Pada tahun 1970-an, aku mengikuti kebijakan nasional dan menjadi bagian dari program anak muda terpelajar yang dikirim ke pedesaan. Demi mencari sensasi baru, aku diam-diam tertarik pada seorang pria berotot dan maskulin. Di tengah malam, aku memanjat jendela untuk naik ke ranjangnya yang dipenuhi hormon maskulin. "Adri, kamu keras sekali. Sini kubantu." Pria itu mencengkeram pinggangku dan menekannya dengan kuat. "Ini pilihanmu sendiri, ya." Selain bekerja di ladang, hal yang paling sering kulakukan adalah "menunggangi" Adri dan mengayunkan tubuhku dengan lembut bersamanya. Baik itu di pegunungan yang sunyi maupun tempat-tempat terpencil di desa, jejak cinta kami tertinggal di mana-mana.
View MoreSaat matahari terbit, Adri menggendongku dan menekanku ke jendela. Tubuh kami saling menempel erat. Dia menunjuk cahaya di depan dan berbisik di telingaku, "Nova, kali ini kita jangan berpisah lagi."Hari ujian masuk perguruan tinggi adalah di hari musim dingin. Aku menyuruh Adri mengenakan mantelku dan mengawasinya berjalan masuk ke ruang ujian. Dia telah mengulang pelajaran tanpa kenal lelah dan begitu lama. Dia pun berbalik dan menunjukkan senyum percaya diri ke arahku. Tidak sia-sia aku menangis berkali-kali saat berada di bawah tubuhnya.Setelah ujian, aku langsung menemukan Adri di tengah kerumunan dan berlari ke arahnya. "Gimana hasil ujianmu?""Lumayan."Aku diam-diam mendekatkan diri ke telinganya dan bertanya, "Mau hadiah malam ini?"Apa arti "hadiah" ini sudah jelas. Malam itu, Adri membantuku mencapai puncak berulang kali. Setelah selesai berhubungan, aku menempelkan wajahku di lengannya dan memperhatikannya mengeluarkan sebuah buku tua dari bawah bantal.Itu buku pertama
Pantas saja aku tidak mengenalinya. Aku memandangi tubuh kekar dan wajah tampan Adri. Dia sudah sepenuhnya berbeda dari saat kecil dulu. Aku begitu tenggelam dalam pikiranku hingga tidak menyadari tatapan mata Adri yang makin dalam. Dia menatapku dan memelukku. "Sejak hari itu, aku selalu menantikanmu kembali setiap hari, tapi kamu nggak pernah kembali. Setiap malam waktu aku nggak bisa tidur karenamu, aku akan ambil buku-buku pemberianmu dan membacanya sampai robek. Lalu, aku akan beli buku-buku lain dan bahkan mempersiapkan diri untuk ujian masuk perguruan tinggi. Aku berencana pergi ke kota untuk mencarimu saat kuliah nanti."Suara Adri terdengar berat, tetapi aku selalu merasa dia merasa seolah-olah aku telah menelantarkannya. "Aku sudah melihatmu di hari pertama kamu tiba di desa."Pantas saja aku selalu merasa Adri melepaskan hormon maskulinnya terhadapku entah sengaja atau tidak. Ternyata dia sedang merayuku!Menyadari hal ini, aku tiba-tiba memberanikan diri untuk bertanya te
"Ssst."Adri tersenyum jahat lagi dan terus bergerak dengan liar tanpa menghiraukan permintaanku. Melihat aku memasang tampang memelas, dia langsung menyumpalkan pakaiannya ke mulutku. "Gigit!"Dia bergerak makin cepat dan aku yang tak kuasa menahannya jatuh menimpanya. Kenikmatan itu datang secara bergelombang. Aku mungkin benar-benar akan mati karenanya. Hanya itu yang kupikirkan saat ini."Tina, apa kamu dengar suara-suara aneh semalam?" tanyaku dengan gugup pada teman sekamarku yang sudah bangun.Dia menggeleng, lalu tiba-tiba berhenti memakai sepatu dan menjawab dengan serius, "Apa semalam hujan? Hujannya sepertinya deras sekali. Atau ada air ketuban siapa yang bocor? Tapi mungkin ini cuma mimpi."Melihat ekspresi seriusnya, aku akhirnya menghela napas lega.Adri ternyata memang serius ingin pergi bersamaku. Begitu aku selesai mengerjakan tugas, dia mengambil bahan pelajaran yang dia temukan entah dari mana dan membawaku ke rumahnya untuk mengajarnya.Aku sudah lulus bertahun-tahu
