihat sisi kamu yang lebih berani," tambahnya, suaranya terdengar lebih dalam, nyaris seperti bisikan.

Merasa ditantang, Fara tersenyum tipis. Ia mendekatkan wajahnya ke Damian, sengaja membiarkan jarak di antara mereka hanya sejengkal. "Berani? Kamu belum lihat apa-apa, Damian," jawabnya dengan nada menggoda. Tangannya perlahan menyentuh tubuh suaminya, mulai dari dada hingga perutnya, setiap gerakannya penuh keyakinan.

Damian mengangkat alis, jelas terkejut tetapi juga terpikat oleh keberanian istrinya malam itu. Ia meraih pinggang Fara, menariknya lebih dekat hingga tubuh mereka nyaris menyatu. "Aku suka sisi ini dari kamu," bisiknya sambil mengecup lembut bibir Fara.

Ciuman itu hanya berlangsung sebentar sebelum Fara melepaskan diri, mengambil kendali kembali. "Giliran aku," ucapnya tegas, kali ini dengan tatapan yang menunjukkan bahwa ia tidak akan berhenti sampai Damian sepenuhnya takluk di bawah kendalinya. Jemarinya kembali menjelajahi tubuh Damian, sementara Damian hanya tersenyum puas, membiarkan Fara menunjukkan sisi dirinya yang selama ini tersembunyi.

Dikeluarkannya barang kebanggaan Damian yang sudah berdiri dengan tegaknya. Tangan Fara mulai memainkannya. Suara desahan Damian memberi semangat Fara untuk menggerakkannya dengan cepat hingga cairan kenikmatan keluar dari ujungnya.

 

Senyum kebanggaan menghiasi bibir Fara. Tangannya beralih ke bibir Damian. 

 

Damian, dengan sekali gerakan mengangkat Fara untuk berada di bawahnya. Tangannya memegang barang kebanggannya dan mulai memposisikan untuk memasuki milik Fara.

 

Ketika gairah sudah di ujung tanduk, panggilan telepon mengagetkan keduanya. Damian menghentikan gerakannya. Dia memandang ke arah Fara dengan ekspresi meminta maaf.

 

Fara agak sedikit kesal. Dengan malas, didorongnya tubuh Damian hingga terduduk. Suara panggilan telepon masih mengisi ruangan.

 

"Maaf sayang, aku harus angkat panggilan itu," kata Damian dengan ekspresi meminta maaf, suaranya sedikit terburu-buru dan cemas. Ia berusaha tersenyum, berharap itu bisa mengurangi ketegangan yang tiba-tiba muncul di antara mereka. Tapi Fara hanya diam, matanya menatapnya dengan tajam.

Fara menghela napas panjang dan membalikkan badan, tidak tahu harus berkata apa. "Kamu selalu seperti ini, Damian," katanya pelan, tapi cukup jelas untuk didengar. "Setiap kali kita menghabiskan waktu bersama, selalu ada yang lebih penting dari aku."

Damian tampak terkejut. Ia tidak menyangka Fara akan mengungkapkan perasaannya seperti itu. "Fara, itu bukan seperti yang kamu pikirkan," katanya dengan nada cemas, berusaha menjelaskan. "Ini hanya pekerjaan, bukan apa-apa. Kamu tahu aku selalu berusaha untuk ada buat kamu."

Fara menggelengkan kepalanya, masih dengan pandangan kosong yang penuh kekecewaan. "Selalu alasan yang sama, kan? Pekerjaan. Tapi kamu tahu apa yang lebih buruk? Kalau aku terus mendengarkan alasan itu dan merasa semakin jauh darimu."

Damian mencoba menenangkan Fara, tetapi Fara sudah bergerak mengambil dress tergeletak di lantai. Ia mengenakannya kembali dengan gerakan terburu-buru, seolah ingin menutupi perasaan yang kini begitu sulit ia sembunyikan.

"Fara, jangan seperti ini," Damian memohon. "Aku minta maaf kalau aku membuatmu merasa seperti itu. Kamu lebih penting dari apa pun bagiku. Tolong, jangan pergi seperti ini."

Namun Fara tetap diam, menarik dressnya ke tubuh dengan ekspresi yang jelas menunjukkan rasa kecewa yang mendalam. "Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Damian," katanya sambil menatap suaminya dengan kesal. "Aku sudah mencoba mengerti. Tapi kamu selalu sibuk dengan pekerjaanmu, dengan panggilan-panggilan itu. Aku merasa aku bukan lagi bagian dari hidupmu."

Damian terdiam, kata-katanya terhenti di tenggorokan. Ia ingin meyakinkan Fara bahwa ia tidak bermaksud seperti itu, bahwa ia masih mencintainya lebih dari apapun, tetapi kata-kata itu terasa sulit untuk keluar. "Fara, tolong... Aku janji setelah ini aku akan lebih fokus. Aku akan lebih menghargai waktu kita," katanya, suaranya lebih lembut, penuh penyesalan.

