Share

LDR

Nita berhenti di sebuah telpon rumah,  dia mendekatinya dan memastikan tidak ada orang yang melihatnya malam ini. Dia ingin mencoba menghubungi seseorang yang nomor teleponnya sangat dia hapal.

'Ini masih jam sembilan ' nita melihat ke arah jam di dinding ruang tamu, lalu dia menekan tombol-tombol angka di telepon tersebut. Telepon di rumahnya tidak memakai kunci jadi dia dengan bebas bisa menelpon siapapun.

'Dua,,, tiga,,, tujuh,,, empat,,, tiga,,, empat,,, ' nita bisa mengingat nomor telepon itu dan berharap dia dapat mendengar suara wildan malam ini.

Kemudian terdengar sebuah nada sambung, menunggu pemilik nomor telepon yang nita hubungi menerima panggilan darinya.

Dia harus menunggunya lebih lama untuk bisa mendengar suara dari telepon, dan terasa begitu lama.

'Apa mungkin semua orang sudah tidur? ' nita lalu melihat ke arah jam di dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam.

Lalu nita menyadari bahwa dia sangat tidak sopan menghubungi wildan di waktu istirahat, akhinya di memutuskan untuk tidak melanjutkan sambungan telepon.

"Hallo " terdengar suara dari kejauhan ketika nita hampir saja akan menutup teleponnya.

Dia lalu kembali menyimpan gagang telepon itu di telinganya, memastikan ada suara seseorang yang di dengarnya.

"Hallo " lagi-lagi suara itu terdengar di telinga nita. Suara seorang perempuan yang sedikit serak dan nita meyakininya bahwa itu adalah suara saudari perempuannya.

"Hallo,,, " nita menjawabnya dengan ragu dan jantungnnya yang bekerja lebih cepat dari normalnya.

"Apa saya boleh bicara dengan wildan " lalu nita memberanikan diri untuk bicara, dia sebenarnya takut jika harus bicara seperti itu di waktu yang sudah larut. Tapi karena teleponnya sudah tersambung dia akan melanjutkannya dan berharap anneth dapat bicara dengannya.

"Tunggu sebentar " jawaban terakhir sebelum akhirnya di telinga nita terdengar suasana sunyi tanpa suara sedikit pun, sampai kai bisa mendengar bunyi yang dikeluarkan oleh nafasnya yang tidak beraturan.

Karena kali ini perasaannya bercampur aduk, dia senang karena hari ini akhirnya dia dapat mendengar suara wildan setelah sekian lama.

"Hallo " tidak lama kemudian terdengar suara oleh nita.

Senyuman nita mengembang, dia begitu tahu suara yang sedang bicara di telpon kali ini. 

Itu suara wildan, dia seperti sedang berada di dalam mimpi karena akhirnya dapat mendengar suara wildan walaupun tanpa melihat wajahnya.

"Hallo??? " nada suara wildan kali sepertinya terdengar keras, sepertinya dia marah karena tidak ada jawaban apapun ketika dia menerima telpon.

"Halloo?? " dan sekarang nita mendengar wildan yang sedang marah.

"Wildan " lalu nita mengeluarkan suaranya setelah dia berhasil membuatnya kesal walaupun hanya mendengar suaranya.

"Nita? " lalu dia bertanya untuk memastikan bahwa suara yang di dengarnya adalah sahabat yang selalu dia ingat setiap hari.

"Apa ini benar nita? " dia kembali bertanya, karena sepertinya dia tidak percaya malam ini dapat mendengar suara nita.

"Iya " jawab nita, dia tersenyum tetapi sebenarnya dia merasakan kesedihan. Karena dia tidak dapat melihat wajah wildan ketika sedang berbicara berdua dengannya malam ini.

"Nita, kamu kemana saja? " tanyanya, "kamu tahu aku mencarimu di sekolahmu tapi kamu tidak ada! "

"Kenapa baru menelponku? " serentetan pertanyaan di lemparkan pada nita, "kamu sudah lupa denganku? "

Nita tersenyum, dia senang mendengarkan suara wildan yang cerewet dengan berbagai pertanyaannya.

Lebih banyak bertanya adalah sebuah ciri khas dari wildan, nita sangat bahagia sekali malam ini dia telinganya telah dibuat sakit dengan suara wildan yang memarahinya.

"Aku baru bisa menghubungimu maafkan " ucap nita dengan nada penuh kesabaran menghadapi wildan, dan dari banyaknya pertanyaan wildan dia hanya menjawab dengan satu kalimat saja.

"Aku tidak tahu kamu ikut ke acara reunian sekolah smp kita " ucap nita, setelah begitu lama dia tidak berkomunikasi dengan wildan kali ini dia merasa canggung untuk mengatakan apapun.

