LOGINDona menatap wajah Leon yang terlihat serius mengatakan kesungguhan hatinya.
Wanita mana yang tidak klepek-klepek mendengar pria yang diperebutkan banyak wanita malah memilih dirinya?
“Apa betul seperti itu?” tanya Dona untuk meyakinan diri.
“Tentu saja. Di luaran sana banyak wanita yang menyatakan cintanya padaku. Tapi pilihanku jatuh di kamu,” jawab Leon sembari menggenggam kedua tangan Dona dan mengecupnya dengan mesra.
“Kalau begitu, wanita tadi hanya salah satu wanita yang mengagumimu?” tanya Dona sekali lagi, masih ada keraguan di wajahnya yang ayu.
“Hmm,” balas Leon bergumam. “Sekarang ayo kita makan malam. Kamu pasti sudah lapar,” ajaknya kemudian.
“Oke,” sahut Dona disertai anggukan kecil. Dia memang sangat lapar. Memikirkan kejadian hari ini membuat energinya terkuras.
Ia lantas mengikuti Leon yang membawanya ke sebuah rumah makan yang menghidangkan makanan favoritnya. Leon langsung memesan makanan untuk makan malam mereka berdua.
“Aku harap kamu juga suka gurame asam manis ini,” ucap Leon sembari menyodorkan makanan untuk Dona.
“Aku memang suka,” balas Dona.
Leon tersenyum manis menatap Dona yang juga menyukai makanan favoritnya. “Tuh kan kita memang sehati,” ucap Leon sembari tersenyum menggoda.
“Bisa aja,” balas Dona sembari tersenyum malu-malu, wajahnya pun merona seperti orang yang lagi kasmaran.
Leon memang paling tahu cara meluluhkan hatinya. Kecemasan yang sempat mendera seolah luruh begitu saja oleh perhatian dari pria itu.
Leon lantas menyuapi Dona dengan penuh kasih sayang. Keduanya begitu berbunga-bunga, seolah dunia ini milik mereka berdua, yang lain hanya ngontrak.
“Ih, malu,” ucap Dona sembari melirik kanan kiri tempat makan itu, takut ada yang memperhatikan. “Aku bisa makan sendiri.”
“Kenapa harus malu? Toh kita di sini juga bayar,” balas Leon, masih menyodorkan sondok ke depan bibir Dona.
“Masa kita bermesraan di tempat umum begini, suap-suapan lagi,” ucap Dona lirih. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus.
“Biarin. Mereka kayak nggak pernah kasmaran saja,” sahut Leon sembari mengelus rambut hitam Dona. “Ayo, Sayang.”
Dona tersipu. Ia pun membuka mulut, membiarkan Leon menyuapinya.
Benar juga, semua orang juga pernah merasakan namanya jatuh cinta ‘kan. Masa hanya sekedar menyuapi kekasihnya di tempat makan menjadikan mereka yang melihat risih?
“Suapin lagi dong,” pinta Dona dengan manja.
“Oke, buka mulutnya, aaa,” balas Leon dengan semangat.
Dua sejoli itu suap-suapan sampai makanan habis tidak tersisa. Dona senang dengan sikap Leon yang seperti ini, penuh kehangatan dan perhatian yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya.
“Pak Leon, aku boleh bertanya sekali lagi tidak?” tanya Dona.
“Boleh, mau tanya apa?”
“Wanita yang tadi… benar ‘kan tidak ada hubungan dengan Pak Leon?”
Dona menatap Leon lekat. Ekspresi pria itu tidak berubah. Tampak begitu tenang.
“Tidak ada, buktinya aku berani terang-terangan makan di sini denganmu, pakai disuapi lagi,” jawab Leon sambil tersenyum lembut. “Kamu tidak percaya padaku?”
Dona tersenyum, jawaban serta tindakan Leon hari ini sudah membuktikan bahwa benar Leon tidak ada hubungan dengan wanita manapun. Wanita yang menyambanginya tadi hanyalah wanita yang cintanya bertepuk sebelah tangan kepada Leon.
“Aku percaya pada Pak Leon. Mungkin wanita tadi hanya tidak terima Pak Leon dekat denganku,” ucap Dona menyimpulkan.
“Ya,” sahut Leon. “Kamu tidak perlu khawatir, oke?”
Dona pun mengangguk.
Waktu sudah sangat malam, tapi mereka masih saja betah mengobrol di tempat makan langganan Leon itu. Bahkan mereka menambah satu porsi makanan ringan untuk teman mengobrol mereka.