Fara menatapnya, matanya berkaca-kaca. "Janji? Lagi-lagi janji, Damian. Itu sudah sering kamu ucapkan. Tapi apa yang berubah? Aku tetap merasa ditinggalkan. Aku tidak ingin menjadi orang yang selalu harus menunggu kamu selesai dengan dunia luar untuk bisa merasakan perhatianmu."

Damian menghela napas panjang, menyesali kata-kata yang keluar dari mulutnya. "Aku salah, Fara. Aku tahu aku salah, dan aku ingin berubah. Aku akan lebih mendengarkan kamu, lebih memperhatikanmu. Jangan pergi seperti ini. Aku butuh kamu."

Tapi Fara hanya memandangnya dengan tatapan kosong, menahan air mata yang hampir tumpah. "Aku juga butuh kamu, Damian. Tapi bukan seperti ini. Aku butuh kamu yang ada di sini, bukan yang selalu terputus oleh telepon-telepon itu," katanya, suaranya semakin bergetar. "Aku lelah, Damian. Aku lelah merasa selalu menjadi yang terakhir."

Fara menundukkan kepala, berusaha menahan tangisnya. Sementara itu, Damian merasa semakin kehilangan kata-kata. Ia ingin mengerti, ingin menenangkan Fara, tetapi kenyataan bahwa ia telah membuat istrinya merasa seperti ini membuatnya terperangkap dalam penyesalan yang begitu dalam.

"Fara, aku benar-benar tidak tahu harus mulai dari mana," kata Damian, suaranya lemah. "Tapi aku berjanji aku akan berubah. Aku akan lebih memperhatikanmu. Aku tidak ingin kita berakhir seperti ini."

Fara mengangkat wajahnya, matanya masih basah. "Damian, aku ingin percaya padamu. Aku ingin bisa merasa dicintai dan dihargai. Tapi kamu harus buktikan itu, bukan hanya dengan kata-kata," jawabnya, dengan nada yang lebih tenang namun penuh makna. "Aku ingin kamu ada di sini sekarang, bukan nanti."

Damian mengangguk, wajahnya penuh dengan rasa bersalah. Ia tahu ia telah membuat kesalahan besar, dan bahwa kata-kata saja tidak akan cukup untuk menyelesaikan semuanya. "Aku mengerti, Fara," katanya, dengan penuh penyesalan. "Aku akan buktikan itu. Aku akan ada untukmu, lebih dari sebelumnya."

Namun, meskipun Damian berjanji begitu, Fara tetap tidak bisa menahan perasaan hampa yang mengisi dadanya. Ia merasakan jarak yang semakin lebar di antara mereka, meskipun Damian berdiri tepat di depannya, berusaha meminta maaf. Fara menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya, tapi hatinya terasa berat.

"Baiklah, Damian," jawab Fara dengan suara yang lebih lembut. "Aku akan memberimu kesempatan. Tapi ingat, aku tidak bisa terus begini. Aku butuh kamu di sini, sekarang. Bukan nanti."

Damian mengangguk, merasa bersyukur bahwa Fara masih memberi kesempatan. "Aku akan berusaha, Fara. Terima kasih karena masih mau memberikan aku kesempatan," katanya, sebelum dengan cepat berbalik menuju kamar untuk mengangkat telepon yang masih berdering.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Aku Cuma Ingin Keluarga, Juan

    Fara tetap terdiam menatap danau, pikirannya mengembara jauh. Suara air yang tenang seolah membawanya kembali ke masa kecilnya—masa di mana ia selalu bertanya-tanya kenapa ia tidak seperti anak-anak lain.Juan menoleh ke arahnya, melihat ekspresi sendu yang tak kunjung hilang dari wajah Fara. Ia tahu ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar tuntutan mertua atau kecemasan terhadap rumah tangganya.Setelah beberapa saat hening, Juan akhirnya membuka suara. “Apa yang bikin kamu sekeras ini pengen punya anak?” tanyanya pelan.Fara menghela napas panjang, lalu menautkan jari-jarinya erat di atas lutut. Ia butuh waktu sebelum akhirnya berkata, “Karena aku ingin merasakan bagaimana rasanya punya keluarga.”Juan mengernyit. “Kamu kan udah punya suami?&r

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Juan?

