Share

Bab 4

Author: Golden
"Dua orang baru bisa memuaskanmu, 'kan? Kamu benar-benar nafsuan dan nggak tahu malu!"

Aku mengira Adri serius dan mataku pun memerah. Meskipun aku memang bernafsu besar, aku tidak sembarangan. Namun, ketika gerakannya makin kasar, aku menyadari bahwa dia sedang marah dan cemburu.

Adri mengangkat dan meletakkan sebelah kakiku di bahunya. Punggungku tidak berhenti menggesek pohon belakang akibat dorongannya. Kulitku yang halus pun terasa perih karena terkena permukaan pohon yang kasar. Rasanya sakit, tetapi juga memabukkan.

Saat mencapai puncak, Adri menggigit bahuku. "Jangan cari orang lain. Aku bisa memuaskanmu."

Seolah-olah untuk membuktikan ucapan ini, dia terus mendominasiku hingga fajar tiba. Aku tergeletak di atas dada bidang Adri, lalu mengelus-elus garis perut bawahnya dan tidur dengan perasaan puas.

Aku tidak tahu bahwa dia menatap wajahku saat aku tertidur. Tatapannya sangatlah lembut. Aku lebih tidak mengerti lagi apa maksud kalimat yang diucapkannya.

"Lama nggak jumpa, Nova."

Ketika membuka mata, aku berhadapan tepat dengan dua lembar uang kertas kusut bekas pakai semalam. Di permukaannya juga terdapat lapisan cairan. Seberapa tebal pun mukaku, aku juga tidak dapat mengendalikan rona merah yang menghiasi wajahku saat melihatnya.

"Ini untukmu."

Adri memegang setumpuk uang yang tebal dan menyerahkannya kepadaku. Suaranya terdengar canggung saat berujar, "Jangan pinjam uang dari orang lain lagi."

"Kamu cemburu?" Aku sengaja menggodanya. Tanganku menyentuh setiap inci ototnya dengan nakal.

Dia terdiam lama. Aku kira dia tidak akan menjawab pertanyaan membosankan ini. Saat aku berbalik dan ingin lanjut tidur, terdengar bisikannya yang sangat pelan, "Emm."

Sebelum aku sempat berbicara lagi, otot-ototnya yang kuat itu memelukku dengan erat. Suaranya yang magnetis menggema di telingaku. "Hiduplah bersamaku. Aku mampu menghidupimu."

Tubuhku masih terasa sakit. Sebenarnya, aku tidak ingin berpacaran dengannya. Perlu diketahui jika seseorang menikah dan punya anak dengan seorang petani, orang itu akan sulit untuk kembali ke kota. Aku memang egois.

Setelah memikirkan hal ini, aku mendorong otot perutnya untuk yang pertama kalinya. "Aku cuma mau tidur denganmu."

Adri menatapku dengan mata gelapnya, lalu mengangguk dan berbalik.

Aku mengira dia tidak akan pernah memuaskan hasratku lagi. Jadi, aku mencari target berikutnya di antara banyak petani. Ada banyak pria yang kuat, tetapi Adri tetap membuatku tidak bisa berpaling. Dia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang lain dan mampu membuatku tertarik untuk mendekat.

Oleh karena itu, aku memutuskan untuk memanjat jendelanya lagi tanpa malu. Dia seharusnya tidak bisa menolak tubuh indah yang diberikan secara cuma-cuma kepadanya, 'kan?

Namun, melalui kertas jendela yang tipis, aku melihat ada seorang wanita di atas tempat tidurnya. Aku juga mendengar Adri bertanya tentang keadaannya.

"Kamu pasti lelah bekerja di ladang hari ini. Kamu istirahat saja sehari besok. Jangan kecapekan."

Dia tidak pernah bersikap selembut ini terhadapku.

"Kak, apa ada orang yang kamu sukai?"

Aku memasang telinga untuk mendengar jawabannya.

"Aku rasa kamu lumayan baik."

Jawaban macam apa itu! Hatiku terasa getir, tetapi aku berpura-pura tidak peduli dan berbalik.