“Sudah larut,” ucap Dona sambil melihat jam yang melingkar di tangannya.
“Nanti dulu saja pulangnya, aku masih betah bersamamu,” balas Leon sembari menggenggam tangan Dona.
“Apa tidak apa-apa?” tanya Dona khawatir. Besok mereka masih harus bekerja.
“Tidak, dengan begini bukankah aku sudah membuktikan bahwa tidak ada wanita lain selain kamu?” kata Leon.
Dona mengangguk pelan. “Oke, jadi aku tidak perlu lagi meladeni wanita yang mengataiku pelakor,” ucapnya.
“Harus, dia hanya iri padamu karena mendapatkan cintaku,” balas Leon sembari merangkul Dona dengan mesra.
“Jangan begini, tidak enak dilihat banyak orang,” bisik Dona tidak nyaman.
“Sudah aku bilang mereka juga pernah muda. Pasti mereka memaklumi kok,” sahut Leon seraya mencium kening Dona.
Hati Dona semakin berdebar-debar tak karuan. Dia merasa dicintai secara ugal-ugalan oleh Leon.
Tanpa merasa risih dan tidak enak dengan lingkungan sekitar, mereka terus bergelendotan manja sambil bercengkerama mesra.
Cekrek!
Sebuah suara kamera berhasil menjepret kemesraan pasangan yang sedang dimabuk asmara itu.
Seseorang berdiri di balik pilar memperhatikan mereka dengan tatapan memicing, lalu berkata, “Aku harus mengirim foto ini ke Monica.”
Pak Somad mengepalkan tangannya kesal, dia tentu saja geram dengan Leon yang ingin menikahi Dona secara siri dulu. Siapa yang tidak marah dan kecewa putrinya akan dinikahi secara siri. Bukan secara resmi agama san negara. "I-ya, maksud saya ini hanya sementara. Kalau sudah selesai cerai dengan Monica pasti aku akan menikahi Dona secara sah!" jawab Leon yang awalnya terbata menjadi semangat. "Tidak!" seru Pak Somad. Leon agak kecewa dengan jawaban Pak Somad. Dia hanya ingin meresmikan hubungan secara agama dulu. Bukan berarti Leon tidak ingin meresmikan hubungan dengan Dona secara sah. Ini berguna agar tidak menimbulkan fitnah dan gunjingan tetangga. "P-ak, saya hanya ingin melindungi Dona dari dosa zina," ucap Leon terbata dia berucap hati hati agar Pak Somad tidak masah lagi "Kamu sudah berzina juga dengan putriku," balas Pak Somad yang tidak ingin Dona menikah secara siri saja. Pak Somad sangat benci dengan Leon yang sudah merusak masa depan sang putri. "Maka dari itu saya be
Dona mempertanyakan kenapa mereka harus berhenti di sebuah penginapan. Emangnya ada ss krim di dalam sana..Bener bener membuat Dona tidak mengerti. "Ayo turun, di sana ada yang jual es krim," jawab Leon. "Apa kita akan mampir ke restorannya?" tanya Dona. "Iya," jawab Leon. Dona menuruti Leon turun dari Mobil. Setelah ke resepsionis Dona masih mengikuti kenapa langkah kaki Leon pergi. Dona masih tidak curiga sama sekali tentang rencan Leon yang membawanya ke sebuah penginapan. Masa makan es krim saja harus ke restoran hotel bukannya harganya lebih mahal 'Hah ini kan kamar?" ucap Dona. "Ini memang kamar," jawab Leon lalu menarik lengan Dona masuk ke kamar dan langsung mencecap bibirnya. "Kamu mau es krim 'kan?" tanya Leon setelahnya dengan senyuman meledek. "Iya, kenapa kita malah me sini?" tanya Dona. "Makan dulu es krim yang aku miliki, baru es krim yang lain," bisik Leon sembari membuka kancing celananya. Dona agak bengong sedikit tapi setelahnya dia tahu apa ya
