Share

Bab 3

Author: Golden
Adri mengeluarkan uang kertas itu dan menatap tubuh bagian bawahku. Sentuhannya yang kasar justru membuat area itu makin basah. Dia menarik tangannya dan berkata, "Basah sekali."

"Cepat .... Aku mau ...." Aku hanya ingin melepas hasratku.

Namun, dia menggeleng dan tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi putihnya. "Aku akan memuaskanmu malam ini."

Setelah mengatakan itu, dia menyeka tubuh bagian bawahku dengan uang kertas. Kemudian, dia berdiri dan menarik celananya. Aku menggenggam saku celananya erat-erat sambil berujar dengan nada memelas, "Kalau kamu nggak memuaskanku sekarang, aku akan merasa sangat nggak nyaman. Berhubung begitu, aku akan cari orang lain."

Raut wajah Adri langsung menjadi kelam. Kemudian, dia membalikkan tubuhku dan menekanku ke atas kakinya. Bokongku yang empuk dipukulnya tanpa ampun sampai aku memohon ampun, "Adri, aku salah."

"Salah apa?" Pertanyaan mendadak itu membuatku tidak bisa menjawab. Dia pun memukulku lagi.

Akhirnya, aku tidak tahan lagi dan berseru, "Aku nggak akan cari orang lain. Aku cuma mau kamu!"

"Bagus." Adri tersenyum dan kembali bekerja di ladang.

Aku perlahan-lahan mengenakan pakaianku sambil menatapnya dengan penuh keluhan. Dia masih tersenyum seperti itu. Tampangnya saja terlihat jujur, tetapi dia sebenarnya sangat jahat.

Aku diam-diam memberi Adri penilaian dalam hati.

Dalam perjalanan ke kantin, seorang pemuda yang datang ke desa di periode yang sama denganku bertanya padaku, "Kamu sudah merasa baikan?"

"Emm, sudah jauh lebih baik," jawabku sambil diam-diam melirik reaksi Adri di hadapanku. Melihat dia sepertinya tidak mendengar percakapan kami, aku memberanikan diri berkata, "Aku lapar, boleh pinjam sedikit uang?"

Aku sangat pandai memanfaatkan kecantikanku. Pemuda itu pun memberiku setengah dari uangnya tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dia melambaikan tangannya dengan murah hati dan berujar, "Aku kuat dan bisa hasilkan banyak uang. Kamu nggak perlu kembalikan uangnya lagi."

Sebelum sempat berterima kasih, aku melihatnya menggaruk kepalanya dan telinganya juga memerah saat bertanya, "Bisa nggak kamu datang ke gunung belakang malam ini?"

Gunung belakang adalah tempat di mana pasangan muda sering berkencan. Maksudnya sudah jelas. Aku berencana untuk menolaknya secara langsung malam ini. Jadi, aku menyetujuinya sambil tersenyum.

"Ikuti aku." Adri tiba-tiba berbalik dan menatapku dengan tajam. Bokongku pun terasa makin sakit.

Malam ini, untuk pertama kalinya, aku tidak memanjat jendela kamar Adri, melainkan berencana untuk naik gunung.

Namun, tepat setelah berjalan beberapa langkah keluar dari gubuk jerami, sesosok tubuh kekar menghalangi jalanku. "Mau pergi kencan?"

"Nggak."

"Ikut aku." Adri terlalu kuat. Aku mau tak mau membiarkannya menuntunku melangkah maju. Melihat jalan menanjak yang familier, aku tiba-tiba menyadari apa yang ingin dilakukannya. Aku pun buru-buru menepis tangannya. "Aku nggak mau pergi!"

"Bukannya kamu mau naik gunung? Aku akan menggendongmu."

Ucapannya memang manis, tetapi nyatanya, dia menggendongku di pundaknya tanpa peduli pada perlawananku. Berhubung takut teriakanku akan menarik perhatian orang, dia pun menyumpalkan uang kertas ke mulutku.

Setelah melihat punggung pemuda itu, Adri akhirnya menurunkanku. Entah bagaimana, dia sudah dengan cepat menggunakan ikat pinggangnya untuk melilit pinggangku dan mengikatku erat-erat ke pohon.

"Ugh!" Aku segera menggeleng.

Adri menyeka keringat di dahinya, lalu mencondongkan tubuh ke dekatku dan berbisik, "Aku sudah bilang akan memuaskanmu malam ini. Aku akan tepati janjiku."

Celanaku yang lebar langsung mengendur dan jatuh ke lantai. Kedua kakiku yang ramping pun terekspos di udara.

Telapak tangannya yang hangat dengan terampil menggoda setiap titik sensitifku dan akhirnya berhenti di bokongku yang telah dipukulinya hingga memar. Dia meremasnya dengan kuat dan bertanya, "Kamu begitu suka merayu pria? Cuma karena aku nggak memuaskanmu? Hah?"

Aku mengerang kesakitan dan pemuda itu juga mendengar keributan yang kami timbulkan.

