Jam ditangan Namara tengah menunjukkan pukuh 14.40. Gadis itu telah tiba ditempat kerjanya 20 menit lebih cepat karena sejatinya ia adalah anak yang selalu ontime dan sangat bertanggungjawab atas apapun yang ia kerjakan. Perbincangan singkatnya dengan Citra kemarin semakin membuat ia bersemangat untuk belajar hal baru dari tempat kerjanya kali ini.
Sesampainya didalam kafe ia segera menyapa Citra yang tengah asyik merapikan catatan serta nota-nota pembelanjaan bahan kebutuhan kafe yang bertebaran di samping meja kasirnya.
“Halo kak Cit”
“Eh hai Nara, cepet banget udah sampai” Citra membalas sapaan Namara seraya melirik jam di pergelangan tangannya.
“Biasa kak hari pertama, harus bikin kesan yang baik supaya dapat nilai plus dari kak Citra”
“bisa aja lo. Seragam lo ada di loker 8 ya ini kuncinya”
“thanks kak Cit.” Namara mengambil kunci yang diberikan Citra dan bergegas menu
Jam di pergelangan Namara menunjukkan pukul 10.18 malam ketika ia tengah memundurkan sepeda motornya dari parkiran. Saat hendak menstarter motor matic-nya itu ia dikejutkan dengan sapaan dari Kaivan.“Udah mau pulang?” sapa Kaivan disambut lonjakan kecil dari bahu gadis didepannya yang seketika langsung menoleh kepadanya.“Astaga kaget!,” jawab Namara bersungut-sungut “iya nih udah malem, gue udah boleh balik kan?” lanjutnya masih dengan posisi duduk diatas sepeda motornya.“Emang kalau gue bilang nggak boleh, lo bakal ngapain?”“Ya gue bakal tetep pulang, kan sesuai perjanjian gue kerja mulai pukul 3 sore sampai 10 malam”“Nah itu ngerti”“Formalitas aja boss. Yaudah ya gue balik dulu” pamit Namara seraya menyalakan mesin motornya dan meninggalkan halaman parkir membiarkan Kaivan memandanginya sampai gadis itu menghilang ditelan hiruk pikuk jalan raya ya
Kaivan tampak mengerutkan kedua keningnya melihat Azrico yang tengah tertidur diatas sofa ruang kerja mereka dengan ponsel yang tengah menyala menayangkan live streaming pertandingan mobile game online favorit mereka berdua.Dengan sendikit tenaga Kaivan menarik bantal sofa yang digunakan sebagai bantal tidur oleh lelaki bermata sipit tersebut.Seketika pria berkacamata minus 2,5 itu terbangun dari sembari menggerutu karena ulah pria berkulit cemerlang tersebut.“Jam berapa nih boss udah tumbang aja lo? Baru juga mau ngajakin minum.”“Gue baru kelar ngurusin laporan keuangan bulan ini. Gue skip deh lo aja sendiri”“Yaelah Co, renta banget sih”“Gue gak renta, gue cuma mau jadi anaknya bang haji malam ini. Mirasantika, no way..” ujar Azrico seraya menirukan salah satu lirik lagu dangdut lawas “lagian ribet amat lo kan tinggal ambil minuman di lemari terus lo minum disini aja kenapa sih Van
Lima menit berlalu setelah Azrico meninggalkan Kaivan, pria itu memutuskan untuk mengambil salah satu botol yang yang berjajar rapi di rak ruang kerjanya. Tanganya meraih sebuah botol kaca berukuran 700ml yang berisi gin lantas menuangnya kedalam gelas tak lupa ia menambahkan beberapa cube es batu serta seiris jerup nipis kedalam minumannya. Ia menikmati minumannya sembari bersandar diatas sofa empuknya kepalanya mendongak keatas seolah semua beban pikirannya menguap ke langit-langit ruangan. Diteguknya lagi minuman yang kini mulai mengembun menciptakan butiran-butiran halus diluar gelasnya. Tatapannya menyiratkan bahwa pemiliknya tengah merasakan sebuah kehampaan yang membuatnya tidak nyaman.Tak lama layar smartphone Kaivan menyala memunculkan pemberitahuan pangilan masuk untuknya. Diliriknya jam pada sudut kanan layar ponselnya yang menunjukkan pukul 11.09 PM.“Halo”“Halo, abang sudah tidur belom?” suara diseberang ter
Dua setengah jam kemudian mereka telah tiba disebuah mall setelah sebelumnya Kaivan mampir ke La Casa untuk menengok tempat kerjanya tersebut. Setelah memastikan semua persiapan serta stok bahan baku aman, ia lantas menyerahkannya kepada Citra untuk menghandle dan berpamitan bahwa mungkin hari ini hanya Azrico yang yang akan standby di Kafe sementara ia akan menemani Kana jalan-jalan.Sesampainya di tempat tujuannya, Kana segera melanglang buana memasuki satu persatu outlet mainan maupun counter gift shop yang berada di area Mall dengan penuh antusias.“Kana mau ini” ucapnya seraya memegang kotak mainan bertuliskan Lego Disney Princess Ice Castle dan Lego Architecture Tokyo.“Emang Kana bisa main Lego?”“Menurut abang?”“Enggak” jawab Kaivan disambut tatapan cemberut Kana.“Kana bisa bang, gini-gini Kana pinter lho. Sekarang aja Kana udah bisa kuncir rambut sendiri&rdquo