"Aku ke sekolah, mengambil sesuatu karena ayah memintaku pindah kembali bersekolah di kota " 

"Tapi,,, " wildan tidak melanjutkan pembicaraannya, dia terdiam membuat suasana hening seketika.

Nita pun terdiam, dia tidak berani menanyakan kelanjutan pembicaraan yang akan dia katakan tapi tidak dilanjutkannya. Sepertinya dia tahu itu adalah hal yang akan sedikit menyakitkan bagi wildan.

"Tapi, ada hal yang berbeda di sekolah sekarang " lalu wildan kembali berucap.

Nita tersenyum dan menebak- nebak jika wildan pasti kesepian karena tidak ada lagi orang yang selalu memarahinya ketika dia terus di dekati oleh adik kelas atau kakak kelas.

"Aku baru mengetahuinya " ucap nita, "kalau kamu sudah berkencan dengan adik kelasmu sekarang "

"Kamu tahu " jawab wildan, "tapi aku tidak tahu siapa yang sudah memberitahumu "

"Lagipula sebenarnya aku melakukan itu karena merasa kasihan karena nuri itu lemah dan dia bilang menyukaiku " sambung wildan.

Nita lalu tersenyum lebar, dulu juga dia dan wildan menjalin sebuah hubungan karena dia yang lebih dulu menyatakan perasaannya setelah lama berteman.

Walaupun nita tahu dia menerima pernyataan cintanya karena rasa kasihannya juga pada nita, tapi dia tidak berpura- pura seolah wildan menyukainya dengan segenap hatinya.

"Bagaimana kondisi ayahmu? " tanya wildan,  dia begitu penasaran dengan keadaannya. Dia pernah bertemu dengan oki teman dekat nita dan menceritakan kondisi ayah nita. Selama ini wildan selalu mendoakan untuk kesembuhan ayah nita agar dia bisa berkumpul kembali dengan nita yang selalu menyayanginya setelah kepergian ibunya.

"Ayab " ucap anneth pelan, "dia,,, "

Wildan hanya mendengar jawaban nita yang terpotong-potong, dia sepertinya begitu berat untuk menceritakannya pada wildan.

"Apa ayah sudah sembuh? " lalu wildan kembali bertanya.

"Ayah sudah pergi, wil " lalu nita kembali terdiam, yang saat ini terdengar adalah sebuah isak tangis seseorang dari saluran telepon wildan.

Wildan tertegun, dia mematung seolah mendapatkan berita yang lebih menyakitkan dari apapun hal yang pernah dialaminya. Dia tidak percaya ketika tahu ayah nita telah meninggalkannya untuk selamanya, dan mereka berbicara terakhir ketika menemaninya sedang mendapatkan perawatan dari rumah sakit.

"Kamu berbohongkan? " wildan memastikan apa yang dikatakan nita adalah sebuah candaan karena mereka sudah begitu lama tidak bertemu.

"Seminggu yang lalu ayah sudah pergi " ucap nita dengan nada pelan, "dan sekarang aku hanya punya nenek dan keluarga paman yang selalu menyayangiku dan menganggapku seperti anak mereka "

Kedua mata wildan mulai berkaca, dia tidak dapat menahan kesedihannya karena setelah dia kehilangan semua orang yang sangat baik padanya, diapun harus kehilangan ayah nita. Dia sedikit kecewa karena tuhan tidak memdengar doanya untuk sekarang ini, dia merasakan marah dan sedih menjadi satu membuat air matanya meleleh dan jatuh membasahi pipinya.

"Maafkan aku nita " wildan bicara sangat pelan pada nita, dia menutupi tangisannya agar tidak membuat nita semakin sedih.

"Kamu harus bisa kuat dan melanjutkan hidupmu " ucap wildan "wujudkan cita-cita yang diinginkan ayahmu "

"Aku sendirian sekarang wildan " ucapnya mereka kali ini bicara dengan suara yang sama-sama pelan, bahkan hampir terdengar berbisik.

"Aku ingin kembali ke masa dimana ayahku masih sangat sehat " sambungnya, "kamu tidak lagi bisa mendengar ceritaku setiap hari seperti dulu "

"Ketika kam pergi, tuhan juga telah membuat ayahku pergi untuk selamanya " ucap nita karena dia merasa sangat kesepian sekarang ini setelah wildan pindah sekolah dan rumah.

"Dimana kai tinggal sekarang? " lalu nita bertanya pada wildan.

"Aku tinggal di perumahan intan, kamu pernah membicarakan tentang air mancur besar di tengah-tengah jalan besar itukan? " ucap wildan, "rumah ayah dan ibu melewati itu "

Nita lalu memikirkan sebuah tempat yang dulu pernah dia ceritakan pada wildan dimana semua orang- orang level atas tinggal disana dan nita berkhayal bisa tinggal disana juga jika sudah menikah nanti.

