Share

Part 2 : Budak Cinta

Diana baru akan merebahkan tubuhnya di pembaringan berukuran besar yang ada dalam kamarnya, ketika ponselnya di atas nakas berbunyi. Dilihatnya jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. 

“Mungkin Mas Rey yang telpon,” pikir Diana buru-buru mengambil ponselnya.

Namun, ternyata itu panggilan dari Denny, sang mantan yang siang tadi ditemuinya di mall.

“Hallo ... ada apa telpon malam-malam, Den?" tanya Diana pelan.

[Iseng aja! Hm ... aku tebak pasti suamimu belum pulang, 'kan?]

“Kok, kamu tahu?” tanya Diana seperti orang bodoh.

[Ya, tahulah. Kalau ada suamimu, mana berani kamu mengangkat teleponku, iya, 'kan?]

“Kamu mau apa, Den? Mau terus mengejekku?” tanya Diana ketus ketika terdengar Denny tertawa geli.

[Maaf, Diana. Aku tidak bermaksud begitu, aku hanya ingin bertemu kamu lagi besok siang, bisa 'kan?]

“Buat apa, Den? Aku tuh udah istri orang dan beranak empat, untuk apa kamu masih mau menemuiku?”

[Karena aku tahu kamu gak bahagia, Diana.]

“Siapa bilang? Aku bahagia, kok.”

[Jangan bohong! Aku sangat mengenal dirimu, Diana. Dua tahun lamanya kita dulu pacaran, sebelum kamu pergi dengan laki-laki itu.]

“Denny! Itu sudah masa lalu. Eh, udah dulu, ya? Sepertinya suamiku udah pulang.” Diana ingin memutus pembicaraan mereka begitu didengarnya suara langkah kaki menuju kamarnya.

[Ok, pokoknya besok jam dua siang, kamu aku tunggu di kafe depan pintu masuk mall tadi.]

Malah Denny yang langsung menutup pembicaraan mereka sebelum Diana sempat menjawabnya. Bersamaan dengan pintu kamar yang terbuka dari luar.

Diana buru-buru menyelipkan ponselnya ke bawah bantal di samping ia duduk.

“Kok belum tidur?” tanya Reynaldi yang melihat sang istri masih duduk di ranjang mereka.

“Nungguin kamu, Mas. Kok mancing ikan sampe malam begini. Cantik gak ikannya?” sindir Diana dengan hati cemburu. Jangan-jangan suaminya bukan memancing ikan, tapi memancing wanita cantik.

“Ngawur kamu! Udah, tidur aja duluan. Aku mau mandi dulu.” Reynaldy dengan acuh langsung menuju kamar mandi di ruangan itu.

Diana menatap punggung suaminya dengan mulut seksinya maju dua centi.

“Mas ....” Diana meraba dada kekar sang suami yang baru merebahkan diri di sampingnya setelah selesai mandi. Air hangat yang mengguyurnya tadi membuat Reynaldi langsung mengantuk.

“Hem ... aku lelah, mau tidur dulu, besok pagi aja mainnya.” Reyhan membalikkan tubuhnya, memunggungi sang istri.

“Huh, siapa juga yang mau ngajak main,” gerutu Diana yang kemudian ikut membalikkan tubuhnya, memunggungi sang suami. Rey tersenyum samar mendengar gerutuan sang istri dengan mata yang terpejam. Tidak lama kemudian terdengar dengkuran halusnya.

Diana tidak bisa terlelap, malah bayangan wajah Denny yang semakin tampan dan keren hadir di pelupuk matanya, membuatnya terus mengingat laki-laki yang ditinggalkannya begitu saja dulu, karena terpikat oleh Reynaldi yang lebih dewasa dan mapan.

“Apa besok aku temui aja si Denny di mall, ya? Aku harus bilang padanya langsung, agar jangan menghubungi aku lagi. Ntar kalau Mas Rey tahu, bisa berabe jadinya,” pikir Diana resah.