Jendela rumah Adri cukup tinggi. Aku terjatuh karena lengah sejenak. Sebuah kayu tajam pun menusuk kulitku dan aku secara refleks berteriak kesakitan.

Kedua orang di dalam kamar langsung terdiam. Begitu pintu dibuka, aku buru-buru berjalan pergi dengan tertatih-tatih.

Sekarang sedang musim panas dan cuacanya sangat panas. Lukaku pun meradang setelah dua hari bekerja keras. Berhubung demamku sangat tinggi dan tidak kunjung reda, aku menghentikan teman sekamarku yang hendak pergi ke ladang dan berujar, "Tolong beri tahu A ... Kak Adri aku minta izin."

Di daerah pedesaan, obat-obatan sangat langka. Aku menahan rasa tidak nyaman dan pergi mengambil handuk basah untuk mengompres dahiku supaya suhu tubuhku menurun.

Seiring dengan matahari yang makin terik, asrama yang terbuat dari jerami dan sempit ini terasa makin panas. Aku merasa pusing dan merobek pakaianku dengan linglung.

"Jangan bergerak." Terdengar suara Adri di samping telingaku. Aku pikir itu hanyalah ilusi yang ditimbulkan demam tinggi. Jadi, aku lanjut melempar kain terakhir yang menutupi tubuhku ke lantai.

Napasku tiba-tiba terasa berat dan gerakan tanganku dihentikan oleh seseorang. Aku membuka mata dengan kesal dan melihat Adri.

"Kamu terluka di mana? Aku sudah bawakan obat." Wajahnya yang tanpa ekspresi dan sikapnya yang seperti sedang menjalankan tugas membuatku tiba-tiba tersadar. Aku segera menarik selimut untuk menutupi tubuhku dengan rapat. "Kok kamu ada di sini?"

"Sebagai ketua tim, aku punya tanggung jawab untuk merawatmu."

"Oh." Aku menjawab, "Aku akan melakukannya sendiri. Posisi lukanya lumayan tinggi."

Lukanya ada di paha bagian dalam.

"Aku akan membantumu," katanya sambil hendak merentangkan kakiku dengan cekatan.

"Nggak usah." Aku menambahkan dalam hati, 'Kamu sudah punya pasangan.'

"Jangan bergerak!" Adri pun marah dan memelototiku. "Kalau mau mati di sini, kamu boleh lanjut melawan."

Aku pada dasarnya sudah merasa tidak nyaman karena sakit. Setelah dimarahinya, aku tiba-tiba merasa sedih. Dia jelas sudah punya pasangan, kenapa dia masih begitu baik padaku?

Aku meronta dengan asal, tetapi dia berlutut di antara kedua kakiku, juga menggunakan lututnya untuk merenggangkan kedua kakiku dan menahan tanganku. Ujung jarinya yang agak dingin menyentuh lukaku yang hampir bernanah. Aku pun gemetar kesakitan. "Sakit."

"Tahan."

Adri menatap luka itu dan napasnya berangsur-angsur memburu. Dia menatap mataku yang memerah dan berlinang air mata, lalu bertanya dengan suara yang makin dingin, "Kenapa kamu menangis?"

"Kamu sudah punya pasangan, kenapa kamu masih seperti ini?" Aku menangis makin kuat.

Dia menatapku dan tiba-tiba membungkuk. "Aku akan sterilkan lukamu."

Dia menjilat lukaku dengan ujung lidahnya yang lembut. Aku merasa sakit sekaligus geli, tetapi tetap bereaksi tanpa malu.

Tubuhku yang telanjang terasa makin basah dan Adri melihat semuanya. Saat ujung jarinya memasukiku, aku pun gemetar dan menangis tersedu-sedu. "Kamu nggak usah peduli padaku! Pergi! Atas dasar apa kamu bilang menyukaiku, tapi malah menyukai orang lain lagi!"

Seluruh rasa sedihku langsung meluap.

