Share

Sahira kesepian

Author: Rafasya
last update Huling Na-update: 2025-05-07 08:40:31

Beberapa hari terakhir, Sahira merasa seperti terkurung dalam sangkar emas. Apartemen mewah milik Michael—yang dulunya mampu membuatnya merasa aman, nyaman, dan hangat—kini justru menghadirkan perasaan yang sangat asing.

Dinding-dindingnya terasa sempit, lantainya terlalu dingin, dan jendela besarnya yang menghadap langsung ke gemerlap kota justru terasa seperti jeruji. Segalanya tampak sama, tapi semuanya juga terasa berbeda. Mungkin karena pria itu, Michael, menghilang begitu saja. Tanpa satu pun kabar. Tidak ada pesan, tidak ada panggilan suara, apalagi video call seperti biasanya. Bahkan ponselnya kini tidak bisa dihubungi. Mati. Hilang. Senyap.

Sahira mencoba mengalihkan pikirannya, mencari-cari cara untuk menepis kegelisahan yang perlahan-lahan menyesakkan dadanya. Ia membaca buku—beberapa bahkan sudah dibacanya ulang untuk kesekian kalinya. Ia menonton film, dari genre romantis yang penuh tawa, hingga thriller yang menegangkan. Ia bahkan menulis catatan kecil di buku harian di
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Maxy vs Michael

    “Jangan kasar terhadap anak kecil!” ucap Michael seraya menatap tajam.Pria tua itu terkesiap, tangannya tertahan di udara. Ia menatap Michael dari atas ke bawah, ragu-ragu.“Siapa kamu? Ini bukan urusanmu!”Michael menyipitkan mata. “Namaku Michael Nathaniel, pemilik Horisson Steel.” Suaranya dingin. “Dan saya sangat tidak suka melihat seorang pria dewasa bersikap keji pada anak kecil, apalagi di tempat umum.”Pemilik toko terdiam sejenak. Nama itu tidak asing di telinganya—Michael adalah pengusaha besar, klien penting dari banyak distributor mainan impor. Tidak seseorang yang bisa ia lawan begitu saja.“Tapi anak ini ... dia masuk tanpa izin. Merusak mainan seharga hampir seratus juta! Siapa yang akan ganti rugi?!”Michael menoleh ke arah anak kecil itu. Bocah itu kini menunduk, menggenggam celananya erat-erat, tubuhnya sedikit gemetar. Tapi tatapan matanya keras. Tak ada tangis, hanya ketakutan yang ditahan mati-matian.Michael kembali menatap pemilik toko. “Anak ini masih kecil. K

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Jangan kasar terhadap anak kecil!

    Jalanan mulai dipadati orang-orang pulang kerja. Belinda tengah sibuk mengatur gantungan kunci yang tergantung di sisi lapak kecil mereka di pinggir trotoar. Ia mengatur posisinya agar lebih menarik pembeli, tak menyadari bahwa Maxy yang semula berdiri di sampingnya kini sudah tidak ada.Maxy melangkah pelan ke arah toko mainan mewah yang pagi tadi mereka lewati. Kaca toko yang bersih mencerminkan wajahnya yang dekil dan kusam, tapi tetap tampan bak anak bangsawan. Mata birunya berbinar memandangi mobil remot hitam metalik yang dipajang megah di tengah ruangan.Dalam hati, Maxy tahu betul bahwa dia tidak boleh masuk. Tapi rasa penasaran dan keinginannya untuk menyentuh benda itu, walau hanya sebentar, terlalu kuat untuk ditahan.Tangannya perlahan menyentuh gagang pintu. Toko itu tidak dikunci. Dengan napas pelan, Maxy mendorong pintu kaca. Suara kring dari lonceng kecil di atas pintu membuatnya sedikit tersentak, tapi tidak ada yang menyambut.Ruangan toko harum, bersih, dan dingin o

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Kau mencuri lagi, hem?

