"Wah, ibu masak enak?" tanya Mail yang baru saja bangun dari tidurnya.
"Mandi dulu sana, sekalian bangunin Abang Kamu ya," ucap Atika sembari ia memanaskan gulai ari yang ia masak tadi Malam.Mail segera berlari kecil kembali kedalam kamarnya. Segera ia membangunkan abang nya Dimas yang masih terlelap."Bang, bangun! ayo mandi. Ibu sudah masak daging loh, untuk kita," Serunya sembari mengguncang-guncangkan tubuh Dimas."Serius Dek?" Seru Dimas. Seketika itu Dimas langsung bangun dan beranjak meraih Handuk yang tersangkut di pintu kamar Mereka."Aku sudah nggak sabar Bang mau makan gulai daging buatan ibu," seru Mail yang sudah tidak sabar dan ingin segera cepat-cepat menuntaskan mandinya."Apalagi Abang Dek, kan sudah lama kita nggak makan daging. Pokonya lama banget," jawab Dimas lagi."Aku nanti mau nambah ah Bang," Seru Mail lagi. Sembari menyabuni kepalanya.Setelah mereka selesai mandi, mereka langsung menemui Atika sang ibu di amben yang terbuat dari bambu di depan rumah mereka.Nasi dan gulai yang warnanya menggugah selera sudah terhidang di amben yang terbuat dari belahan bambu itu. Tampak Atika juga sudah duduk di sana dan menunggu ke dua putra nya."Wah, harum sekali buk," Seru Dimas sembari hidungnya mencium aroma gulai buatan ibunya itu."Sudah, lebih baik duduk dan baca doa dulu," ujar Atika mengarahkan kedua anak nya."Buk ini dagingnya kok lembut sekali?" tanya Dimas, di gigit nya ari-ari yang menyerupai tetelan daging itu dan rasanya sangat enak menurutnya."Maf kan, ibu ya Nak. Ibu hanya bisa membeli tetelanya saja, bukan daging nya," ujar Atika meyakin kan."Ini saja sudah enak, apalagi dagingnya," Seru, Mail namun belum memakan nya."Enak sekali buk." Mail kini telah memakan sepotong ari-ari itu."Iya, enak banget buk, besok-besok mau dong buk, dimasakin begini lagi." tambah Dimas juga.Atika yang mendengar pengakuan kedua anaknya, merasa sangat berdosa dan sangat kasihan. Harusnya daging sapi yang ia berikan bukan potongan ari-ari bayi. Hatinya betul-betul ikut Ter, iris rasanya."Ibu nggak makan?" tanya Dimas."Kalian saja dulu, ibu nanti saja," jawab Atika. Matanya menyimpan sejuta rasa bersalah, terlebih kepada Ningsih."Ini buk, Mail suap ya." Mail malah menyodorkan suapan tanganya kepada Atika.Ingin sekali ia menolaknya, namun karna penasaran akhirnya ia menerima suapan dari Mail. Menurutnya dagingnya benaran empuk dan kenyal, tidak tau entah seperti rasa daging apa, namun bila diperhatikan lebih mirip dengan tetelan Sapi.Akhirnya Atika mengambil nasi nya sendiri dan juga lauk gulai itu."Enak ya," ujarnya sembari masi menikmati makan nya.Belum sempat mereka selesai makan, tiba-tiba Nilam menghampiri mereka."Wah, makan enak nih? semalam katanya nggak ada uang?" ucap Nilam tetangganya."Ahh,, kamu ini, ini hanya tetelan Sapi saja kok," jawab Atika berbohong."Aku mau ikut makan dong, Alaku belum makan nih," ucap Nilam lagi. Atika tidak bisa melarangnya, apalagi kini Nilam telah mengambil piring dan segera mengambil nasi dan gulai itu.Nilam memang bertetangga dengan Atika, dia juga sama hidupnya seperti Atika. Bedanya Nilam suaminya masih mengirim uang, walaupun jarang."Enak banget nih, kayak nya ini tetelanya masi segar ya?" tanya Nilam sembari masi menikmati gulai itu."Iya, aku beli semalam sore. Jadi