Share

Bab 2

Penulis: Jeni
Paman Calvin adalah tipe orang yang sekali membuat rencana harus diselesaikan.

Dia berpikir sebentar. "Bagaimana kalau Paman topang, dan kamu lanjutkan latihannya?"

Sambil berkata demikian, tangannya meraih dan menopang payudaraku yang lembut. "Coba sekarang."

Kulompat beberapa kali, dan memang jauh lebih nyaman daripada sebelumnya.

Paman Calvin memegang erat-erat, dengan hati-hati agar tidak menyakitiku.

Hanya saja, payudaraku yang bergesekan dengan tangan kasarnya menimbulkan rasa geli yang merambat dari dada, turun hingga ke perut bawahku.

Tiba-tiba aku teringat video yang pernah dibagikan sahabatku, tentang hubungan antara pria dan wanita.

Kakiku tak kuasa menahan lemas, tubuhku lunglai di pelukan Paman Calvin. Kedua tangannya erat menopang payudaraku, menggeseknya bolak-balik.

Sensasinya begitu nikmat, belum pernah ada orang yang memijat bagian ini untukku.

Sungguh menggairahkan, membuatku begitu gatal.

Saat ini, aku merasa sangat ingin diisi sepenuhnya.

Melihat sikapku yang menggoda, Paman Calvin jelas tak kuasa menahan gejolak dalam dirinya.

Tubuhnya terasa lebih panas dari sebelumnya, kedua tangannya meremas-remas payudaraku dengan kasar, menekanku erat-erat ke badannya.

Napas beratnya semakin terdengar jelas.

Sorot matanya sudah kabur, tangan tanpa sadar merayap turun, menarik celana yogaku hingga celana dalam renda-ku terbuka.

“Mira, biar Paman bantu selesaikan latihanmu, ya?"

"Mm..." Begitu kubuka mulut, yang keluar justru rintihan genit.

"Kalau begitu... sekarang kita buka pakaian bagian atas, fokus latih kekuatan tubuh bawah." Sorot mata Paman Calvin gelap, satu tangan melingkari pinggangku, satunya lagi menempel di pantatku yang bulat, mengangkat dan menurunkanku dalam irama...

Sungguh memalukan! Tapi... rasanya terlalu nikmat. Gerakan Paman Calvin semakin cepat, payudaraku dipijitnya dengan kedua tangannya...

Tubuhku bergetar, dan seluruh diriku akhirnya melemah bersandar di tubuhnya, tapi Paman Calvin malah mengecup pipiku pelan. “Mira yang baik, kamu melakukannya dengan sangat bagus. Bukankah ini latihan yang sangat baik?”

"Tapi, Paman Calvin... aku sudah lemas. Apa ini benar-benar berguna?"

Paman Calvin berhenti sejenak, telapak tangannya merambat dari pinggulku ke depan.

Merasa aku gemetar, dia berbisik, "Mira, rasakan ini... sekarang gerakkan pahamu."

Aku mendesah pelan, secara refleks menjepit tangannya di antara pahaku...

"Mira, apa kamu tidak nyaman?"

Dengan malu kupalingkan wajah sambil menggeleng.

"Lihat, kan sekarang sudah jauh lebih baik? Karena selama ini kamu tidak pernah dekat dengan pria, tubuhmu terlalu sensitif sampai panik saat di kerumunan."

"Sekarang Paman akan tingkatkan intensitas latihanmu. Begitu terbiasa, urusan kampus dan ujian kebugaran pasti bisa kamu hadapi."

Aku merasa penjelasannya masuk akal, lalu mengangguk kepala.

Paman Calvin keluar untuk membelikanku sport bra, berkata bahwa nanti latihanku akan bertambah.

Tapi area bawah tubuhku sudah basah kuyup, terpaksa aku buru-buru mandi dulu.

Persis saat aku mandi, teman akrab Paman Calvin, Paman Chandra tiba-tiba masuk.

Dia bersiul-siul hendak ke toilet, resleting celananya sudah terbuka separuh.

Melihat tubuh telanjangku, matanya terpaku di bagian atas tubuhku.

"Mira, kok mandi siang-siang? Biar Paman Chandra yang gosok punggungmu ya?"

Sambil bicara, tangannya hendak menyentuhku, tapi dicegat oleh Paman Calvin yang mengikutinya dari belakang dan langsung menyeretnya keluar. "Pergi sana!"

Paman Calvin melemparkan sport bra dan buru-buru pergi.

Cepat-cepat kukeringkan badan dan berganti pakaian.

Karena celana yoga-ku basah, terpaksa kukenakan kaos dan celana pendek.

Begitu tahu aktivitas yang akan kami lakukan, Paman Chandra ikut menawarkan bantuan. "Aku juga akan ikut melatih Mira."