    Langkah kaki Maxy terseok saat memasuki gang sempit menuju rumah kumuh yang sudah bertahun-tahun ia tinggali bersama Belinda. Angin sore membawa aroma tanah basah dan debu jalanan, menyapu wajah Maxy yang penuh keringat dan bercak debu. Di tangannya tergenggam kantong plastik berisi beberapa makanan—sebungkus nasi dengan lauk telur, dua potong roti, 1 susu kotak, dan dua botol air mineral.Wajahnya meringis setiap kali kaki kanannya yang terluka menjejak tanah. Luka lecet di betisnya masih basah, sesekali darah mengalir pelan, membuat perih menyengat. Tapi Maxy tidak peduli. Yang penting dia bisa membawa pulang makanan untuk ibunya. Hatinya dipenuhi rasa bangga dan lega. Setidaknya malam ini mereka tidak akan kelaparan.Begitu tiba di depan pintu rumah, Maxy menghela napas, lalu membuka pintu kayu tua itu perlahan. Derit pelan mengiringi langkahnya masuk.“Dari mana kau?”Suara itu langsung menyambutnya tajam. Belinda berdiri di depan meja kayu, tangan di pinggang, mata tajam menatap

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Wajah yang familiar

    David berlutut di samping Maxy, wajahnya pucat namun matanya penuh kekhawatiran. Ia menepuk lembut bahu kecil Maxy.“Apa … kamu baik-baik saja, Nak?” suaranya pelan, menembus keheningan di antara mereka.Maxy mengerjap, menahan air mata. Ia menggeleng dengan angel.“Aku … aku baik-baik saja, Paman,” jawabnya, suaranya berat tapi tegar.David mengusap pelipisnya, merasakan kelegaan sesaat, namun segera tertahan saat matanya turun ke lutut bocah itu.“Kakimu terluka … Kita sebaiknya ke klinik terdekat dulu sebentar, Nak,” ucapnya lembut, mencoba menyembunyikan rasa gelisah.Mata Maxy menatap permukaan jalan. Ia menggumam lirih.“Sudahlah, Paman. Luka ini cuma sekadar goresan. Aku bukan laki-laki lemah.”David menelan ludah, duduk di sela trotoar.“Baiklah …” ia menghela napas panjang. “Tapi kalau rasa sakitnya bertambah parah, kau harus bilang, oke?”Maxy mengangguk mantap. Bastir kecilnya tertutup bedak merah muda, menahan darah yang merembes tipis. Joy, bocah menahan Maxy dari belakan

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Benar kau Belinda?

    Langkah kaki David mantap menapaki trotoar sempit dengan tatapan fokus ke depan. Di tangannya, ponsel menyala menampilkan data hasil pelacakan yang barusan ia dapat dari seorang kenalannya yang bekerja sebagai pemulung di dekat bandara lama.“Nama wanita itu ... Belinda, katanya tinggal di ujung gang, rumah ketiga dari kiri.” gumam David pelan.Ia berhenti di depan sebuah rumah mungil berwarna hijau pudar, dindingnya retak di beberapa bagian, dan pagar kecilnya sudah berkarat. Sebuah pot gantung berisi tanaman kering tergoyang lemah diterpa angin. David menarik napas panjang, menurunkan kaca mata hitamnya lalu mengetuk pintu pelan namun tegas.Tok ... tok ... tok ...Beberapa detik kemudian, daun pintu terbuka. Muncul seorang wanita dengan wajah letih, berusia sekitar 40-an tahun. Rambutnya digelung asal-asalan, mengenakan daster bermotif bunga yang tampak sudah lusuh. Matanya menyipit, mengamati David dari ujung kepala sampai sepatu pantofel mengkilatnya.“Ada yang bisa saya bantu, P

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Maxy bukan bocah biasa

    Di sudut perempatan lampu merah yang biasa digunakan Maxy dan ibunya untuk berjualan, dua bocah lelaki tampak duduk di atas trotoar, menatap kaleng-kaleng bekas yang telah mereka susun menjadi mobil-mobilan.“Kau yakin kita akan bermain?” tanya Joy, bocah kurus dengan rambut acak-acakan dan kulit legam karena sering dijemur panas matahari.Maxy mengangguk penuh semangat. “Tentu saja.”“Tapi, Max ... bagaimana kalau nanti ibumu marah lagi? Nanti kau dipukul lagi?” Suara Joy terdengar ragu, masih teringat betapa kerasnya Belinda memarahi Maxy kemarin karena mencuri.Maxy tertawa kecil, tapi senyumnya tidak sepenuhnya ceria. “Sudah ... tenang saja. Ibuku memang suka memukul, tapi nanti besoknya dia akan minta maaf dan memberi makanan enak.”Joy mengangguk perlahan, walau raut wajahnya tetap tak yakin. “Baiklah ... ayo kita pergi.”Dua bocah itu pun berlari menuju gang kecil yang jarang dilewati orang, membawa mobil-mobilan kaleng yang sudah mereka rawat seperti harta karun. Mobilan itu t

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status