Laras emang tidak peka atau merasa Dona tidak tahu kalau Laras menggoda Leon beberapa hari yang lalu. "Jangan tanya kenapa padaku. Karena aku tidak suka dengan orang yang mencelaku pelakor. Tapi dia sendiri menggoda lelaki yang masih belum bercerai dengan istri sah nya!" tegas Dona. "Oh jadi kamu cemburu padaku?" tanya Laras. "Kalau orang waras seharusnya tidak bertanya begitu. Pira nya di goda wanita lain siapa yang tidak cemburu," jawab Dona sewot. Laras tersenyum sambil mengibaskan rambutnya lalu menatap Dona dengan tatapan meledek.."Kamu cemburu? Seharusnya kamu memikirkan perasaan istri sah saat kamu bercinta dengan suaminya," ucap Laras.Jantung Dona berdebat kuat saat mendengar ucapan itu. Dona merasa hina saat ada kalimat seperti ini. Padahal dulu dia benar benar tidak tahu kalau Leon sudah memiliki istri."Laras, dulu aku tidak tahu berjalan kalau Leon sudah beristri," ucap Dona sedikit gemetar karena merasa dirinya kotor dan hina."Halah munafik, tadinya aku mau berbai
Dona menghembuskan nafasnya pelan. Percuma debat pasti Leon tidak mau mengalah. Lagipula banyak mata memandang di kantor ini. Dona tidak mau ada keributan lagi. "Aku mau makan deh," jawab Dona. "Nah gitu dong," balas Leon sembari melepas tangan yang menutup mata Dona. 'Aku bereskan dulu kerjaan jnj. Aku save dulu juga di komputer takut mati lampu hilang deh semua," ucap Dona sembari membereskan dokumen dan file di komputernya. Dia takut ada yang iseng juga mengambil data di komputernya. Makanya dikasih sandi. "Oke aku tunggu," sahur Leon yang duduk di bangku belakang tempat kerja Dona. Dona sudah selesai mengarsipkan kerjaan dan menyimpan semua data kerjanya. Lalu barulah dia ikut Leon ke tempat makan. Sepanjang perjalanan banyak mata memandang. Ketika mereka keluar ruangan sampai mengantre Lift. Banyak yang memandang sinis, risih, mungkin di hatinya sampai menggunjing pula. Dona cuek saja. Selama Leon masih berada di pihak nya semua akan baik baik saja. "Kenapa kamu seperti
Menurut Robi itu adalah ide yang sangat bagus. Setidaknya baju pilihan sendiri akan terpakai tidak mubazir. "Bawa saja ke sini. Selain dia bisa memilih baju. Ke sini membuat Dona memiliki ide cemerlang untuk desain baju-bajunya," jawab Robi. "Memangnya baju yang ada di butikmu bisa menginspirasi?" ledek Leon. "Tentu saja bisa, Dona bisa mencontek gaya busanaku tapi dengan gaya khas yang dimiliki Dona," ucap Robi membanggakan diri. "Selera busana kalian kan tidak sama," gerutu Leon. 'Hei, kalau Dona sedang buntu Ide mengunjungi butik aku ini adalah solusinya!" seru Robi. Leon menyeringai tipis, karena Robi mulai membanggakan diri mengenai karya seni yang dia miliki. Yah memang bagus dan terjual di kalangan orang kaya sih. Tapi menurut Leon, sahabat karibnya itu lebay parah. "Iya, tapi bagaimana kalau Dona sangat tidak tertarik dengan baju bajumu?" tanya Leon. "Hanya yang matanya tidak mengerti trend dan seni yang menilai rancanganku jelek," balas Robi sewot. Leon tertawa ken
Robi mencoba mengingat apa yang dipesan oleh Dona. Sepertinya memang ada tapi Robi tidak terlalu ingat karena di butiknya ramai pengunjung. "Ya, saat aku mengenalkan mu pada Dona di hotel dulu. Bukannya Dona memesan baju?" tanya Leon lagi. "Hmm yang kamu dilempari telur busuk itu ya?" jawab Robi memastikan setelahnya Robi tertawa mengingat bagaimana bisa Leon dilempari telur busuk oleh orang tak dikenal. "Ya, aku tahu pasti itu suruhan Monica si gadis gila!" seru Leon kesal, rasa kesal di hatinya tidak bisa dilukiskan dengan kata kata. Karena Monica si biang kerok itu sudah kelewat batas membuat Leon emosi. Membuat mental Leon dan Dona menjadi terguncang. Kalau Leon tidak apa-apa, Dona yang paling terkena mentalnya. Dia harus rajin mengunjungi psikiater untuk pemulihan mental. "Wanita gila itu pernah kamu cintai sampai tidak bisa berpaling 'kan?" goda Robi "Ya, itu dulu. Sebelum semuanya terkuak. Mulai dari sikapnya dan keburukannya yang lain," ucap Leon kesal. Masa-ma