masi baru," jawab Atika."Wah beneran enak sekali, kayak kenyal-kenyal gitu tapi lumayan lembut," ujar Nilam lagi. Ia begitu semangat menikmati hidangan itu.Atika hanya tersenyum, saat Nilam berkata bahwa gulai itu benaran enak."Eh maaf ya, Aku nggak bisa nih kasih kalian daging, soalnya aku cuma kebagian dikit belom lagi ngasih mertuaku," Ucap Nilam."Nggak apa-apa Nil, lagian ini juga sudah cukup," jawab Atika. menurutnya inilah upah dari kerjaanya tadi malam menjaga Ningsih." Buk! dibelakang masih ada nggak?" tanya Dimas."Nggak banyak nak, soalnya semalam ibu hanya beli setengah kilo saja," jawab Atika. Karna memang sesuai, dengan besar ari nya."Sumpah, ini tetelan paling enak dan paling lezat yang pernah aku makan," ujar Nilam.Atika hanya tersenyum mendengar pengakuan Nilam, biarlah untuk masalah berdosa itu menjadi urusan nanti pikirnya.Daripada Atika melihat kekecewaan, di raut wajah kedua anaknya. Kalau saja Ia tidak memasak ari-ari itu, mungkin juga hari ini mereka hanya makan dengan sebungkus mi instan lagi.Setelah mereka selesai makan, Nilampun berpamitan, dengan wajah berseri-seri karna sudah kenyang. Andai saja dia tau kalau itu ari-ari bayi, mungkin semua isi perutnya sudah keluar semua.Sementara Dimas dan Mail sedang Teleponan dengan bapaknya yang berada di negri orang."Pak, tadi ibu masak tetelan sapi," ujar Mail ke bapaknya."Tetelan? ibumu dapet uang dari mana?" sahut Daut heran, sedangkan ia tidak pernah mengirim uang sama sekali, karna memang gajinya selalu ditahan oleh bos nya katanya. Bahkan ia tidak di perbolehkan untuk pulang."Ibu beli Pak, enak sekali rasanya," seru Mail lagi.Atika yang mendengar itu merasa kasihan sekali dengan Kedua anaknya. Hanya karna tidak sanggup melihat kemurungan mereka berdua Atika malah salah langkah."Ibumu ada uang?" tanya Daut lagi dari sebrang sana."Ada sih, kayaknya Pak!l," jawab Mail."Coba kasih sebentar sama ibu, bapak mau bicara."Mail segera memberikan ponselnya kepada Atika." Gimana kabar kamu Mas?" tanya Atika membuka pembicaraan."Baik, Dek. Kalian bisa beli daging uang dari mana?" ternyata Daut masih begitu penasaran."Ooh, itu dikasih Mas. Kalau beli kami mana ada uang," jawabnya bohong.Seandainya saja Daut tau, kalau Atika memberi makan kedua anaknya dengan gulai ari-ari entah apalah jadinya."Oh, begitu. Yasudah, pulsa Mas nggak Banyak, kalian baik-baik disana ya, Daut pun segera mematikan sambungan ponsel nya.Atika segera meletakan harta satu-satunya, yaitu ponsel bututnya itu. Pernah Atika mencoba mau menjualnya karna kehabisan beras, namun nggak ada yang mau beli karna tombolnya semua sudah rontok dan layarnya pecah. Karna Ponselnya itu memang ponsel yang udah jadul, carjernya juga carjer Kodok.Dilihatnya Kedua anak nya tidur sangat pulas, sementara diluar sana anak lain, sedang berlebaran kesana-kemari dengan memakai pakaian baru.Atika merasa sangat ter haru hatinya, saat melihat kedua putranya terlelap dengan perut yang sudah Ter isi.Kerja Atika juga sehari-hari hanya sebagai tukang jahit baju keliling, kalau ada yang jahit, sehari ia hanya bergaji 15 ribu. Itu sudah paling kenceng. Jadi jangankan untuk beli baju baru, beli beras saja, ia nggak mampu.Atika tidak tau apa yang akan terjadi untuk kedepannya, namun Atika tidak perduli, yang penting