"Aneh, kenapa dia masih belum datang?" Pemuda itu pun duduk di samping. Aku tahu kami hanya berjarak beberapa pohon.

Menyadari hal ini, gelora hasrat di tubuhku makin membara dan bagian bawah tubuhku langsung basah. Adri menjilat dan menggigit daun telingaku. Aku pun agak gemetar. Jika bukan karena sedang diikat, aku pasti sudah lemas dan jatuh ke lantai.

Adri juga menyadari bahwa aku lebih sensitif dari biasanya. Tiga jarinya dengan mudah meraih jauh ke dalam tubuhku dan mulai bergerak.

"Coba tebak aku beli apa?"

Dia tersenyum dan menggoyangkan terong ungu di depanku. Aku menggeleng sambil mengerang.

"Nggak mau?" Raut wajah Adri langsung berubah. Dia lanjut berkata, "Kamu harus mau meski nggak mau. Siapa suruh kamu yang memprovokasiku dulu."

Tidak! Aku menggeleng untuk menunjukkan bahwa aku tidak mau terong itu, melainkan menginginkannya secara langsung. Tidak ada yang bisa menandinginya. Dia kuat, panas, dan keras.

"Santai." Bokongku dipukulinya dua kali lagi. Aku merintih dan mengikuti instruksinya untuk melebarkan kakiku. Tindakan ini sepertinya menyenangkan Adri.

Tak lama kemudian, terong yang berlumuran cairan itu digantikan oleh tubuhnya yang hangat. Gerakannya makin cepat, sedangkan aku menggeleng dengan asal dan napasku makin terengah-engah.

Di hutan yang sunyi saat ini, aku merasa suara yang sama sepertinya tersebar di mana-mana. Aku baru menyadari bahwa tempat ini bukan hanyalah tempat untuk berkencan dan berjalan-jalan, tetapi juga tempat bagi para kekasih untuk melampiaskan hasrat mereka. Itu berarti pemuda itu juga memiliki niat buruk!

Adri menggigit pelan dadaku yang montok dan aku merasa hatiku seperti disengat listrik. Aku tidak mampu bertahan lagi. Dorongan untuk melepaskan hasratku dihentikan oleh Adri. Dia bertanya sambil tersenyum jahat, "Kamu menyukainya?"

Aku mengikuti arah pandangnya dan melihat pemuda itu sedang menyentuh dirinya sambil mendengar suara-suara dari sekitarnya.

"Kamu mau aku mengajaknya bergabung?"
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 8

    Saat matahari terbit, Adri menggendongku dan menekanku ke jendela. Tubuh kami saling menempel erat. Dia menunjuk cahaya di depan dan berbisik di telingaku, "Nova, kali ini kita jangan berpisah lagi."Hari ujian masuk perguruan tinggi adalah di hari musim dingin. Aku menyuruh Adri mengenakan mantelku dan mengawasinya berjalan masuk ke ruang ujian. Dia telah mengulang pelajaran tanpa kenal lelah dan begitu lama. Dia pun berbalik dan menunjukkan senyum percaya diri ke arahku. Tidak sia-sia aku menangis berkali-kali saat berada di bawah tubuhnya.Setelah ujian, aku langsung menemukan Adri di tengah kerumunan dan berlari ke arahnya. "Gimana hasil ujianmu?""Lumayan."Aku diam-diam mendekatkan diri ke telinganya dan bertanya, "Mau hadiah malam ini?"Apa arti "hadiah" ini sudah jelas. Malam itu, Adri membantuku mencapai puncak berulang kali. Setelah selesai berhubungan, aku menempelkan wajahku di lengannya dan memperhatikannya mengeluarkan sebuah buku tua dari bawah bantal.Itu buku pertama

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 7

    Pantas saja aku tidak mengenalinya. Aku memandangi tubuh kekar dan wajah tampan Adri. Dia sudah sepenuhnya berbeda dari saat kecil dulu. Aku begitu tenggelam dalam pikiranku hingga tidak menyadari tatapan mata Adri yang makin dalam. Dia menatapku dan memelukku. "Sejak hari itu, aku selalu menantikanmu kembali setiap hari, tapi kamu nggak pernah kembali. Setiap malam waktu aku nggak bisa tidur karenamu, aku akan ambil buku-buku pemberianmu dan membacanya sampai robek. Lalu, aku akan beli buku-buku lain dan bahkan mempersiapkan diri untuk ujian masuk perguruan tinggi. Aku berencana pergi ke kota untuk mencarimu saat kuliah nanti."Suara Adri terdengar berat, tetapi aku selalu merasa dia merasa seolah-olah aku telah menelantarkannya. "Aku sudah melihatmu di hari pertama kamu tiba di desa."Pantas saja aku selalu merasa Adri melepaskan hormon maskulinnya terhadapku entah sengaja atau tidak. Ternyata dia sedang merayuku!Menyadari hal ini, aku tiba-tiba memberanikan diri untuk bertanya te

