"Tidak, jangan..." Wajahku tersipu, aku memakai penutup mata dan berbaring tengkurap di ranjang, sambil mengangkat bokongku tinggi-tinggi, membiarkan tukang pijat pria memijatku. Dia mengembus napas hangat di telingaku, "Aku punya alat pijat impor sepanjang 30 cm, mau coba?" Tanpa sengaja menyentuh pahanya, aku mengerang tak terkendali, tapi aku berlagak keras kepala, "Aku tak percaya, kecuali kamu biarkan aku memeriksanya!"
View MoreThe bucket of cold water hit Ayla’s legs again. She didn’t flinch. She was used to it.
“You missed a spot, stupid girl!” a tall she-wolf shouted, pointing at the dirty floor. “Yes, Mila,” Ayla whispered and bent down again to scrub harder. “You’re so slow! Are you even trying?” Mila spat. “I’m sorry... I’ll be faster.” “You better be. If I see one speck of dust, you’ll sleep outside again. And don’t think the Alpha will help you. He doesn’t even know you exist.” Ayla didn’t answer. She just nodded. Her hands were red from scrubbing, her knees bruised. Her stomach growled, but she had learned not to ask for food. Another maid laughed as she walked by. “She thinks she’s special because the guards gave her old bread yesterday.” “Pathetic,” Mila added. “You’re not even a real wolf. Your wolf hasn’t spoken to you. You’re weak.” “I know…” Ayla said quietly, hiding the pain in her chest. Hours passed before she finally finished cleaning. She took the dirty water outside and dumped it behind the old barn. The sky was dark now. Most wolves were eating meat and bread, laughing, dancing. She sat behind the barn, chewing on a dry piece of bread she had saved from the night before. Suddenly, a strong smell hit her. Whiskey… leather… something spicy. She stood quickly. “Who's there?” she asked, eyes wide. A tall man stepped from the shadows. His hood was up. He wore black. His face was partly hidden. “Do you always eat alone?” his deep voice asked. “Yes,” she answered. “I don’t belong with them.” The man moved closer. His steps were quiet. Dangerous. “What’s your name?” he asked. “Ayla.” “Ayla… That’s soft. Fitting for a small thing like you.” She looked down, nervous. “Who are you?” “Just a traveler,” he said, stepping closer. “Looking for a place to rest.” “This is the Bloodfang Pack. You’re not from here.” He chuckled. “Smart girl. But I won’t hurt you. I just need somewhere quiet.” “You can stay in the old hunting lodge,” she said. “No one uses it anymore.” He tilted his head. “You’ll show me?” “I can’t… I’m not allowed to leave the yard at night.” He stepped even closer, his breath now warm on her cheek. “I won’t tell.” “I–” He suddenly grabbed her arm. “You smell like something I’ve been searching for…” Ayla tried to pull back. “Let go.” But he didn’t. His grip was strong. Too strong. “What are you doing? Please don’t–” “Shhh,” he whispered, pressing her back against the barn wall. “Just for tonight. No one will know. I need this.” “No! Stop–please!” she begged, panic in her voice. He didn’t stop. The stars above didn’t blink. He didn’t stop, even as she cried out. * * * Sometime later, Ayla lay on the cold ground, silent tears running down her face. Her dress was torn. Her body ached. He stood, fixing his cloak. “I’m sorry,” he said softly, not meeting her eyes. “You smelled like my mate. I couldn’t control it.” She didn’t speak. He knelt beside her and placed something in her hand. “Don’t tell anyone. Ever. Here’s some Shillings. Buy yourself medicine or food. And… thank you.” Ayla stared at the coins. Her hands shook. Then he was gone. She cried until her voice broke. * * * The next morning, Ayla dragged herself to the washroom before anyone could see her. Her body was sore. Her legs felt heavy. She cleaned her bruises and scrubbed her skin until it burned. But no amount of scrubbing could wash away what happened, she left the