Tangan suaminya yang tiba-tiba memeluknya dari belakang, membuat Diana sadar dari memikirkan laki-laki lain. Ia membalikkan tubuh menghadap sang suami. Ujung jemarinya mengusap halus garis wajah tampan yang berhiaskan cambang tipis yang tercukur rapi. Wajah Reynaldi tampak tenang dengan dengkuran yang halus. Tangannya masih memeluk tubuh Diana dengan erat. Diana tersenyum getir. Hanya dalam kondisi tidak sadar, Rey akan melakukan hal romantis itu terhadap tubuh langsing miliknya.

“Mungkin kau pikir aku hanya sebuah guling, Mas,” bisik Diana sembari menyembunyikan wajahnya di dada sang suami, memeluk lelaki tercintanya. Tidak lama kemudian ia pun tertidur pulas.

***

"Siang nanti aku mau ke Berau, mungkin sekitar seminggu. Ada teman yang ngajak nambang di sana,” ujar Reynaldy saat sarapan pagi bersama istri dan kedua anaknya yang akan berangkat sekolah. Keduanya masih di taman kanak-kanak.

“Lama banget seminggu, Mas. Pasti aku susah nahan rindu ntar.” Diana menatap suaminya dengan netra yang tiba-tiba mengembun.

“Ah, kamu kayak ABG aja, masa udah tujuh tahun berlalu masih juga rindu-rinduan.” Reynaldi tertawa geli melihat istrinya yang sejak awal mereka menikah sangat terobsesi padanya. Bahkan hampir tiap hari istri cantiknya itu meminta jatah batin padanya, gak ada bosan-bosannya. Kadang Rey heran dengan kecanduan istrinya yang tidak berubah sejak mereka menikah.

“Jadi Mas gak pernah merasa rindu sama aku ya, saat berjauhan?” Diana bertanya dengan sedih. Meski suaminya sering pergi ke luar kota, tapi hanya dua-tiga hari saja. Ia pasti akan sangat merindukan suaminya itu nanti, walaupun selama berada di rumah pun Rey juga tidak terlalu memperhatikannya. Laki-laki itu hanya sibuk dengan rokok dan ponselnya di teras rumah mereka sampai tengah malam.

“Duh, males deh, pagi-pagi bahas hal yang gak penting kayak gini. Diana-Diana, udah anak empat juga, kok masih membahas cinta dan rindu. Udah, sana, anterin Tian sama Kevin! Ntar telat lagi sekolahnya.” Reynaldi tanpa peduli dengan perasaan istrinya, membawa gelas kopinya ke teras. Ia pasti akan merokok lagi di sana.

Airmata Diana hampir saja luruh, jika Tian, putri sulungnya tidak menyentuh tangannya.

“Maa, kakak udah selesai sarapannya.” Sang putri cantiknya menatap dengan wajah polos.

“Oh iya, Sayang. Pinter anak mama. Hm … Kevin, ayo cepatan habisin makanannya.” Diana berusaha menghilangkan rasa sedihnya atas sikap sang suami. Ia kemudian sibuk mempersiapkan keperluan sekolah kedua anaknya. Pekerjaan rutin yang ia lakukan setiap hari. Mengantar dan menjemput kedua anaknya itu sekolah. 

Tidak ada sopir pribadi di rumah mereka. Suaminya bilang, anak-anak itu lebih aman kalau diantar oleh salah satu orang tuanya. Diana pun dengan senang hati melakukannya, karena ia tidak punya kegiatan lain selain mengawasi keempat anak-anak mereka. Apalagi ada dua orang babysitter yang membantu mengurus dua anaknya yang lebih kecil. Untuk urusan mengurus rumah juga ada Mbak Tuti--Asisten Rumah Tangganya. Hidup yang sudah sempurna sebenarnya. Namun, hanya satu yang kurang, yaitu waktu dan perhatian dari suaminya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status