Adri masih diam dan lanjut menjilati lukaku dengan sepenuh hati. Ujung jarinya menjelajahi area sensitifku dan dia bahkan menambahkan satu jari.

Aku menangis dengan gemetar, juga merasa malu karena tidak dapat mengendalikan hasrat tubuhku. Aku merasa hasratku makin meningkat dan panas di tubuhku tidak tertahankan lagi. Setiap inci tubuhku mendambakan perlakuan yang lebih kasar.

Adri menatap lekat-lekat area di antara kedua kakiku dan tertawa, "Meski sakit, kamu tetap bisa begitu nafsuan?"
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 8

    Saat matahari terbit, Adri menggendongku dan menekanku ke jendela. Tubuh kami saling menempel erat. Dia menunjuk cahaya di depan dan berbisik di telingaku, "Nova, kali ini kita jangan berpisah lagi."Hari ujian masuk perguruan tinggi adalah di hari musim dingin. Aku menyuruh Adri mengenakan mantelku dan mengawasinya berjalan masuk ke ruang ujian. Dia telah mengulang pelajaran tanpa kenal lelah dan begitu lama. Dia pun berbalik dan menunjukkan senyum percaya diri ke arahku. Tidak sia-sia aku menangis berkali-kali saat berada di bawah tubuhnya.Setelah ujian, aku langsung menemukan Adri di tengah kerumunan dan berlari ke arahnya. "Gimana hasil ujianmu?""Lumayan."Aku diam-diam mendekatkan diri ke telinganya dan bertanya, "Mau hadiah malam ini?"Apa arti "hadiah" ini sudah jelas. Malam itu, Adri membantuku mencapai puncak berulang kali. Setelah selesai berhubungan, aku menempelkan wajahku di lengannya dan memperhatikannya mengeluarkan sebuah buku tua dari bawah bantal.Itu buku pertama

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 7

    Pantas saja aku tidak mengenalinya. Aku memandangi tubuh kekar dan wajah tampan Adri. Dia sudah sepenuhnya berbeda dari saat kecil dulu. Aku begitu tenggelam dalam pikiranku hingga tidak menyadari tatapan mata Adri yang makin dalam. Dia menatapku dan memelukku. "Sejak hari itu, aku selalu menantikanmu kembali setiap hari, tapi kamu nggak pernah kembali. Setiap malam waktu aku nggak bisa tidur karenamu, aku akan ambil buku-buku pemberianmu dan membacanya sampai robek. Lalu, aku akan beli buku-buku lain dan bahkan mempersiapkan diri untuk ujian masuk perguruan tinggi. Aku berencana pergi ke kota untuk mencarimu saat kuliah nanti."Suara Adri terdengar berat, tetapi aku selalu merasa dia merasa seolah-olah aku telah menelantarkannya. "Aku sudah melihatmu di hari pertama kamu tiba di desa."Pantas saja aku selalu merasa Adri melepaskan hormon maskulinnya terhadapku entah sengaja atau tidak. Ternyata dia sedang merayuku!Menyadari hal ini, aku tiba-tiba memberanikan diri untuk bertanya te

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 6

    "Ssst."Adri tersenyum jahat lagi dan terus bergerak dengan liar tanpa menghiraukan permintaanku. Melihat aku memasang tampang memelas, dia langsung menyumpalkan pakaiannya ke mulutku. "Gigit!"Dia bergerak makin cepat dan aku yang tak kuasa menahannya jatuh menimpanya. Kenikmatan itu datang secara bergelombang. Aku mungkin benar-benar akan mati karenanya. Hanya itu yang kupikirkan saat ini."Tina, apa kamu dengar suara-suara aneh semalam?" tanyaku dengan gugup pada teman sekamarku yang sudah bangun.Dia menggeleng, lalu tiba-tiba berhenti memakai sepatu dan menjawab dengan serius, "Apa semalam hujan? Hujannya sepertinya deras sekali. Atau ada air ketuban siapa yang bocor? Tapi mungkin ini cuma mimpi."Melihat ekspresi seriusnya, aku akhirnya menghela napas lega.Adri ternyata memang serius ingin pergi bersamaku. Begitu aku selesai mengerjakan tugas, dia mengambil bahan pelajaran yang dia temukan entah dari mana dan membawaku ke rumahnya untuk mengajarnya.Aku sudah lulus bertahun-tahu