washroom to wear her maid dress. Suddenly, the door slammed open. “Ayla!” the head maid barked. She jumped, heart pounding. “What is taking you so long? Do you think you're special?” “No, I.. I’m sorry–” “Shut up! Sylvia is waiting! You are to serve her now!” Ayla blinked. “Sylvia?” “Yes, you stupid rat! The Alpha’s friend. The one he might make Luna soon!” Ayla’s lips parted, confused. “I thought I wasn’t allowed in that wing.” The head maid glared. “Do you think I care what you thought? You go now, or I’ll throw you into the dungeons myself!” Ayla didn’t argue. She fixed her dress and grabbed the tray of food and tea. Her hands shook, but she kept her head down. She walked down the long hall. Everything here looked clean, expensive, shiny. She had never been here before. She knocked softly. “Come in!” a sharp voice snapped. Ayla entered the large room. Sylvia stood by the window in a silk red dress. Her golden hair curled perfectly. Her lips were painted dark red. She turned and sneered. “Oh. So they sent another garbage maid.” Ayla kept her eyes down. “Good morning. I brought your breakfast.” “Did I ask for your voice? Put the tray there and don’t break anything, rat.” Ayla placed the tray gently on the table. Sylvia walked up to her slowly, heels clicking against the floor. “Why are you shaking?” she asked coldly. “I’m not.” “Don’t lie to me!” Sylvia snapped, stepping closer. “You think you're better than me? Huh?” “No, I don’t–” “You do! You think you can walk into this wing, where real wolves live, and act like you're clean? You’re filth. Omega trash. A stray mutt!” Ayla didn’t reply. Her eyes stared at the floor, trying to hide the tears threatening to fall. Sylvia leaned forward and hissed, “You think you’ll ever dream of becoming a Luna? You think someone like the Alpha would even look at you? Don’t make me laugh.” “I never–” “Shut up!” Sylvia screamed and raised her hand. Ayla flinched, expecting the slap. But a deep voice boomed through the room. “What is going on here?” Both girls froze. Sylvia turned quickly, fake tears already forming. “Alpha!” she cried. “She tried to poison me!” Ayla’s eyes shot up. Alpha? The tall man stepped inside the room, his eyes dark and cold. He wore a fitted black shirt, his scent–whiskey, leather, spice,filling the air. Ayla’s heart stopped. That scent… That voice… It was him. The man from last night. The man who had hurt her. Her hand trembled. The glass cup she held slipped from her fingers and shattered on the floor. Sylvia screamed. But Ayla didn’t hear her. The world spun. The room grew dark. And then, everything disappeared. She faintedRasanya seperti jatuh ke dalam gua es, seluruh tubuhku membeku.Setelah sadar, aku merasa marah."Jose, aku tidak membencimu. Aku berusaha keras untuk menyembuhkan penyakit tersembunyimu, tapi kamu malah ingin menceraikanku."Kalaupun ingin bercerai, harusnya aku yang mengajukannya!Bukti yang direkam Jose kemarin hanya bisa membuktikan aku bermesraan dengan Derrick, si tukang pijat, tapi bukan berarti aku selingkuh.Dia tidak percaya padaku dan tidak ingin tinggal bersamaku. Aku bisa saja bercerai dengannya, pokoknya aku mau setengah dari harta warisan. Sekalipun aku tidak bisa hidup semewah sekarang, hidupku di masa depan akan terjamin.Setelah tiba di pengadilan, aku menyadari kalau aku meremehkan Jose.Selain dia, Derrick juga ada di sana.Akan tetapi, Derrick menatapku dengan sinis, dengan senyum mengejek di wajahnya. Tiba-tiba aku punya firasat buruk dan merasa terjebak dalam konspirasi.Seperti dugaanku, Jose membuat dua video yang membuktikan perselingkuhanku, satu direkamnya
