Short
Godaan di Ruang Fitnes

Godaan di Ruang Fitnes

Oleh:  JeniTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
9Bab
89Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

“Aku gagal tes kebugaran kampus, tapi malas ikut latihan. Untung Paman Calvin datang membantuku. Baru beberapa kali melakukan squat, dadaku sudah terasa berat dan nyeri, kakiku melemas sampai aku jatuh ke dalam pelukannya. “Aku… nggak kuat lagi, Paman Calvin… aku belum pakai sport bra…” Napas Paman Calvin memburu. “Mira, biar Paman bantu.” Tak kusangka, ia benar-benar menggunakan kedua telapak tangannya yang kasar untuk menopangku, mengangkat dan menurunkanku, makin cepat… dan makin cepat…

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

Namaku Mira Lim, baru saja masuk tahun pertama kuliah.

Karena wajahku yang polos dan tubuhku yang menggoda, aku langsung terpilih sebagai Bunga Kampus.

Belakangan ini beredar sebuah rumor tentangku.

Katanya aku perempuan murahan, sering berkeliaran dengan segerombolan pria tua yang sudah setengah botak.

Gosip itu begitu rinci seolah semuanya benar, sampai aku tak tahu harus gimana bantah. Bahkan aku mulai takut masuk kelas olahraga.

Setiap kali aku datang, sekelompok mahasiswa akan mengelilingiku, menatapku tanpa sungkan dan memanggilku “sapi perah”.

“Lihat deh si sapi perah kalau lari. Gaya begitu siapa yang mau dia pancing?”

“Katanya satu malam bisa melayani beberapa om-om. Hebat juga, ya.”

Pernah juga beberapa laki-laki mencegatku bersama-sama, suaranya meremehkan dan licik.

“Hei, satu malam berapa? Biar kami rame-rame datang ramaikan suasana, lumayan buatmu kan?”

Mereka bahkan berani menyentuhku seenaknya, seolah itu hal yang wajar.

Yang lebih keterlaluan lagi, mereka sering mendorongku hingga terperangkap di tengah kerumunan, tubuh mereka mendesak terlalu dekat hingga aku tak bisa bergerak.

Pinggang dan perutku yang sensitif pun terasa panas, membuatku hanya bisa merapatkan kaki dan menahan diri sekuat mungkin.

Untung hari itu Paman Calvin kebetulan sedang mengurus sesuatu di kampus dan melihat kejadian itu. Ia langsung mengusir mereka.

Sejak itu, setiap kali ada kelas olahraga di lapangan luar, aku selalu tepat di menit terakhir baru berani muncul.

Tes kebugaran massal kampus juga gagal kulalui karena aku tidak pernah berlatih.

Aku tidak berani ikut ujian ulang, hanya bersembunyi di kamar kos-ku seperti pengecut.

Setelah mendengar kejadian itu, Paman Calvin datang mencariku di kamar kos.

“Mira, tidak bisa gini terus. Jangan takut, Paman akan membantumu.”

Paman Calvin adalah teman ayahku. Lima tahun lalu, setelah orang tuaku mengalami kecelakaan, dialah yang membiayai pendidikanku.

Ia hidup seorang diri, dan kami saling bergantung satu sama lain.

Aku menyembunyikan kepalaku di bawah selimut sebagai bentuk protes tanpa suara.

Paman Calvin langsung menyingkap selimut dan menarikku keluar.

Gaun tidurku berantakan karena terseret selimut, membuat kedua kakiku yang pucat terlihat, dan sedikit celana dalam renda berwarna pink milikku tampak samar.

Napas Paman Calvin yang hangat terasa mengenai dadaku, dan kerah bajuku yang longgar hampir tidak bisa menutupi payudaraku.

Kulitku seketika berubah memerah.

Tatapan Paman Calvin menggelap, seberkas kilatan tajam melintas di matanya, seperti ada hewan buas yang mau menelanku hidup-hidup.

Ia segera berdiri, wajahnya tampak gugup ketika ia memalingkan pandangan ke arah jendela. “Bersembunyi bukan solusi. Kamu tetap harus menghadapi semuanya.”