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 6

    "Ssst."Adri tersenyum jahat lagi dan terus bergerak dengan liar tanpa menghiraukan permintaanku. Melihat aku memasang tampang memelas, dia langsung menyumpalkan pakaiannya ke mulutku. "Gigit!"Dia bergerak makin cepat dan aku yang tak kuasa menahannya jatuh menimpanya. Kenikmatan itu datang secara bergelombang. Aku mungkin benar-benar akan mati karenanya. Hanya itu yang kupikirkan saat ini."Tina, apa kamu dengar suara-suara aneh semalam?" tanyaku dengan gugup pada teman sekamarku yang sudah bangun.Dia menggeleng, lalu tiba-tiba berhenti memakai sepatu dan menjawab dengan serius, "Apa semalam hujan? Hujannya sepertinya deras sekali. Atau ada air ketuban siapa yang bocor? Tapi mungkin ini cuma mimpi."Melihat ekspresi seriusnya, aku akhirnya menghela napas lega.Adri ternyata memang serius ingin pergi bersamaku. Begitu aku selesai mengerjakan tugas, dia mengambil bahan pelajaran yang dia temukan entah dari mana dan membawaku ke rumahnya untuk mengajarnya.Aku sudah lulus bertahun-tahu

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 5

    Rasa malu, marah, dan sakit berkecamuk dalam hatiku. Air mataku pun mengalir makin deras. Aku rindu mendengar hiburan dan bisikan Adri sebelumnya, tetapi moralitasku menghentikanku.Percakapan mesra kami berdua malam itu terus berputar di benakku. Aku meronta lagi dan menendang Adri dengan kuat. Akan tetapi, dia malah menahan pergelangan kakiku dan membawanya ke titik panas tubuhnya."Adri! Dasar berengsek! Kamu sudah punya pasangan, tapi masih memperlakukanku seperti ini!" seruku. Namun, tubuhku terasa lemas dan lemah. Aku hanya bisa pasrah membiarkannya memperlakukanku sesuka hatinya.Kenikmatan itu makin intens, sedangkan rasa malu membuatku tak mampu mengangkat kepala. Sampai aku mencapai puncak, Adri baru menarik kembali ujung lidahnya, kaku dengan hati-hati mengoleskan obat pada lukaku. Kemudian, dia menarikku ke dadanya yang bidang dan memelukku sambil berkata, "Aku nggak punya pasangan. Aku menyukaimu."Aku menghindari Adri selama tiga hari berturut-turut karena aku tidak tahu

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 4

    "Dua orang baru bisa memuaskanmu, 'kan? Kamu benar-benar nafsuan dan nggak tahu malu!"Aku mengira Adri serius dan mataku pun memerah. Meskipun aku memang bernafsu besar, aku tidak sembarangan. Namun, ketika gerakannya makin kasar, aku menyadari bahwa dia sedang marah dan cemburu.Adri mengangkat dan meletakkan sebelah kakiku di bahunya. Punggungku tidak berhenti menggesek pohon belakang akibat dorongannya. Kulitku yang halus pun terasa perih karena terkena permukaan pohon yang kasar. Rasanya sakit, tetapi juga memabukkan.Saat mencapai puncak, Adri menggigit bahuku. "Jangan cari orang lain. Aku bisa memuaskanmu."Seolah-olah untuk membuktikan ucapan ini, dia terus mendominasiku hingga fajar tiba. Aku tergeletak di atas dada bidang Adri, lalu mengelus-elus garis perut bawahnya dan tidur dengan perasaan puas.Aku tidak tahu bahwa dia menatap wajahku saat aku tertidur. Tatapannya sangatlah lembut. Aku lebih tidak mengerti lagi apa maksud kalimat yang diucapkannya."Lama nggak jumpa, Nova

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 3

    Adri mengeluarkan uang kertas itu dan menatap tubuh bagian bawahku. Sentuhannya yang kasar justru membuat area itu makin basah. Dia menarik tangannya dan berkata, "Basah sekali.""Cepat .... Aku mau ...." Aku hanya ingin melepas hasratku.Namun, dia menggeleng dan tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi putihnya. "Aku akan memuaskanmu malam ini."Setelah mengatakan itu, dia menyeka tubuh bagian bawahku dengan uang kertas. Kemudian, dia berdiri dan menarik celananya. Aku menggenggam saku celananya erat-erat sambil berujar dengan nada memelas, "Kalau kamu nggak memuaskanku sekarang, aku akan merasa sangat nggak nyaman. Berhubung begitu, aku akan cari orang lain."Raut wajah Adri langsung menjadi kelam. Kemudian, dia membalikkan tubuhku dan menekanku ke atas kakinya. Bokongku yang empuk dipukulnya tanpa ampun sampai aku memohon ampun, "Adri, aku salah.""Salah apa?" Pertanyaan mendadak itu membuatku tidak bisa menjawab. Dia pun memukulku lagi.Akhirnya, aku tidak tahan lagi dan berseru

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status