Dia juga teman ayahku, kondisi fisiknya sangat prima, dan bekerja sebagai pelatih di gym.

Akhirnya, aku berdiri di antara dua pria berotot itu.

Paman Calvin di belakangku membimbing gerakan squat, tangannya mencengkeram pinggangku, berpesan agar aku bersandar di pahanya jika lelah.

Baru dua kali mencoba, aku sudah tak tahan. Tubuhku lunglai dan terjatuh di pangkuannya.

Suhu panas dari kedua pahanya membuatku semakin lemas.

Melihat keadaan itu, Paman Chandra yang berada di depannya justru menekan dadaku. "Jangan membungkuk."

Dengan alasan memperbaiki postur, tangannya mulai mengusap dan meremas tanpa henti.

Kepalaku seperti bermendung, seluruh tubuhku terasa panas. Kedua pria itu semakin mendekat.

Aku bagai roti lapis, terjepit di antara mereka.

Tanpa kusadari, rintihan keluar dari bibirku, semakin lama semakin keras. Pahaku pun tak kuasa membuka dan menggesek-gesek di atas tangan kasar mereka...

"Paman Calvin... panas..." Suaraku terdengar parau dan lumer bagai madu, tanganku meraih tubuh Paman Calvin di belakang dan tak henti menggesek-gesek.

Bajuku tersingkap, memperlihatkan payudara yang besar.

Paman Chandra dengan mata memerah memeluk bahuku, lalu membungkuk mendekat. "Jangan dipendam dadanya, dorong ke depan."

Kudorongkan dadaku ke depan dan seketika ia menyambar dengan mulutnya, mulai mengisap...

Paman Calvin di belakangku tak kuasa menahan gejolak, dengan kasar membuka kancing celananya dan menarik tali celana dalamku. "Mira manis, lepaskan ini... nanti juga adem..."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Godaan di Ruang Fitnes   Bab 9

    Paman Calvin panik. "Aku salah, Mira. Tapi katakanlah apa yang mengganggumu."Perasaanku semakin sedih, akhirnya kuputuskan untuk terbuka. "Calvin aku mencintaimu. Tapi kau selalu menganggapku kecil. Aku hanya berani menyembunyikan perasaan ini, membuat segalanya berantakan agar kau terus mengkhawatirkanku, sehingga kau tak akan meninggalkanku. Aku merasa sangat hina."Mendengar pengakuanku, Calvin tak terlihat terkejut. Dia hanya diam.Sikapnya itu justru membuatku semakin marah. Kuputuskan untuk mengungkap semuanya.Lalu kusebutkan sebuah rahasia lagi.Tiga tahun lalu, keluarga Calvin memperkenalkannya pada seorang wanita yang sangat baik.Mereka cukup cocok dan berencana menikah.Dengan diam-diam aku menemui wanita itu dan berkata, "Calvin terlihat baik, tapi sebenarnya di malam hari dia sering menyentuhku secara tak senonoh. Kami bahkan sudah tidur bersama."Wanita itu langsung menampar Calvin dan pergi begitu saja.Sejak saat itu, dia tak pernah muncul lagi.Usai mendengar pengaku

  • Godaan di Ruang Fitnes   Bab 8

    Kutepis tangannya. "Pacarmu sudah kabur, masih saja di sini?"Melihat tak ada harapan dariku, akhirnya dia berbalik mengejar. "Stevi, tunggu! Dengarkan penjelasanku!"Kupandangi bayanganku di cermin, baju compang-camping dan sosok yang terlihat seperti baru saja ditiduri. Rasanya ingin tertawa.Sepanjang hari dirangsang, tapi tak ada kemajuan berarti.Gelisah dalam hatiku semakin menjadi.Kapan aku bisa merasakan keintiman seperti ini dengan orang yang benar-benar kucintai?Kututup mataku, satu tangan meraba dadaku sendiri, membayangkan itu adalah tangannya.Dia memelukku dalam dekapan hangat, tubuhku lunglai dalam pelukannya.Tangan mahir itu merayap dari perut ke bawah, dan tanpa kusadari, rintihan lembut terlepas dari bibirku.Wajah itu semakin jelas, yaitu Paman Calvin.Kuteringat saat dia melatihku, bagaimana tangan nakalnya menopang payudaraku.Dan sensasi tersengat listrik saat merasakan alat keras bagian bawahnya yang menusuk pantatku saat duduk di pangkuannya.Dengan membayang

