Happy Reading*****Mutia mengakhiri panggilan dari Bagas. Dia kembali duduk karen sekujur tubuhnya begitu lemas dan lelah menghadapi masalah demi masalah yang terjadi. "Sayang, siapa yang menelponmu tadi?""Apa pedulimu. Kita sekarang sudah nggak punya hubungan spesial. Sejak kamu memutuskan bertunangan dengan Gladys, maka sejak itu pula hubungan kita putus," kata Mutia sedikit keras agar Nazar mau mengerti posisinya saat ini. "Aku bisa jelaskan semuanya saat waktunya tiba. Kamu cukup percaya dan menunggu sampai semua ini berakhir. Kita akan bersama dan hidup bahagia selamanya," janji Nazar sambil berusaha memegang pergelangan tangan Mutia. Mutia segera menepis tangannya yang dipegang oleh Nazar. Lalu, menengok kanan kiri mencari keberadaan Bagas di sekitar kontrakannya. Namun, perempuan itu sama sekali tidak melihat sosok lelaki yang dicari."Ke mana dia? Apa benar dia ada di sekitar sini?" tanya Mutia dalam hati. "Kamu sedang mencari apa, Sayang?" tanya Nazar yang mengikuti ara
Happy Reading*****Memukul setir kemudi mobilnya Bagas marah melihat adegan di depannya yang menampilkan Nazar dan Mutia begitu mesra. Lelaki itu tidak mengetahui jika yang terlihat tidak seperti kenyataan, Mutia dan Nazar tidak semesra yang dia bayangkan."Susah payah aku mencari alamat rumahmu, ternyata kamu malah bersenang-senang dengannya di sini," umpat Bagas di dalam mobil. Dia masih terus mengawasi pergerakan keduanya hingga Mutia memutuskan masuk rumah.Bagas segera menghubungi Satya setelah niatnya untuk memberikan obat yang diresepkan tidak bisa diberikan pada Mutia. Tadi, lelaki itu langsung menuju klinik sahabatnya lagi karena mengira Mutia masih berada di sana. Namun, setelah Satya menceritakan tentang wanitanya yang kesakitan dan kecewa hingga tak membawa obatnya, Bagas memutuskan untuk mencari wanita itu."Kenapa lagi, Gas? Aku sedang banyak pasien. Tolong jangan menganggu," kata Satya saat mengangkat telepon dari lelaki yang tengah galau tingkat dewa."Sat, bagaimana
Happy Reading*****"Mau mengejar seseorang yang sudah memberikan kebahagiaan padaku semalam," sahut Bagas berteriak tanpa menghentikan langkahnya."Dasar gila. Sebentar marah, sebentar nyariin," balas Arham tak kalah keras dari perkataan Bagas tadi. Mereka seperti berada di tengah hutan saja saat ini. Saling berteriak saat berbincang.***** Tertatih, Mutia berjalan ke halaman depan klinik karena kursi roda yang dia pakai tadi tidak bisa digunakan sampai keluar. Tadi, Mutia sudah memesan taksi online untuk mengantarnya ke kontrakan. Biarlah sementara waktu perempuan itu akan menenangkan diri di rumah yang disewanya itu sambil menunggu balasan chat dari neneknya. Ya, Mutia langsung menanyakan permasalahannya pada sang Nenek karena dialah satu-satunya yang terus hidup bersama sejak kematian kedua orang tuanya. Namun, sampai taksi online yang dipesan datang, balasan chat dari sang nenek tak juga didapatkan. Mutia mulai menghubungi sahabatnya, Novita. Berharap istri sang pengacara men
Happy Reading*****Tak berbeda jauh dengan keadaan Mutia yang kacau, kondisi Bagas pun lebih menyedihkan lagi. Setelah meninggalkan klinik Satya karena kecewa dan kesal dengan hasil pemeriksaan Mutia, lelaki itu segera datang ke kantor. Rapat penting yang membahas proyek besar bernilai fantastis, dia batalkan. Entah mengapa hatinya begitu sakit ketika mengetahui dirinya bukanlah lelaki pertama yang berhubungan intim dengan Mutia. "Kamu beneran sudah gila, Gas. Cuma karena suasana hatimu buruk, kamu bisa membatalkan meeting penting kali ini. Ada apa sebenarnya? Nggak biasanya kamu linglung begini. Apa ini menyangkut Fardan?" tanya Arham di ruang kerja Bagas. Lelaki itu terpaksa menghubungi klien mereka yang akan bekerja sama untuk membatalkan pertemuan. Alhasil, rekanan itu marah dan membatalkan kontrak kerja sama yang akan mereka jalani. Pihak rekanan menganggap jika perusahaan yang dipimpin Bagas, hanya main-main dengan proyek yang sedang berlangsung. Bagas tak menyahut, malah m
Happy Reading*****"Mengapa kamu berbohong, Tia!" bentak Bagas, tangannya masih mencengkeram kuat leher wanita di sebelahnya padahal Satya sudah berusaha menyingkirkan tangan itu."Hentikan, Gas! Atau aku akan memanggil polisi," bentak Satya, "Ingat, kamu sedang berada di klinikku sekarang. Nggak usah nyari gara-gara." Bagas melepaskan cengkeraman tangannya dari leher Mutia, tetapi tatapannya masih saja menakutkan. "Kamu mengatakan tidak pernah berhubungan dengan Nazar, tapi apa ini?" teriak Bagas, meluapkan semua kekecewaannya pada perempuan yang semalam sudah membuatnya terbang berkali-kali ke nirwana. Kini, lelaki itu kembali mencengkeram leher wanitanya walau tidak sekuat tadi. Mutia terbatuk-batuk, tenggorokannya sakit hingga tidak bisa menjawab pertanyaan lelaki yang sudah menolongnya itu. Dia sama sekali tidak memahami mengapa Bagas marah sampai lepas kendali seperti tadi. Mutia semakin takut dan mempertanyakan pendapatnya sendiri yang mengatakan bahwa Bagas adalah lelaki
Happy Reading*****Bagas segera melangkah keluar ketika percakapannya dengan seseorang ditelepon sudah terputus. Sementara Mutia masih berendam di bak mandi air hangat yang sudah disiapkan lelaki itu. Aroma lavender yang berasal dari lilin di sebelahnya memberikan sensasi menenangkan, perempuan itu tanpa terasa memejamkan mata kembali.Entah berapa lama dia tertidur di bak tersebut, saat terasa sentuhan di kulitnya yang halus, Mutia membuka mata."Sudah berendamnya, ya." Bagas segera mengangkat tubuh perempuannya tanpa meminta persetujuan Mutia."Pak," jerit Mutia ketika lelaki itu menggendongnya. Merapatkan kedua paha agar pusat intinya tidak terlihat oleh Bagas. Tadi, Mutia tidak mengenakan pakaian sehelai benang pun saat berendam."Malu?" tanya Bagas sambil terkekeh. "Aku sudah melihat semuanya semalam.""Iya, tapi kan," protes Mutia sambil menyembunyikan wajahnya di ceruk leher si lelaki."Sudahlah." Bagas menurunkan Mutia di kursi meja kerjanya. Lalu, mengambilkan jubah mandi un