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 5

    Rasa malu, marah, dan sakit berkecamuk dalam hatiku. Air mataku pun mengalir makin deras. Aku rindu mendengar hiburan dan bisikan Adri sebelumnya, tetapi moralitasku menghentikanku.Percakapan mesra kami berdua malam itu terus berputar di benakku. Aku meronta lagi dan menendang Adri dengan kuat. Akan tetapi, dia malah menahan pergelangan kakiku dan membawanya ke titik panas tubuhnya."Adri! Dasar berengsek! Kamu sudah punya pasangan, tapi masih memperlakukanku seperti ini!" seruku. Namun, tubuhku terasa lemas dan lemah. Aku hanya bisa pasrah membiarkannya memperlakukanku sesuka hatinya.Kenikmatan itu makin intens, sedangkan rasa malu membuatku tak mampu mengangkat kepala. Sampai aku mencapai puncak, Adri baru menarik kembali ujung lidahnya, kaku dengan hati-hati mengoleskan obat pada lukaku. Kemudian, dia menarikku ke dadanya yang bidang dan memelukku sambil berkata, "Aku nggak punya pasangan. Aku menyukaimu."Aku menghindari Adri selama tiga hari berturut-turut karena aku tidak tahu

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 4

    "Dua orang baru bisa memuaskanmu, 'kan? Kamu benar-benar nafsuan dan nggak tahu malu!"Aku mengira Adri serius dan mataku pun memerah. Meskipun aku memang bernafsu besar, aku tidak sembarangan. Namun, ketika gerakannya makin kasar, aku menyadari bahwa dia sedang marah dan cemburu.Adri mengangkat dan meletakkan sebelah kakiku di bahunya. Punggungku tidak berhenti menggesek pohon belakang akibat dorongannya. Kulitku yang halus pun terasa perih karena terkena permukaan pohon yang kasar. Rasanya sakit, tetapi juga memabukkan.Saat mencapai puncak, Adri menggigit bahuku. "Jangan cari orang lain. Aku bisa memuaskanmu."Seolah-olah untuk membuktikan ucapan ini, dia terus mendominasiku hingga fajar tiba. Aku tergeletak di atas dada bidang Adri, lalu mengelus-elus garis perut bawahnya dan tidur dengan perasaan puas.Aku tidak tahu bahwa dia menatap wajahku saat aku tertidur. Tatapannya sangatlah lembut. Aku lebih tidak mengerti lagi apa maksud kalimat yang diucapkannya."Lama nggak jumpa, Nova

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 3

    Adri mengeluarkan uang kertas itu dan menatap tubuh bagian bawahku. Sentuhannya yang kasar justru membuat area itu makin basah. Dia menarik tangannya dan berkata, "Basah sekali.""Cepat .... Aku mau ...." Aku hanya ingin melepas hasratku.Namun, dia menggeleng dan tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi putihnya. "Aku akan memuaskanmu malam ini."Setelah mengatakan itu, dia menyeka tubuh bagian bawahku dengan uang kertas. Kemudian, dia berdiri dan menarik celananya. Aku menggenggam saku celananya erat-erat sambil berujar dengan nada memelas, "Kalau kamu nggak memuaskanku sekarang, aku akan merasa sangat nggak nyaman. Berhubung begitu, aku akan cari orang lain."Raut wajah Adri langsung menjadi kelam. Kemudian, dia membalikkan tubuhku dan menekanku ke atas kakinya. Bokongku yang empuk dipukulnya tanpa ampun sampai aku memohon ampun, "Adri, aku salah.""Salah apa?" Pertanyaan mendadak itu membuatku tidak bisa menjawab. Dia pun memukulku lagi.Akhirnya, aku tidak tahan lagi dan berseru

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status