Alih-alih pergi, Malik malah sengaja mendekati Bella. Tangannya terangkat menyingkap sedikit ujung topi pantai rajut lebar yang dikenakan oleh Bella.
“Jangan kurang ajar!” hardik Bella sambil menepis tangan Malik.
Malik tersenyum sempat melihat jelas wajah Bella seutuhnya. “Muka kamu yang merah karena sinar matahari keliatan manis banget,” ucapnya memberi pujian.
“Jangan gila kamu! Sebaiknya kamu pergi sekarang sebelum Yusuf datang, kamu bisa dihajar lagi kayak malam itu! Kamu masih ingat kan gimana bonyoknya muka kamu?”
Malik tersenyum miring. “Menurut aku rasa sakitnya sepadan, kok. Lebih baik sakit menahan pukulan di pipi ketimbang sakit menahan rindu sama kamu.”
“Kamu udah gila, ya? Senewen!” Bella berniat untuk meninggalkan Malik sendirian sebab kata-kata manis dari mulut pria itu mulai membuatnya tidak nyaman
Hari terakhir berada di Lombok dihabiskan Bella dan Yusuf hanya untuk bersantai dan berjemur di sekitar pantai. Pemandangan siang itu cerah, laut terlihat begitu biru berkilauan diterpa terik matahari.Bella yang mengenakan bikini oranye dibalut kain pantai motif bunga kamboja menutupi mukanya dengan topi rajut untuk menghindari silau matahari. Selama beberapa hari di Lombok, kulitnya sudah menjadi lebih tan ketimbang sebelumnya, dan Yusuf kerap memujinya belakangan ini, lebih seksi katanya.Sementara di sampingnya, Yusuf yang berbaring santai mengenakan sunglasses menutup matanya, menikmati embusan angin laut yang sepoi-sepoi.Ketenangan di antara mereka pecah tatkala ponsel pintar Yusuf berbunyi, masuk sebuah panggilan. Yusuf bergegas mengecek ponselnya, Bella ikut memperhatikan.“Halo? ... apa? Ck, ok ok, baik, saya urus sekarang.”Kening Bella mengerut, penasaran Yusuf bicara dengan siapa. Tak lama, muncul Emma dari tenda di belakan
“Udah kelar urusannya, Mas?” tanya Bella agak panik sambil berjalan mendekati Yusuf.Malik ikut turun dari speed boat, tapi matanya tampak menghindar dari tatapan Yusuf yang teramat tajam. Mata Yusuf nyalang, tinjunya terkepal di sisi celana, rahangnya menggeretak, tapi dia masih bergeming.“Mas?” sapa Bella takut melihat sikap diam Yusuf.Alih-alih menjawab pertanyaan Bella, tiba-tiba Yusuf malah bergerak cepat menghampiri Malik, lalu tanpa aba-aba melayangkan tinju tepat di tulang pipinya sampai Malik terpental ke belakang. Malik jatuh menimpa pasir putih pantai.“Mas Yusuf!” teriak Bella yang bergegas membantu Malik.Sikap Bella yang malah lebih memperhatikan Malik tentu membakar hati Yusuf, membuat amarah di dadanya lebih membendung.“Menjauh dari dia, Bella! Menjauh dari dia sekarang!” teriak Yusuf memerintah.Bella tidak patuh begitu saja, membuat darah Yusuf lebih mendidih lagi.
Yusuf memang pulang lebih dulu ke Jakarta bersama Emma, sedang Bella pulang dengan penerbangan berikutnya bersama tim satu divisi Malik.Degup jantung Bella kembali terpompa ketika dia sampai di depan pintu apartemen, takut Yusuf masih ngambek kepadanya. Dia beranikan diri untuk membuka pintu, tapi tak ada siapa-siapa di dalam, lengang saja, tidak tampak batang hidung Yusuf.“Ke mana Mas Yusuf? Harusnya dia udah nyampe duluan ...” lirih Bella bingung.Bella bahkan menunggu sampai malam hari, tapi Yusuf tak juga pulang. Ponselnya bahkan tidak bisa dihubungi, Bella menyerah sudah. Barangkali dia sedang pergi menenangkan pikiran, besok saja di kantor mereka selesaikan semuanya, begitu pikir Bella, dia putuskan untuk segera pergi tidur, hari esok telah menanti dirinya dengan tumpukan pekerjaan.***Emma baru selesai menerima panggilan ketika Bella turun dari lift, dan langsung bergerak hendak masuk ke dalam ruang kerja Yusuf. Emma segera ba