perut kedua anak nya kenyang.Dari kejauhan, Atika melihat ibu nya Ningsih berjalan ke arah rumahnya, hatinya sudah mulai tidak tenang. Jangan bilang kalau ia tau Atika sudah memasak ari-ari cucu nya."Ahh, mana mungkin mereka tau, aku sudah mengubur kain sebagai penggantinya kok. Kalaupun mereka bongkar nanti paling aku tinggal jawab, mungkin dimakan Kucing atau dimakan binatang lainya," gumam nya."Atika!" Panggil wanita tua itu setelah sampai di hadapan Atika.Atika yang tadinyanya pura-pura memalingkan pandanganya, kini memberanikan diri untuk melihat kearah wanita tua itu.Bersambung."Aku kecewa sama Mama!" Pekik Yuni. Airmatanya menetes begitu derasnya."Maafkan Mama Kak. Mama terpaksa melakukan ini, karna nggak da jalan lain. Papamu pergi meninggalkan kita, mama nggak rela hidup tanpa harta Kak." Lirih Dela. Ia ingin sekali meyakinkan Yuni, agar Yuni bisa mengerti kondisinya."Sekarang aku tau, siapa dibalik pembongkaran makam Dini!" Yuni menepis tangan Dela."Maafkan Mama, Mama hanya ingin memperdaya Atika. Kamu tau, kan kalau Papamu itu lebih memilih mereka dibanding kita.""Tapi nggak harus mengorbankan Dini juga Ma!" Pekik Yuni. Ia tidak terima adiknya disakiti oleh siapapun, ia sangat menyayangi Dini adiknya."Mama tau Mama salah. Tapi Maam menyesal." Kalau Atika tidak mencari tumbal untuk Mama, maka Mama, dan kamu yang akan celaka Kak.""Maksut Mama apa sih? Yuni nggak ngerti Ma. Yuni nggak abis fikir dengan jalan pikiran Mama."Dela menunduk. Sejak awal memang ia tidak menyukai Diwan, karna Diwan itu orang yang tidak punya, dan apa adanya. "Mama nggak beg
"Sayang, sadar." Diwan mencoba membuka jemari tangan Atika yang terkepal sangat kuat. "Lepasin! lepasin saya, hahahahaa." Atika malah tertawa terpingkal-pingkal. Dan itu sangat membuat Diwan merinding, seluruh bulukuduknya naik."Siapa kamu? kenapa kamu mengusil istri saya?" Tanya Diwan lagi."Kamu tidak perlu tau siapa saya! hanya istrimulah yang tau siapa saya!" "Astaghfirullah, kamu mau saya, kasih hadiah?" Mulut Diwan mulai membacakan ayat suci Al-Quran, dan tanganya tetap memijit jari-jari Atika yang terkepal."Hahahaha," Seluruh tubuh Atika bergetar hebat, dan mengambang diatas Awang. Diwan sangat merasa panik, karna takut Atika akan terjatuh."Brukkkk," Benar saja Iblis itu menjatuhkan tubuh Atika, tepat dimeja kaca."Katakan siapa kamu? kamu jangan main-main dengan saya!" Bentak Diwan. Dilihatnya kepala Atika sedikit terluka akibat terkena sudut meja."Kasih saya tumbal yang saya mau! baru saya, akan menjawab siapa saya!" Diwan mencerna suara itu, sepertinya ia mengenali sua
"Mas, aku heran deh, siapa yang bawa Mail kesana?" Ucap Atika."Mas, juga heran. Setau kita Mail nggak pernah tau jalan kerumah Daut." Jawab Diwan."Apa sih maksut Daut? ngapain dia ambil Mail?" Ucap Atika kesal."Mungkin bukan dia yang ngambil sayang. Mungkin memang Mail kesana sendiri, atau mungkin dia selama ini tau alamat Daut.""Nggak Mas. Mail nggak akan tau itu, karna memang dia nggak pernah nanyak soal bapaknya!""Lalu apa tujuan kamu sayang? setelah ini?""Biarkan saja dulu Mas. Aku yakin Daut pasti ada maksut sesuatu, dan kita nggak boleh gegabah. "Tok, tok, tok," Suara kentongan mulai berbunyi lagi dari luar. Para warga beramai-ramai membawa obor."Mereka pasti mau cari anak Ijah Mas." "Iya. Mas, tau dari pas ngelayat tadi. Tapi masa iya mereka bilang anak Ijah diculik setan kepala." Ujar Diwan. "Mereka salah faham kayaknya Mas, soalnya mereka nggak liat langsung kok. Hanya dugaan mereka saja.""Mas masih penasaran sayang." "Penasaran apa?""Penasaran sama keberadaan Mb