Rasa malu, marah, dan sakit berkecamuk dalam hatiku. Air mataku pun mengalir makin deras. Aku rindu mendengar hiburan dan bisikan Adri sebelumnya, tetapi moralitasku menghentikanku.Percakapan mesra kami berdua malam itu terus berputar di benakku. Aku meronta lagi dan menendang Adri dengan kuat. Akan tetapi, dia malah menahan pergelangan kakiku dan membawanya ke titik panas tubuhnya."Adri! Dasar berengsek! Kamu sudah punya pasangan, tapi masih memperlakukanku seperti ini!" seruku. Namun, tubuhku terasa lemas dan lemah. Aku hanya bisa pasrah membiarkannya memperlakukanku sesuka hatinya.Kenikmatan itu makin intens, sedangkan rasa malu membuatku tak mampu mengangkat kepala. Sampai aku mencapai puncak, Adri baru menarik kembali ujung lidahnya, kaku dengan hati-hati mengoleskan obat pada lukaku. Kemudian, dia menarikku ke dadanya yang bidang dan memelukku sambil berkata, "Aku nggak punya pasangan. Aku menyukaimu."Aku menghindari Adri selama tiga hari berturut-turut karena aku tidak tahu
"Dua orang baru bisa memuaskanmu, 'kan? Kamu benar-benar nafsuan dan nggak tahu malu!"Aku mengira Adri serius dan mataku pun memerah. Meskipun aku memang bernafsu besar, aku tidak sembarangan. Namun, ketika gerakannya makin kasar, aku menyadari bahwa dia sedang marah dan cemburu.Adri mengangkat dan meletakkan sebelah kakiku di bahunya. Punggungku tidak berhenti menggesek pohon belakang akibat dorongannya. Kulitku yang halus pun terasa perih karena terkena permukaan pohon yang kasar. Rasanya sakit, tetapi juga memabukkan.Saat mencapai puncak, Adri menggigit bahuku. "Jangan cari orang lain. Aku bisa memuaskanmu."Seolah-olah untuk membuktikan ucapan ini, dia terus mendominasiku hingga fajar tiba. Aku tergeletak di atas dada bidang Adri, lalu mengelus-elus garis perut bawahnya dan tidur dengan perasaan puas.Aku tidak tahu bahwa dia menatap wajahku saat aku tertidur. Tatapannya sangatlah lembut. Aku lebih tidak mengerti lagi apa maksud kalimat yang diucapkannya."Lama nggak jumpa, Nova
Adri mengeluarkan uang kertas itu dan menatap tubuh bagian bawahku. Sentuhannya yang kasar justru membuat area itu makin basah. Dia menarik tangannya dan berkata, "Basah sekali.""Cepat .... Aku mau ...." Aku hanya ingin melepas hasratku.Namun, dia menggeleng dan tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi putihnya. "Aku akan memuaskanmu malam ini."Setelah mengatakan itu, dia menyeka tubuh bagian bawahku dengan uang kertas. Kemudian, dia berdiri dan menarik celananya. Aku menggenggam saku celananya erat-erat sambil berujar dengan nada memelas, "Kalau kamu nggak memuaskanku sekarang, aku akan merasa sangat nggak nyaman. Berhubung begitu, aku akan cari orang lain."Raut wajah Adri langsung menjadi kelam. Kemudian, dia membalikkan tubuhku dan menekanku ke atas kakinya. Bokongku yang empuk dipukulnya tanpa ampun sampai aku memohon ampun, "Adri, aku salah.""Salah apa?" Pertanyaan mendadak itu membuatku tidak bisa menjawab. Dia pun memukulku lagi.Akhirnya, aku tidak tahan lagi dan berseru
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments