Share

Rezky Tidak Terduga

Atika sudah semakin keringat dingin saat wanita tua itu mendekatinya," Atika. Maaf ya semalam Saya lupa mau ngasih ini kepadamu karna kamu keburu pulang," ucap ibunya Ningsih sembari memberi selembar uang 50 ribu.

"Apa ini Buk?" tanya Atika heran.

"Ini sebagai ucapan terimakasih Saya, karna Kamu sudah membantu  semalam untuk menjaga Ningsih," ucapnya. Atika mengira ia hanya meminta tolong begitu saja, tapi ternyata ia malah memberikan uang.

"Tapi Saya ikhlas kok buk, lagian harusnya Saya yang menyalami Ningsih."

"Nggak lah. Mana ada yang gratisan, saya sudah merepotkanmu semalam. Coba saja suaminya Ningsih masih ada." Wajahnya tiba-tiba berubah. Mungkin saja Ia teringat oleh Suami Ningsih yang sudah meninggal dunia 3 bulan lalu.

"Maaf ya buk, gara-gara saya ibu jadi sedih," ucap Atika merasa tidak enak.

"Oh iya saya mengucapkan selamat hari raya idul Fitri ya, mohon maaf lahir batin," ucapnya mengalihkan pembicaraan.

Atika segera membalas uluran tangannya, dan meminta maaf kembali. Tentu saja bukan meminta maaf karna sudah mengambil ari-ari cucunya.

"Oh ya Tik? tadi malam Kamu mengubur ari-arinya nggak dalamkan? soalnya saya baru ingat, kalau Ningsih sudah beli guci kemaren.

Deg! seketika bola mata Atika terbelalak. Jangan bilang kalau ari-arinya akan dipindah kedalam guci itu, bisa-bisa gawat.

"Kenapa emangnya Buk?" tanya Atika ragu dan gugup.

"Itu Ningsih tadi bilang mau dipindahin saja kedalam guci. Soalnyakan seminggu lagi kami mau pindah rumah, jadi biar bisa dibawa nanti," jawabnya. Seketika jantung Atika  ingin lepas dan loncat dari sana.

Jika Atika mencegahnya bisa-bisa ia ketahuan. Kalau tidak dicegah ia juga bisa ketahuan, kalau sampai mereka melihat ari-arinya nggak ada nanti. Atika binggung tidak tau harus berbuat apa.

"Apa tidak sebaiknya biar ditanam saja buk!" ucap Atika  memberanikan diri.

"Maunya sih begitu. Tapi si Ningsih ini ngeyel, Kamu taulah itukan anak pertamanya, mungkin Dia mau yang terbaik untuk anaknya," jawabnya lagi.

Atika terdiam sesaat, entah apalagi alasan yang harus dibuatnya  agar Ningsih tidak memindahkan ari itu. Kepala Atika seperti dibuat mau pecah, Ketakutanpun iya.

"Begitu ya buk," ucap Atika tidak dapat berkata-kata lagi.

Setelah ibu Ningsih pulang, Atika segera masuk kedalam rumah dan mengunci pintu. Apa yang bisa ia lakukan, pikiranya  semakin kacau. Lagi-lagi Atika menyesal, tapi mau gimana lagi, ari-ari itu sudah menjadi santapan tadi pagi.

"Buk. Aku lapar," ucap Mail anak bungsu Atika.

Lamunannya  seketika terbuyar mendengar suara Mail. "Sebentar ya ibu ambil dulu," ucapnya dan langsung kedapur.

Atika mengambil sepiring nasi dan menaruh lauk ari Sisa tadi pag, yang masih ada sisa sedikit lagi.

Mata Atika  bahagia melihat anaknya  makan dengan lahapnya. Namun hatinya kacau beribu kakau. Entah bagaimana nanti jika sampai ari-ari itu dibongkar ternyata tidak ada isinya.

"Ahh itu nanti aku pikirkan lagi, lebih baik aku belanja dulu. Hari sudah mulai sore, lumayanlah aku dikasih 50 ribu bisa beli beras 2 kilo sama Lauk yang murah-murah," gumam Atika.

Dilihatnya  orang-orang baru saja pulang bertamu dari rumah kerumah. Mungkin hanya Ia yang tidak kedatangan tamu. "Mana ada yang mau bertamu rumahku reot. Kalaupun Mereka bertamu mau Aku kasih makan apa? hanya Nilam yang bertamu tadi, itupun karna dia memang senasip denganku," lirihnya lagi.

"Buk beli berasnya 2 kilo ya," ucapnya kepemilik warung. Atikapun mulai memilih-milih sayuran yang murah dan tidak menguras kantong asal bisa Makan.