"Pak kalau boleh tau siapa yang meninggal?" Tanya Atika, saat ia keluar dari rumah pagi itu."Ijah Ti. katanya komplikasi." Ucap lelaki itu."Ijah? Ijah Istrinya Anto?" Tanya Atika kaget."Iya tadi malam, selesai lahiran ninggalnya.""Gimana dengan anaknya pak?" "Anaknya baik-baik saja. Tapi," Lelaki itu menghentikan ucapanya."Tapi kenapa pak?" Atika semakin penasara."Anaknya dicuri sama setan yang hanya kepala Ti!" Ucap Lelaki itu lagi."Setan kepala? maksutnya gimana pak?" "Tadi malam kami ribut-ribut memukul kentongan itu mencari keberadaan anak Ijah, yang dicuri setan kepala, tapi Sampai pagi ini nggak ada titik terangnya."Atika semakin heran, dan sedikit bertanya-tanya. Ia menelan ludahnya dengan sangat susah. "Terimakasih Pak." Atika langsung kembali kerumahnya."Apa ini kerjaan Mbah Rondo? aku memang sudah waktunya memberikan tumbal. Tapi kenapa Mbah Rondo melakukan ini? bukan cuma ari-ari saja yang diambilnya tapi bayinya juga. Keterlaluan Mbah Rondo!" Pekik Atika kesal.
Ijah terus meringkuk kesakitan diperutnya. Keringat dingin sudah mencucuri seluruh tubuhnya, Bayinya juga tidak kunjung keluar. Mbah Karsem, beserta bidan yang dipanggil Atika tampak kebinggungan, dan kawalahan."Sakit Mbah!" Pekik Ijah. Ia sedari tadi terus menjerit kesakitan. Wajar jika sakitnya dua kali lipat dibanding lahiran normal biasanya."Masih sakit sekali ya perutmu?" Tanya Mbah Karsem."Masih Mbah, ini sakit sekali dan aku nggak kuat Mbah." Lirih Ijah."Gimana ini bayinya belum mau keluar juga." Ucap Mbah Karsem. "Ayo di ejankan pelan-pelan ya Mbak. Ini pembukaannya sudah lengkap kok." Ucap bidan itu."Saya nggak bisa Mbak. Ini sakit sekali.""Ayok dikit lagi kepalanya sudah kelihatan kok," Ucap Mbah Karsem. "Semangat Jah. Kamu harus bisa, kasian anakmu, kalau kamu lemah.""Owe, owe, owe," Alhamdulilah, akhirnya lahiran juga. Bayinya sehat, perempuan." Ucap Mbah Karsem. "Bayi Ijah sangat bersih, dan putih, walupun lahir perematur namun bayinya sepertinya kuat."Kepala s
"Jadi kamu pernah mau diperkosa?" Diwan menyusul Atika masuk kedalam kamar mereka.Dikilitnya Atika duduk didepan cermin besar kesayangannya. "Untuk apa kamu nanyak lagi Mas? kamu masih nggak percaya juga?" "Mas, percaya kok. Mas, hanya kasihan denganmu. Sudah ditinggal kawin oleh Daut, eh malah si Anto mau melakukan itu kepada kamu. Seandainya Mas, yang jadi Daut, sudah Mas, hajar itu Anto!"Atika hanya tersenyum kecil, mendengar ucapan Diwan suaminya."Kalau Ijah nggak bekerja lagi, siapa yang akan menggantikan dia Mas?"Tanya Atika. "Sebaiknya nggak usah ada lagi pekerja dirumah ini sayang. Biarkan Mas, saja yang membantu kamu.""Nggak bisa Mas! harus ada. Kamu tau kan, kalau pekerjaan dirumah ini nggak akan ada habisnya." "Terserah kamu. Mas, ngikut apa katamu Saja. Tapi Mas, minta tolong jangan pernah berbuat seperti itu lagi. Kasian Ijah dia jadi seperti itu. Seharusnya kita bertanggung jawab atas apa yang menimpa Ijah sayang.""Aku tau Mas, aku cuma menggertak Anto saja tadi.