  • Godaan di Ruang Fitnes   Bab 7

    Iya, harus ganti baju.Kulihat langit sudah gelap.Untungnya, klub tari tak jauh dari sini, dan pintunya sering tak dikunci.Seharusnya di jam ini semua sudah pulang.Kukenakan jaket Ruben dan menyelinap ke ruang ganti klub tari.Soal bisa mendapatkan baju di sini, ini kudengar dari teman sekamarku, Tessa.Katanya suatu kali saat pacaran dengan pacarnya di belakang lapangan, bajunya robek-robek lalu dia mencuri satu set dari sini.Setelahnya dikembalikan, dan pemiliknya tak marah.Paman Chandra menunggu di luar sambil berjaga.Akhirnya kudapatkan lemari yang tak terkunci, tapi isinya hanya ada satu set kostum tari Latin.Gaun berumbai perak dengan neckline terbuka lebar.Panjangnya hanya sampai paha.Tapi untungnya ada sepasang stoking tari putih.Kain baju ini bahkan lebih sedikit dari yang sedang kukenakan.Tapi setidaknya bisa menutupi bagian vital.Dalam gelap kuingat lokasi lemari ini, berjanji akan membeli yang sama untuk mengembalikannya.Karena tidak berani menyalakan lampu, ha

  • Godaan di Ruang Fitnes   Bab 6

    Tak apa rasanya mencoba merasakan sensasi dengan Paman Chandra, aku tidak jijik.Kusengaja melompat dua kali mendekatinya, merasakan payudara yang berat dan bergoyang liar.Paman Chandra jelas tak bisa menahan diri lagi. "Mira sayang, biarkan Paman cicipi sekali lagi."Kupura-pura mendorongnya dengan manja, suaraku lembut dan mendesah, "Paman Chandra... jahat sekali..."Tapi dia langsung memelukku erat. Paman Chandra memang tergila-gila pada payudaraku.Dia berbisik, "Ini adalah impian semua pria."Aku tidak melawan, malah merangkul kepalanya.Rintihan tak terbendung mengalir dari bibirku.Paman Chandra menyentuh bagian bawah tubuhku, terkejut lalu berkata mesum, "Andai tahu kau seliar ini, dari dulu sudah kubuat kau melayang."Aku pun melepas segala gengsi, rintihan keluar semakin mendesah dan memikat.Mata Paman Chandra memerah, ditamparnya pantat putihku lalu menindihku kasar. "Sabar, bentar lagi Paman akan kenyangkan kamu."Tapi anehnya, Paman Chandra lama tak bisa membuka kancingn

  • Godaan di Ruang Fitnes   Bab 5

    Aku mulai takut, ini benar-benar seperti main api dan membakar diri sendiri.Melihat kondisi Ruben yang seperti ini, jelas takkan bisa menahan diri sampai tiba di hotel. Jangan-jangan dia mau melakukannya di tempat terbuka?Kekhawatiranku bercampur dengan detak jantung yang semakin kencang.Beruntung, tak jauh dari sana terdapat gedung kuliah tua yang sudah tak terpakai.Ruben membawaku masuk ke sebuah ruang kelas kosong, mendobrak pintunya, dan dengan gegas menindihku ke pintu sebelum sempat menutupnya. Ciumannya menghujam seperti hujan deras.Ini pertama kalinya aku dicium, seluruh tubuhku seperti kekurangan oksigen hingga merasa pusing.Badanku lemas bagai air, hanya bisa bersandar pelukannya agar tak terjatuh.Tangan Ruben tak henti meraba payudaraku, mulutnya turun dari wajahku terus ke bawah.Sampai di area dada, dengan kasar dia membuka bajuku dan kedua payudara yang putih dan montok itu langsung terpental keluar.Bergoyang-goyang di depan mulutnya.Dia meremasnya keras, lalu la

  • Godaan di Ruang Fitnes   Bab 4

    Yang lain tak mau kalah, ikut mengerumuniku.Tangan-tangan mereka menempel di pinggang dan pahaku, bahkan ada yang menyusup lewat kerah bajuku.Sekujur tubuhku gemetar saat jari-jari asing menyusup ke dalam celana yogaku.Teringat nasihat Paman Calvin, "Kurangnya interaksi dengan pria membuatku kaku."Mungkin hari ini justru kesempatan baik, kubujuk diri sendiri untuk tetap tenang.Jika harus memilih satu orang, Ruben adalah pilihan tepat sebagai pemimpin dan pemain basket dengan postur ideal.Untuk bisa keluar dari sini, hari ini aku harus menaklukkannya.Aku tak ingin pengalaman pertamaku ditinggali dengan kenangan buruk.Kupeluk erat lengan Ruben, payudaraku yang berisi sengaja menggesek lengannya. Mataku berkaca-kaca memancarkan kepolosan yang memilukan."Ketua... bukankah kau menyukaiku? Aku masih single, mau jadi pacarmu... Kumohon, jangan perlakukan aku seperti ini..."Ruben jelas menikmati sanjunganku ini, tapi raut wajahnya menampakkan sepercik keraguan."Kau yakin masih singl

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status