Happy Reading*****Novita langsung mendekati sabahat karibnya, merangkulnya dalam pelukan. "Kami cuma nggak mau kamu menyakiti kaum sendiri. Lihat Azalia, bagaimana kesakitannya ketika mantan suami brengseknya itu selalu memiliki selingkuhan. Hatinya hancur, Mut. Bahkan, dia menanggung kesalahan yang nggak pernah dilakukan, hanya karena suaminya itu lebih mencintai selingkuhannya.""Benar kata Novi, Mut. Kita nggak boleh mengulang kesalahannya Azalia," tambah Ariana.Suara isakan Mutia mulai terdengar. Entah mengapa, hatinya begitu sakit ketika semua sahabatnya mengatakan hal buruk tersebut."Sebelum terlambat sebaiknya kamu akhiri semuanya, Mut," kata Alfian."Sangat disayangkan orang seperti Pak Bagas ternyata bisa selingkuh juga padahal aku mengaguminya sejak dia membela kita waktu itu. Jarang-jarang ada orang kaya dan terkenal yang mau susah payah membela orang seperti kita-kita ini." Ariendra menaraik napas panjang dia sungguh tidak menyangka sahabatnya akan terjebak cinta ter
Happy Reading*****Novita langsung mendekati sabahat karibnya, merangkulnya dalam pelukan. "Kami cuma nggak mau kamu menyakiti kaum sendiri. Lihat Azalia, bagaimana kesakitannya ketika mantan suami brengseknya itu selalu memiliki selingkuhan. Hatinya hancur, Mut. Bahkan, dia menanggung kesalahan yang nggak pernah dilakukan, hanya karena suaminya itu lebih mencintai selingkuhannya.""Benar kata Novi, Mut. Kita nggak boleh mengulang kesalahannya Azalia," tambah Ariana.Suara isakan Mutia mulai terdengar. Entah mengapa, hatinya begitu sakit ketika semua sahabatnya mengatakan hal buruk tersebut."Sebelum terlambat sebaiknya kamu akhiri semuanya, Mut," kata Alfian."Sangat disayangkan orang seperti Pak Bagas ternyata bisa selingkuh juga padahal aku mengaguminya sejak dia membela kita waktu itu. Jarang-jarang ada orang kaya dan terkenal yang mau susah payah membela orang seperti kita-kita ini." Ariendra menaraik napas panjang dia sungguh tidak menyangka sahabatnya akan terjebak cinta ter
Happy Reading*****Bagas dan Arham berpisah di lorong rumah sakit. Arham meninggalkan sahabatnya untuk kembali ke kantor, sedangkan Bagas meneruskan langkah ke kamar Mutia. Sesampainya di depan ruang perawatan perempuan itu, tanpa mengetuk pintu Bagas langsung masuk. "Papa?" tanya Fardan. Sedikit terkejut karena papanya bisa menjenguk Mutia di jam kerjanya. "Eyang yang meminta papamu datang, Sayang," kata Anjani menjelaskan mengapa Bagas bisa berada di antara mereka saat ini. Jannah yang tadi sempat bertemu dengan lelaki itu di kantor, cuma tersenyum. "Sini, Nak." Perempuan sepuh yang semula duduk di kursi samping ranjang Mutia, berdiri. Dia mempersilakan Bagas untuk menempati kursi tersebut. "Tidak usah, Nek. Saya di sini saja," kata Bagas. Dia duduk di sofa sebelah mamanya. Mutia melirik tajam pada lelaki itu. "Ternyata kamu sudah mulai bosan denganku," katanya dalam hati melihat sikap Bagas yang enggan berdekatan dengannya. Padahal Bagas tidak pernah berpikir demikian. Dia
Happy Reading*****"Tadi, Mama berniat mempertemukan kalian berdua, tapi dia ngomong ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan. Jadi, dia nggak bisa menunggumu," jelas Anjani. "Mama yakin cincin itu milikku?" tanya Bagas. "Tan, jangan mudah percaya dengan pengakuan orang yang baru kita kenal. Jaman sekarang, banyak sekali penipuan. Tante, harus berhati-hati," tambah Arham.Anajani menatap keduanya dengan aneh. "Kamu pikir Tante bisa dengan mudah dibodohi? Cincin yang diberikan pada kalian berdua memiliki keunikan terendiri. Cuma kami sebagai orang tua kalian yang mengetahuinya. Punyamu dan Bagas sangat jauh berbeda. Cincin yang dipegang perempuan tadi memang benar-benar milik Bagas."Bagas melirik ke arah asisten sekaligus sepupunya itu. Tatapannya mengisyaratkan sesuatu yang tidak dipahami oleh Anjani. "Jadi, Mama memanggilku ke sini karena masalah itu?" tanya Bagas beberapa saat setelah terdiam beberapa lama. "Iya, niat Mama datang ke rumah sakit untuk menjenguk Mutia, tap
Happy Reading*****Perempuan di hadapan Anjani itu terlihat gugup dan salah tingkah. Dia terdiam tanpa tahu harus menjawab apa."Apakah kamu mencurinya?" Anjani berusaha merebut cincin yang dipegang perempuan yang ditabraknya tadi. Si perempuan menggeleng dengan cepat. "Saya nggak mencuri. Cincin itu diberi seorang kenalan," cicitnya. Anjani menatap perempuan itu dari ujung rambut hingga kaki. Tak ada satu pun yang terlewat. Ciri-cirinya memang seperti yang disebutkan, tetapi pakaian yang dikenakan terlewat seksi untuk ukuran perempuan polos. "Apa mungkin dia?" tanya Anjani dalam hati. Niat semula mengunjungi Mutia, terkesan sebentar karena penasaran dengan cincin yang diakui sebagai milik perempuan itu. Perempuan paruh baya yang sudah melahirkan Bagas tersebut mengamati cincin tadi. Melihat lebih detail cincin yang sangat dikenalnya itu. Ketika melihat bagian belakang cincin tersebut. Simbol itu benar-benar terlihat. "Katakan! Siapa yang memberi kamu cincin ini?" tanya Anjani.
Happy Reading*****Tanpa sadar, air mata Bagas menetes di pipi. Membayang bagaimana keadaan perempuan yang dinodainya saat itu. Mungkin, keadaannya sama seperti Mutia."Nak, sekarang apa boleh Nenek menjenguk Mutia?" tanya Jannah ketika Bagas terdiam beberapa saat. Lelaki itu sengaja membuang muka agar perempuan sepuh dihadapannya tidak melihat air mata yang dia keluarkan. "Biar sopir yang ngantar Nenek ke sana. Sebentar, saya hubungi sopirnya." Berdiri menuju meja kerjanya. Bagas menghubungi sang sekretaris, meminta sopir untuk mengatur Jannah ke rumah sakit. Beberapa menit kemudian, seseorang yang sangat dikenal suaranya oleh Bagas, mengetuk pintu. "Pak, saya sudah siap mengantar beliau," ucap si sopir ketika sudah berada di ruangan Bagas. "Tolong antar Nenek sampai rumah sakit dengan selamat," perintah si bos dengan tegas yang cuma mendapat anggukan dari bawahannya. "Nenek tinggal dulu, Nak. Ingat janjimu tadi," ucap Jannah sebelum meninggalkan ruang kerjanya. Sepeninggal Ja