Setelah menuntaskan makan siang mereka, Kaivan segera mengajak Kana pulang sementara Alanna tidak ikut karena satu jam lagi dia akan mengikuti sebuah acara ajang pemilihan duta yang diselenggarakan oleh kampusnya di aula Mall, sehingga mereka bertigapun akhirnya berpisah setelah gadis itu memeluk Kaivan dengan mesra serta mencium pipi Kana.Sepanjang perjalanan menuju lobby mall Kana tidak henti-hentinya menggerutu, ia menceritakan betapa enggannya ia harus mengikuti semua les yang telah dijadwalkan oleh kedua orangtuanya. Padahal menurut Kana ia sudah kelelahan menghabiskan 5 hari dalam seminggu untuk belajar di sekolah, namun hari sabtunya yang indah masih harus diisi dengan berbagai kegiatan mulai dari latihan berkuda bahkan sampai les piano yang tidak begitu ia sukai. Kaivan hanya mendengarkan dengan khidmat seraya sesekali menyunggingkan senyumnya seakan menikmati berbagai keluhan dari gadis kecilnya tersebut.Tidak lama kemudian sebuah mobil Vellfire berwarna whi
Hari kedua Namara bekerja disuguhi dengan pemandangan di La Casa yang cukup ramai padahal waktu masih siang menjelang sore namun hampir semua meja tampak terisi penuh oleh pengunjung. Dalam hati Namara membatin kalau masih menjelang sore saja sudah penuh seperti ini, bagaimana dengan nanti malam? Apalagi ini adalah hari sabtu, hari dimana orang-orang akan menghabiskan malam yang panjang setelah lima hari berkutat dengan pekerjaan mereka.Citra juga tidak kalah sibuknya melayani pelanggan seraya melakukan inspeksi singkat pada masing-masing bagian operasional kafe. Mulai dari ruang persediaan bahan baku, ruang pendingin, dapur, toilet, hingga parkiran. Memastikan semua pelanggan merasa nyaman dan para koki serta bartender tidak kekurangan bahan baku untuk olahan mereka.Melihat kesibukan yang berlalu-lalang di depannya tersebut membuat Namara semakin bersemangat untuk bekerja, entah kenapa ia malah menikmati hiruk pikuk disekitarnya itu. Semua terlihat berus
Sepeda motor Namara melaju dengan kecepatan sedang menembus dinginnya malam serta meliuk-liuk melewati kendaraan sekitar yang masih saja ramai walau sudah hampir tengah malam.Pikirannya melayang-layang memikirkan ucapan Citra hinga tiba ia mulai merasa bahwa laju sepeda motornya mulai aneh dan beberapa detik kemudian Namara memutuskan untuk menepi dan tepat saat ia berada disisi jalan, mesin sepeda motornya turut pula mati.Namara masih terhenyak dengan kejadian tersebut, tidak lama kemudia ia menepuk helmnya dengan cukup keras saat ia melihat kearah indikator display motornya pada panah bahan bakar mengarah ke indikator yang berwarna merah, ia baru menyadari bahwa sore tadi ia lupa mengisi tangki bahan bakar motornya.Namara melihat sekeliling namun matanya tidak menemukan tanda-tanda penjual bensin eceran. Dengan sedikit menggerutu menyesali kebodohannya ia lantas menuntun sepeda motornya dengan semangat yang sudah mulai menguap.“Ya Tuhan dosa a
Kaivan menatap lagit-langit kamarnya dengan hampa. Satu lengannya menopang kepalanya menggantikan fungsi bantal. Pikirannya melayang entah kemana, akhir-akhir ini ia merasa sangat mudah merasa lelah serta stress.Rumah megah itu terasa lengang karena Nenek Kaivan tengah berada di Wellington mengunjungi Omnya yang bekerja disana. Setelah berpisah dengan Kana karena gadis itu harus tidur tepat waktu, suasana dirumah membuatnya kembali merasakan kesepian yang menyesakkan. Asisten rumahtangganya semuanya pasti sudah terlelap saat ini menyisakan pak Badri sang penjaga rumah di pos Satpamnya yang tengah terjaga sembari menonton pertandingan bola.Seketika ia teringat dengan karyawan barunya di La Casa yang sebelumnya ia temui di jalan saat diperjalanan pulang. Akan tetapi otak Kaivan entah mengapa tidak dapat mengingat nama gadis itu disaat mereka bertemu tadi, ia hanya teringat bahwa ia menjulukinya Singa. Nampaknya nama Leolina sepertinya cukup melekat dibenak