Lalu ia berjalan ke lemari di samping, mengambil pakaian olahragaku dan menyerahkannya padaku.

“Ganti baju. Ikut Paman ke gym untuk latihan.”

Melihat otot lengan Paman Calvin yang kuat dan bentuk tubuhnya yang tegap, aku tiba-tiba merasa latihan bersama Paman sepertinya tidak masalah juga.

Bagaimanapun, ia sudah bertahun-tahun berlatih, menghadapi tes kebugaran kampus tentu bukan masalah baginya.

Namun setelah aku mengenakan pakaian yoga yang ketat, Paman Calvin menatapku sejenak, menelan ludah, lalu mengernyit dan mengubah rencananya.

“Latihan di rumah saja,” katanya.

Aku tidak mengerti alasannya, tapi hanya bisa mengangguk.

Di atas matras yoga, Paman Calvin mulai mengajariku gerakan squat.

Aku terus-menerus kehilangan keseimbangan, jadi ia berdiri di belakangku, membantuku dengan posisi sangat dekat sambil mengarahkan gerakanku.

“Turunkan pinggulmu seperti hendak duduk di bangku,” katanya.

Bersandar pada tubuhnya, aku bisa merasakan otot perutnya yang keras, membuat pikiranku sejenak kacau dan tidak fokus.

Saat aku menurunkan pinggul ke belakang, aku tanpa sengaja bersandar terlalu dekat ke pahanya, bagian bawahnya yang panas langsung berdiri tegak menekanku.

Tubuhku perlahan merinding, mataku berair tanpa bisa kutahan.

Paman Calvin mengira aku menangis. Ia memelukku dengan cemas.

“Mira, kamu tidak apa-apa?”

Napas Paman Calvin terasa di dekat telingaku, membuat daun telingaku memanas.

Dengan malu-malu aku menyembunyikan wajah di pelukannya.

“Tidak apa-apa, Paman Calvin.”

“Kalau begitu, kita lanjut ya. Kita mulai dari pemanasan dulu, kalau otot belum cukup rileks, mudah cedera.”

Aku mengangkat kepalaku dari pelukan Paman Calvin, lalu menuruti arahannya dan mulai melakukan jumping jack serta high knee.

Namun saat melakukan gerakan itu, bagian dadaku terasa sangat berat dan tertarik-tarik, membuatku semakin tidak nyaman.

Paman Calvin sudah membelikanku pakaian yoga, tetapi ia tidak terpikir bahwa aku juga membutuhkan bra olahraga khusus.

Aku terengah-engah, berusaha keras untuk tetap bertahan.

Tapi kenapa Paman Calvin tidak juga menyuruhku berhenti?

Begitu aku menoleh, aku melihat mata Paman Calvin terpaku di dadaku, seolah tak bisa beranjak, persis seperti para pemuda nakal di kampus itu.

Dan… benjolan di bawah tubuhnya itu tampak semakin menegas, seolah makin sulit disembunyikan.

Hal itu membuatku sangat canggung. Aku berhenti, kedua tanganku bertumpu pada paha sambil mencoba menstabilkan napas.

Tatapan Paman Calvin kembali meluncur masuk ke dalam kerah bajuku. Dengan tinggi badannya, aku yakin ia bisa melihat semuanya dengan jelas.

Aku menutup dada dengan tidak nyaman. “Paman Calvin… aku tidak nyaman.”

Barulah ia tersentak sadar, lalu tangannya yang besar dan kasar menggenggam lengan atasku dengan cemas.

“Mira, ada apa? Kau kenapa?”

Aku memanfaatkan kesempatan itu untuk merosot ke dalam pelukannya, membiarkan tubuhku beristirahat sejenak. Sedikit lelah, aku menatapnya dengan mata penuh rasa malu dan berbisik, “Paman Calvin… sepertinya aku butuh sport bra.”

Paman Calvin tersentak seolah baru sadar sesuatu. “Ah, aku lupa! Nanti kita pergi beli. Lalu… latihan setelah ini bagaimana?”
Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Tidak ada komentar
9 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status