Pikiran Bella masih mengawang-awang mengingat apa yang tadi diucapkan oleh Yusuf; putus. Apa semudah itu bagi mereka untuk berpisah? Sungguhkah semua berakhir di sini? Batinnya tak percaya. Semua terasa begitu surreal, tidak nyata, Bella berharap ini hanya mimpi. Dia berharap semua ini hanya lelucon atau prank yang dibuat oleh Yusuf."Kamu nggak apa-apa, Bel? Mau ikut ngopi, nggak?" ajak Ruby.Bella bergeming, mukanya yang pucat akhirnya memicu kecemasan Ruby."Bel, woi! Kamu nggak apa-apa, kan?"Detik selanjutnya Bella berdiri, dan langsung pergi ke toilet. Di sana dia melepaskan tangisan sejadi-jadinya. Dia sadar satu hal, dia dan Yusuf benar-benar telah berpisah, mereka sungguh putus kali ini. Bukan lelucon, dan tidak ada prank.***Kabar soal putusnya Bella dan Yusuf menyambar cepat ke seisi kantor majalah GLAM layaknya api yang disiram dengan bensin. Meski banyak yang menodongnya dengan pertanyaan, Bella memilih untuk bungkam.Da
“Enak udonnya?” tanya Malik.Tanpa kata-kata, Bella mengangguk dengan mulut yang tak henti menyeruput udon buatan Malik. Tadinya Malik ingin mengajaknya makan malam di restoran turki favoritnya, tapi restoran itu sudah telanjur tutup. Tak ada opsi lain, Malik mengajak Bella ke apartemennya, lalu memasak semangkuk udon instan.Bella makan amat lahap, wajar mengingat perutnya tak diisi sejak siang, ditambah stres memikirkan nasib cintanya dengan Yusuf yang telah resmi kandas, dia memang butuh energi ekstra.“Enak banget! Makasih ya!” seru Bella sambil menyeka mulutnya dari sisa minyak makanan.“Cuma itu yang bisa aku buat,” sahut Malik tersipu.Lantaran canggung, Bella mengedarkan pandangan ke sekitar apartemen Malik yang serba krem. “Cantik ya apartemen kamu. Rapi juga, terurus.”“Iya ... tapi nggak sebagus punya Yusuf, kan? Lokasinya juga nggak elit, ini juga udah syukur aku dikasih.&rdqu
Bella panik ketika matanya terbuka, dan yang pertama menyambutnya adalah cahaya matahari pagi yang begitu terik menerpa muka.Mampus! Gawat! Udah jam 8 aja! Pekiknya dalam hati. Kalau hari ini dia terlambat lagi, entah apa yang akan dikatakan oleh atasannya. Bella cepat-cepat ke kamar mandi, lalu berpakaian, mendempul mukanya dengan riasan sekadarnya. Namun, saat dia keluar dari kamar, Malik malah terlihat duduk santai menikmati sarapan di atas meja makan.“Pagi, Bella ... gimana tidur kamu semalam? Ayo sarapan dulu, aku udah siapin roti sama jus jeruk—““Ini bukan waktu yang pas buat basa-basi, Malik! Kenapa kamu nggak bangunin aku?! Masih sempat sarapan segala! Kita telat loh!”Malik terperangah kemudian. “Lah iya ya ... kamu masuk pagi kan, ya?”“Malah nanya balik! Masa nggak tau, sih?!” damprat Bella sebal.“Sorry ... sorry, soalnya aku kerja masih part time, aku masuk siang bia
Mata Yusuf memandang kosong pada gaun putih yang melekat indah di sebuah manekin. Pikirannya berkecamuk, keraguan dan keyakinan silih berganti timbul dalam benaknya. Ayahnya menyambut gembira keputusan sembrono yang dia buat, pun ibunya setuju-setuju saja, tapi justru dia yang sekarang tidak yakin apakah ini keputusan tepat. Dia acak rambutnya untuk sekadar melepas stres.“Kenapa, Suf? Kok bengong?” tanya Leila yang merangkulnya dari belakang.“Nggak apa-apa,” jawab Yusuf pendek.Leila membalik tubuh Yusuf, membuat muka mereka saling berhadap-hadapan. “Aku tau kamu bohong. Pasti ada yang lagi kamu pikirin, kan? Apa, Suf? Kamu ragu sama keputusan kamu sekarang?”Yusuf menggeleng tanpa kata.“Sebetulnya, aku juga penasaran loh, apa yang bikin kamu tiba-tiba ngambil keputusan secepat ini buat menikahi aku. Apa alasannya? Ke
Sesuai perkataan Malik, Bella menguatkan hatinya. Bersama mereka menghampiri Yusuf dan Leila yang sedang menyalami para tamu di altar, mereka pun tak boleh ketinggalan untuk memberi selamat, meski sebetulnya hati Bella kacau balau, dan rasanya ini semua sangat konyol.“Selamat ya, nggak nyangka kalian akhirnya jadi juga,” ucap Malik terdengar sarkastis.Leila mengutas senyum dan menyambut uluran tangan Malik. “Mungkin ini yang namanya kekuatan cinta,” ucapnya penuh percaya diri. Dia mendekatkan mukanya ke pipi Malik, lalu menciumnya sekilas sambil berbisik, “Ini juga kan berkat kamu, makasih ya ...”Bisikan itu tidak direspons oleh Malik, dia tak ingin mengungkit apa yang pernah dia rencanakan bersama Leila, sebab bagaimanapun Bella belum sepenuhnya menerima dia sebagai pengganti Yusuf.“Kamu datang juga rupanya, Bella ... senang deh liat ka