    Damian telah tertidur pulas, sementara Fara masih terjaga dalam kegelapan kamar. Matanya menatap langit-langit tanpa benar-benar melihat apa pun. Ada perasaan mengganjal dalam dadanya, perasaan yang sejak tadi berusaha ia abaikan, tapi tetap mendesak untuk diakui.Ia membalikkan badan, mencoba mencari posisi nyaman, tetapi tetap saja gelisah. Napasnya berat, pikirannya terus berputar seperti kaset yang diputar ulang.Akhirnya, dengan gerakan pelan agar tidak membangunkan Damian, Fara bangkit dari tempat tidur. Ia menyambar jaket tipis, kemudian melangkah keluar kamar. Rumah terasa sunyi, hanya terdengar dengkuran halus dari Damian yang seakan menjadi bukti bahwa hanya dia yang tersiksa oleh pikirannya sendiri.Tanpa ragu, Fara berjalan menuju garasi, mengambil sepeda listrik yang selama ini jarang ia gunakan. Udara malam m

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Aku Lelah, Damian

    Begitu mobil berhenti di garasi, Fara segera membuka pintu dan turun tanpa menunggu Damian. Ia melangkah cepat ke dalam rumah, berusaha menghindari pembicaraan yang masih menggantung di udara. Namun, Damian tidak membiarkannya begitu saja. Ia menyusul ke dalam, menutup pintu dengan lembut, lalu mendekati istrinya yang kini berdiri di ruang tengah, memunggunginya.“Fara,” suara Damian terdengar tenang tapi sarat dengan ketegasan. “Dengar aku dulu.”Fara mengusap wajahnya dengan kasar, menahan isakan yang ingin pecah. “Aku lelah, Damian. Aku nggak mau mendengar alasanmu lagi.”“Tapi kamu harus dengar.” Damian berjalan mendekat dan berdiri di belakangnya. “Aku ngerti kamu sakit hati karena omongan Mama tadi. Aku tahu kamu ingin membuktikan sesuatu. Tapi Fara, kita nggak bis

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Fara, Jangan Mulai Lagi

    Damian meraih tangan Fara yang gemetar di pangkuannya, mencoba menenangkannya. Mata istrinya masih berkaca-kaca, bibirnya terkatup rapat seolah menahan emosi yang nyaris meluap. Damian tahu betul bagaimana perasaan Fara saat ini—terluka, terhina, dan mungkin juga kecewa.“Fara…” suaranya pelan, penuh kehati-hatian.Fara menggeleng, berusaha menarik tangannya dari genggaman Damian, tapi suaminya menahannya. “Jangan dengarkan omongan Ibu,” lanjut Damian. “Dia nggak punya hak buat ngomong kayak tadi.”Tapi Fara hanya menunduk, air matanya jatuh ke pangkuannya. “Kamu dengar sendiri, kan?” suaranya nyaris berbisik. “Dia bilang aku nggak berguna sebagai istri karena aku nggak bisa kasih kamu anak.”Damian menghela n

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Wanita yang Tidak Jelas

    Halimah menatap Damian dengan ekspresi tidak puas, tapi akhirnya menghela napas dan memilih diam.Namun, Fara bisa merasakan ketidaksetujuan mertuanya. Bagi Halimah, seorang istri yang sudah menikah selama lebih dari dua tahun tapi belum memberikan cucu adalah sesuatu yang patut dipertanyakan.Di sisi lain, Hartono—ayah Damian—yang sedari tadi lebih banyak diam akhirnya bersuara."Kalian tidak perlu terburu-buru," katanya dengan suara berat namun tenang. "Setiap pasangan punya waktunya masing-masing. Asal kalian bahagia, itu sudah cukup."Damian tersenyum tipis, sedikit lega karena setidaknya ayahnya tidak ikut menekan mereka.Namun, sebelum suasana benar-benar kembali santai, Halimah tiba-tiba b

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Kamu Sehatkan, Fara?

    Fara menatap bayangannya di cermin, menghela napas panjang sebelum merapikan blus sutra yang ia kenakan. Meski sudah berusaha tampak rapi, matanya tetap terlihat lesu, seakan ada beban yang terus menghimpit dadanya.Damian yang sejak tadi memperhatikan gerak-geriknya, perlahan mendekat dan melingkarkan lengannya di pinggang Fara. Ia mengecup pelan puncak kepala istrinya, suaranya lembut ketika berbisik, "Semua akan baik-baik saja."Fara hanya tersenyum tipis. Ia ingin percaya, ingin berpikir bahwa malam ini akan berlalu tanpa insiden, tanpa komentar yang menekan, tanpa tatapan yang menusuk. Namun, pengalaman selama ini mengajarinya untuk tidak berharap terlalu banyak.Mereka tiba di restoran tepat waktu. Cahaya keemasan dari lampu gantung memberikan kesan elegan pada ruangan. Pelayan berseragam hitam putih berjalan dengan anggun, menyajikan hidangan kepada tamu-tamu istimewa.Di sebuah meja besar, keluarga besar Damian sudah berkumpul.Halimah, mertuanya, duduk anggun di samping suamin

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status