"Tumben beli beras 2 kilo? biasa juga 1 kilo, itupun nggak mampu." Protes pemilik warung itu.

" Iya baru dapet rezki," jawabnya santai. Kalau diladenin juga akan berantem ujungnya.

"Palingan THR anakmu!" ketusnya lagi.

"Nggak lah. Siapa yang mau ngasih THR sama anakku?"

"Oh, iya saya lupa kalian kan miskin mana ada, yang mau bertamu." ketusnya tanpa berdosa.

Atika  segera membayar totalanya dan segera pergi dari hadapan mulut nyinyir itu. "Sudah bisa aku dikatain begitu, sudah menjadi makananku sehari-hari. Untung saja dia sedang tidak hamil kalau saja hamil sudah kucuri tuh ari-arinya buat kurendang," gerutu Atika kesal.

Saat Atika berjalan pulang, Atika melihat kambing dijalan yang sedang Lahiran dibawah pohon sawit.

"Aku jadi kepikiran oleh ari-ari anaknya Ningsih. Bagaimana kalau aku menggangantinya dengan ari-ari kambing," ujarnya dalam hati.

Atika mendekati Kambing itu, ternyata baru satu anaknya yang lahir, Kambing itupun masih mengejan lagi.

"Duh, cepetan keluarin tuh ari-ari," ucapnya tidak sabar. Takut keburu orangnya tau kalau kambingnya sedang lahiran.

Kambing itu sengaja diikat dipohon sawit, mungkin orangnya tidak tau kalau Kambing nya sudah lahiran. Atika menunggu dengan hati gelisah, bak seperti seorang Suami yang sedang menemani istrinya lahiran. Sesekali Atika mengelus perut kambing itu biar lahiranya gangsar.

Benar saja, tidak selang lama Anak keduanya keluar, namun arinya belum keluar. Kalau harus menunggu lama lagi bisa-bisa ia ketahuan.

Iapun bertekat menarik paksa Ari-Ari itu.

Prak, ari-ari kambing berhasil ia keluarkan dengan paksa. Darah segar muncrat kewajahnya. Baunya juga sangat tidak enak. Dilihatnya kambing itu malah lunglai dan melemas mungkin karna Atika menarik paksa. Bagian jalan Lahirnyapun sedikit robek.

"Bodoh amatlah, yang penting aku sudah dapet pengganti ari-ari anaknya Ningsih. Warnanya sama dan ukuranya lebih sedikit kecil. Namun masi bisalah diyakini kalau itu ari-ari manusia," Serunya dalam hati.

Atika segera membawa ari-ari itu menggunakan kantong keresek bekas-bekas, nanti sampai rumah ia akan bersihkan dulu dan nanti malam Atika akan segera kerumah Ningsih diam-diam. Karna kalau ia kesana siang hari tentu saja banyak orang yang melihatnya.

"Duhh gara-gara kemiskinan melanda, aku menjadi sesat begini. Kenapa aku merasa sekarang aku sudah menjadi manusia kanibal," gerutunya sendiri.

"Aku juga sudah ketagihan, sama gulai ari-ari. Ternyata enak, nanti kalau ada yang melahirkan lagi, lebih baik aku curi saja lagi, lumayankan geratisan. Daripada harus beli daging mahal sayang uangnya." Ia berbisik pelan. Berbicara sendiri namun masi terdengar suaranya.

Sesampainya dirumah, dilihatnya anaknya Mail dan Dimas lagi bermain di depan rumah. Bahagia sekali ia melihat mereka bermain dengan perut kenyang. Tidak seperti biasanya selalu kelaparan dan mengeluh.

Atika segera masuk dan membersihkan wajah dan bajunya yang sempat terkena darah tadi. Untung saja Ia tadi lewat jalan potongan kalau saja ada yang lihat bisa gawat.

"Buk! malam ini kita nggak puasa kan?" tanya Dimas anaknya.

"Nggak lah, nak. Kita makan kok. Ini ibu baru pulang belanja," jawabnya melempar senyum kearah Dimas.

"Ye! kita nggak puasa. Alhamdulillah ibu ada uang," Seru Dimas penuh nada girang.

Ada sedih dan senangnya melihat anaknya bahagia. Biasa mereka selalu tidur dengan perut kosong. Ataupun kadang hanya makan dengan Sebungkus mie instan sebungkus bagi 2.

"Yasudah. Kalain tunggu didepan saja, ibu mau mandi dulu," ucapnya. Ia memang mau mandi dulu, sekalian mencuci ari Klkambing tadi.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status