Derrick tidak menghentikan gerakan tangannya, malah lebih kuat lagi, seolah sengaja menyiksaku.Namun, bukan hanya rasa sakit, melainkan juga kebahagiaan...Keringat dingin mengucur di dahiku. Tepat saat aku hendak bicara, Pak Derrick menutup mulutku dan menunjuk ke tirai pembatas dengan lembut.Sepasang mata gelap menatap tajam di balik tirai!Itu pasti suamiku, dia sudah mulai.Aku agak semangat, aku memberi isyarat pada Pak Derrick untuk mengikuti rencananya.Aku berdoa dalam hati, agar suamiku bisa pulih di bawah rangsangan itu.Pak Derrick memasangkan penutup mata untukku, aku tak bisa melihat dengan jelas lagi, jantungku semakin berdebar.Aku tahu suamiku masih perhatikan, aku tak bisa menahan diri untuk menebak apa yang sedang dilakukannya sekarang. Jangan-jangan dia sedang melakukan hal buruk...Pak Derrick tidak memberiku waktu untuk berpikir, dia mulai memijatku dengan minyak esensial lagi.Langkah-langkah kemarin terulang lagi...Kemarin aku tidak merasa malu, karena tidak a
Kilasan kesadaran membuatku panik, aku ingin mendorongnya menjauh, tetapi sia-sia.Di hadapan Pak Derrick yang kuat, aku bagaikan anak ayam yang lemah."Suamimu tidak menyayangimu, apa lagi yang perlu kamu khawatirkan? Aku bisa bantu menyembuhkan penyakit aneh suamimu, tapi aku nggak akan membantunya secara gratis!"Kata-kata Derrick sudah sangat jelas. Dia sungguh agung, aroma tubuhnya yang menggoda merangsang hatiku.Aku memilih untuk pasrah dan benar-benar merasakan kebahagiaan seorang wanita.Setengah jam kemudian, Derrick membuka penutup mataku.Setelah tenang, aku merasakan rasa malu dan penyesalan yang mendalam. Aku hanya bisa menghibur diri kalau aku telah membayar harga untuk menyelamatkan suamiku."Bagaimana Pak Derrick membantu suamiku?"Senyum licik tersungging di wajahnya, "Hal ini sangat mudah, yaitu membangkitkan hasrat suamimu dan mewujudkan fantasi. Kebanyakan pria pernah berfantasi tentang hal ini, tetapi mereka tidak berani melakukannya. Cukup sekali saja bisa membua
Setelah memasuki ruangan, ada sebuah ranjang kecil di tengahnya, serta banyak alat pijat canggih di dalamnya.Derrick menutup tirai dan mengunci pintu."Bu Doris, aku sudah tahu tentang kondisi suami Anda. Sebelumnya, aku pernah ketemu kasus serupa, aku punya cara untuk menyembuhkannya!"Aku duduk di ranjang dengan gugup. Kok Jane malah mengatakan semuanya? Namun, dia bilang bisa menyembuhkannya...Melihatnya begitu yakin, aku memutuskan untuk percaya kalau pria tampan dan ramah ini mungkin bisa menanganinya. Bagaimanapun, tukang pijat lebih berpengalaman dan mungkin tahu beberapa pengobatan tradisional.Aku juga mendengar kalau beberapa tukang pijat dapat mengobati penyakit menular seksual dan wasir, sungguh menakjubkan."Bu Doris, jangan khawatir, nikmati pijatannya, aku bakal beri tahu caranya nanti!" Dia membuatku penasaran dan memintaku berbaring di ranjang.Selain itu, dia juga memberiku penutup mata dan memintaku untuk memakainya.Aku merasa agak aneh, kenapa harus memakai penut
Namaku Doris, aku seorang wanita berusia 30 tahun yang telah menikah.Sebelum menikah, suamiku terobsesi dan selalu menurutiku. Dia rela menunggu selama tiga jam di tengah hujan lebat hanya demi makan malam bersamaku.Namun, suamiku tampak berbeda setelah menikah. Dia selalu keluar pagi dan pulang malam, aku jarang bisa bertemu dengannya.Selain itu, frekuensi hubungan seks kami pun semakin berkurang.Aku memandangi diri sendiri di cermin, kulitku yang putih dan lembut, yang tak kalah cantiknya dengan kulit seorang gadis berusia 18 tahun, tetapi wajahku dipenuhi kesedihan.Wanita butuh dicintai, apa yang terjadi dengan suamiku?Rasa kesepian sungguh menyiksaku. Untuk mencari tahu kebenarannya, aku diam-diam memeriksa ponsel suamiku dan akhirnya menemukan rahasianya.Riwayat penelusurannya sungguh mengejutkan! [Aku tidak tertarik pada istriku, aku ingin melihat orang lain bermesraan dengan istriku...][Apa normal kalau aku tidak ingin menyentuh istriku setelah enam bulan menikah?][Seb
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments