Raven kembali membuka kedua kaki Ruster, lalu menganjal bokong Ruster agar cairan yang ia tembakan barusan tidak keluar semuanya.
Setelah selesai, Raven mengocok wine beralkohol tinggi dan meminumnya sedikit. Lalu segera menuangkan wine tersebut di dalam liang inti Ruster. Tentu dengan jarinya yang ikutan masuk ke dalam untuk membuka akses masuk cairan wine itu.
Ruster terkejut, karena rasa dingin di liangnya. Tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Kedua kakinya di paksa kuat dengan di cengkram oleh Raven. Agar tetap terbuka sempurna di tambah dengan tubuhnya yang begitu lelah untuk melawan Raven yang semakin gila.
“Hentikan..” rintih Ruster memohon.
“Akan ku hentikan, asal kau mengaku siapa yang menyuruhmu dan di bayar berapa?” tanya Raven dengan suara seraknya.
“Tidak tau apa maksudmu,”balas Ruster jujur.
“Keras kepala sekali, wanita ini!” batin Raven
“Baiklah, jika itu maumu. Maka silahkan menikmati ke indahan ini dan in
Raven kembali memasukkan kembali rudalnya yang masih kokoh dengan urat kemarahan yang menghiasi badan rudalnya. yang seperti emosinya kali ini yang menguasai tubuhnya. Ruster memejamkan kedua matanya, ia mendesah berkali-kali karena ulah Raven yang terus menyiksanya tiada henti dengan gerakkan memancing gairahnya yang semakin naik. “Ahh... Ven...” desah Ruster lirih Raven seperti biasa, ia menulikan telinganya. Dengan mengubah posisi tubuh Ruster yang semula bertumpu pada kepala ranjang. Kini menarik pinggang Ruster semakin mendekatinya dan membiarkan Ruster menunging di tengah ranjang. Yang merupakan pemandangan yang indah bagi Raven. Raven kembali menghentakkan rudalnya ke inti Ruster untuk memulai ronde selanjutnya untuk mengejar kenikmatan yang sebentar lagi akan datang. Hingga akhirnya, Raven semakin mempercepat gerakan pinggangnya dengan mencengkeram pinggul Ruster semakin erat untuk tetap dalam posisi tersebut. Hentakan demi hentakkan c
*** Di ruang makan, Raven sedang makan dengan lahap untuk mengisi perutnya yang kosong dan memutuskan untuk segera pergi ke perusahan. Mengingat pekerjaan pasti sudah menumpuk tinggi, karena ia tidak menyelesaikannya selama dua hari, katena menyiksa Ruster untuk mengakui siapa yang menyuruhnya mendekati Romeo. “Fuck,” maki Raven yang segera menyambar tas kerjanya dengan berlari terbirit-birit ke arah pakiran mobilnya. Di jendela, Ruster melihat mobil Ferrary biru elektrik keluar dari halaman rumah. Hati Ruster seketika lega, karena ia tidak perlu di paksa melayani iparnya lagi. “Apa yang sedang kamu lihat?” tanya Romeo yang memeluk pinggang Ruster dari belakang dengan mengecup leher Ruster. Takut akan tanda dari Raven ketahuan, Ruster segera membalikkan tubuhnya dan menatapi Romeo dengan tatapan serba salah. “Ayo mandi sana, aku akan meminta pelayan menyiapkan sarapan untuk kita berdua!” perintah Romeo yang di turutin oleh Ruster
Dengan kaki panjang di balut celana mahal, Raven melangkah keluar dari dalam kantornya di ikutin seketaris pribadinya dan sekaligus asistennya yang bernama Jack. Raven anti dengan seketaris wanita, sehingga ia memaksa Jack untuk merangkap menjadi seketaris pribadinya. Jack membukakan pintu dan mempersilahkan Raven untuk masuk kedalam mobil di bagian kursi penumpang. Raven duduk dengan laptop di atas kedua pahanya, kedua matanya terus menatapi layar laptop dengan serius tanpa berkedip sedikitpun di dalam perjalanan menuju ke tempat pertemuan para CEO yang menurut Raven hanya akan merusak matanya yang indah itu. karena jijik dengan tampang para CEO yang berwajah menjijikan di benak Raven. “Tuan, kita akan sampai!” ucap Jack yang memberitau Raven yang tengah sibuk dengan dunianya. Raven melirik ke arah jendela dan melihat salah satu kawasan restoran mewah yang merupakan tempat pertemuan antara klien yang di adakan di salah satu tempat restoran mewah yang
“Jika enak, kenapa menundukkan kepala?” tanya Romeo yang masih dengan nada perhatiannya. “Aku malu, kamu terus menatapku sedari tadi. Sehingga aku tidak konsetrasi untuk makan,” alasan Ruster, padahal pikirannya sedang tempat lain. “Oh, kalau begitu. Ayo makan yang banyak. Biar sehat,” balas Romeo dengan senyuman palsunya. Ruster kembali menyantap makanan di depannya dengan gugup. Walaupun pria di depannya saat ini adalah suaminya. Tapi entah kenapa ia merasa aneh dan tidak nyaman. Seolah-olah pria di depannya adalah Raven yang sedang mengawasinya dan bukan suaminya yang bernama Romeo Van Diora. “Apa mungkin karena ia mirip dengan Raven,” batin Ruster yang masih mengingat apa yang di lakukan oleh Raven padannya selama dua hari berturut-turut. Seketika, Ruster semakin merasa bersalah pada suaminya dan ia tidak tahu mau menjelaskan bagaimana soal kejadian tersebut kepada Romeo. Selesai makan, Romeo bergegas naik ke lantai atas untuk menghu
“Mendekatlah,” Romeo menarik punggung Ruster agar merapat ke tubuhnya. Ruster semakin di buat salah tingkah, dalam seketika waktu. Ruster menahan nafas seolah lupa bagaimana caranya untuk menghirup oksigen karena sempat mengira Romeo adalah Raven. “Bernafaslah, jangan gugup seperti itu. aku tahu, kamu belum pandai mengikat dasi?” ucap Romeo yang sangat paham dengan keandaan istrinya yang sangat gugup di hadapannya. Butiran demi butiran keringat menetes turun melewati pipi. Wajah Ruster yang yang di selimuti rona merah yang menggoda, menjadikan Ruster tampak begitu cantik dan mengemaskan di mata Romeo. “Kau kelihatan begitu sulit memakaikan dasi untukku, Sayang!” ucap Romeo beralih menggenggam tangan Ruster. Merasakan tangan dingin Ruster yang tegang. “Ma-maaf…. Aku belum pandai melakukannya.” Di antara rasa gugup, Ruster menikmati sikap lembut Romeo kepadanya. “Sini ku ajarin,” ucap Romeo memberikan instruksinya kepada Ru
Setelah sekian lama, akhirnya Ruster mulai bersuara. “Ro-Romeo, kau mau apa!?” tanya Ruster berbata-bata. Ketika ia menangkap gerakkan kecil dari Romeo yang saat ini sedang menurun resleting pada celananya sendiri. Wajah Ruster memucat, saat pria yang kini berstatus sebagai suaminya mengeluarkan rudalnya dari sarang. Entah berapa kali ia melihat rudal suaminya yang ukurannya sama dengan milik iparnya yang benar-benar besar dan panjang. Seketika Ruster meringis menahan sakit saat melihat rudal suaminya yang besar dan panjang di hiasi oleh urat-urat kemarahan yang mengelilingi badan rudal yang berdiri kokoh tersebut. “Romeo… aku…” ucap Ruster yang berniat menolak di setubuhi oleh suamianya untuk hari ini. “Diam Sayang,” Romeo memotong ucapan Ruster dan memintanya untuk diam. Ruster mengigit bibir dengan jantung berdebar-debar, kedua tangannya terangkat naik secara otomatis untuk memeluk leher Romeo. Saat suaminya siap melakukan pen
“Perhatian kepalamu, jika sampai jalang itu mati. Kita yang repot dan kau pasti gagal dapat info darinya,” balas Raven dengan menarik dasinya, kemudian melemparkan ke wajah Romeo yang mirip dengan wajahnya. Romeo mengaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal, karena apa yang di katakan oleh kembarnya memang benar. ia lupa sampai bagian itu karena ke asyikan mencicipi tubuh Ruster barusan. Tidak sampai sepuluh menit. Devan Holland tiba ke diaman kedua kembar, ia berjalan masuk dengan pakaian lengkapnya yang masih ada berkas darah di jas putihnya. Klek. Pintu terbuka, kedua kembar menatapi Devan Holland yang di selimuti kemarahan. “Cepat sekali?” ucap Romeo yang berusaha menetralkan suasana. Melihat tidak ada jawaban dari Devan Holland. Raven mulai bersuara untuk menyelamatkan nyawanya dan Romeo. “Sepertinya kau sedang sibuk?” timpal Raven yang merapatkan diri ke Romeo. Karena marahnya Devan Holland lebih menyeramkan dari Jame
Merasakan kehangatan tangan Ruster. Air mata Romeo langsung jatuh dari kedua matanya. Ia menggenggam jemari Ruster dan mengecupnya berkali-kali. Karena kesedihan kali ini tidak di buat-buat olehnya. Romeo merasa sungguh lega dan bahagia, melihat Ruster membuka kedua matanya. Melihat nampan di atas nakas, Ruster bisa menebaknya. Jika ia harus makan, agar bisa mempunyai tenaga lagi. “Aku bisa sendiri,” ucap Ruster lemah. Romeo menggeleng pelan, lalu mengambil mangkuk dan mulai menyuapi Ruster makan. Melihat Ruster yang sangat lemas membuat hati Romoe tersakiti. Apa yang ia lakukan, hingga Ruster sakit dan ia terlambat mengetahuinya. sesat ia memaki dirinya sebagai suami yang tidak berguna. berbeda dengan Raven yang cepat menyadari. Ruster memandangi suaminya yang telaten menyuapinya, di pandanginya tubuh atletis Romeo yang hanya di balut kaos biru muda. Entah mengapa, melihat Romeo yang di depannya. Semakin membuat Ruster semakin panas. Otot len