"Itu sangat jauh dari tempatku " tanggap nit, "apa kamu senang tinggal di tempat barumu itu? "

Wildan terdiam sejenak, dia begitu sulit untuk mengucapkan jawabannya karena tidak mau mendengar lagi nita yang iri pada kehidupannya. Jika dia berkuasa dan bisa merubahnya sendiri, dia akan meminta tuhan untuk menukar kebahagiaannya dengan kesedihan yang nita miliki saat ini.

"Apa kamu sekarang bahagia? " wildan balik bertanya.

"Kenapa bertanya seperti itu padaku " jawab nita, "tentu saja aku sedih karena aku sudah tidak memiliki ayah "

"Dan aku juga sedih karena kamu juga pergi meninggalkanku " lalu nita kembali berucap, dia memang sangat tahu seperti apa rasanya telah ditinggalkan oleh orang yang paling disayangi.

"Kalau aku sedih, bagaimana? " nita meminta wildan untuk menanggapi ucapannya kali ini.

"Aku juga akan menjawab perasaanku sedih " jawab wildan.

"Kalau aku bahagia? "

"Tentu saja aku akan menjawab yang sama denganmu, kalau aku juga bahagia " jawab wildan, dia ingin memperlihatkan pada anneth bahwa apa yang sedang nita rasakan diapun bisa merasakannya.

"Karena sahabat itu, pasti selalu tahu apa yang sedang dirasakan oleh setiap sahabatnya " lalu wildan berucap.

Dan seperti itulah mereka berbicara di telpon, tanpa mereka sadari sudah beberapa lama berbicara di telepon.

"Ternyata sudah jam sebelas malam " ucap nita, "besok aku telepon lagi di jam yang sama "

"Iya " jawab wildan, "selamat malam nit "

"Selamat malam " wildan lalu mengakhiri pembicaraannya di telepon dengan nita. 

Dia akhirnya mendapatkan cara yang lebih mudah untuk bisa berkomunikasi dengan wildan walaupun tidak dapat bertemu dengannya langsung karena nitamerasa belum berani untuk pergi terlalu jauh dari rumahnya.

Setiap malam di jam sama yang mereka terus menerus melakukan komunikasi di telepon, setiap harinya menghabiskan malam berbicara dengan sahabat kecilnya bertahun-tahun. Sampai akhirnya nita dan wildan masuk ke sekolah menengah atas,  mereka tidak berhenti berkomunikasi walaupun dipisahkan oleh jarak diantara mereka.

"Kamu sudah berani pergi ke tempat jauh? " tanya wildan, ketika malam ini mereka berkomunikasi kembali melalui telepon.

"Lumayan berani dan sudah mendapatkan ijin dari nenek dan paman " jawab nita, "apa kamu mau bertemu denganku? "

"Iya, tapi rumahku terlalu jauh. Nanti kamu malah tersesat " ucap wildan, dia lalu berpikir beberapa waktu untuk mencari jalan tengah.

Dia sedang memikirkan titik yang bisa mudah di jangkau oleh nita dan juga dirinya sendiri.

"Oh,  iya " nita telah mendapatkan ide yang sangat bagus, "kamu tahu kan halte yang melewati air mancur besar kota? "

"Iya " jawab wildan.

"Bagaimana kalau kita bertemu disana setelah nanti pembagian rapot kenaikan kelas " nita mengatakan idenya pada wildan,  "ketika kamu naik ke kelas dua, kita akan bertemu "

"Tempat itu tidak terlalu jauh dari sekolahmu kan? " tanya wildan, dia justru mengkhawatirkan nita jika dia harus menempuh perjalanan jauh menggunakan angkutan umum.

"Tidak, tenang saja " jawab nita, "aku kan tadi bilang tempat ini berada di tengah-tengah "

"Deal? " tanya nita

Wildan tersenyum tipis, "deal "

"Aku tidak sabar ingin bertemu dengan kamu yang sudah dewasa " nita terdengar berteriak di teleponnya.

"Dulu kamu sangat keren, pasti sekarang lebih keren! " pekik nita.

"Kamu ini " wildan seketika merasa malu, selama bertahun-tahun pun dia juga sangat ingin melihat nita yang cantik. Mungkin sekarang inipun nita akan semakin cantik, sahabat kecilnya yang sampai saat ini selalu dia sayangi walaupun dia tidak selalu mengatakannya.

"Tidurlah " ucap wildan, "besok aku akan menghubungimu lagi "

"Baiklah, selamat malam wildan " nita mengucapkan salam perpisahan.

"Selamat malam " wildan lalu mengakhiri pembicaraannya dengan nita malam ini.

Suasana malam telah sepi dirumahnya, nita lalu masuk ke dalam kamarnya dan membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur seraya menatapi langit-langit kamarnya. 

'Wajah wildan pasti semakin keren, tapi dia tetap saja cerewet ' ucap nita sendiri lalu tawa kecilnya muncul.

'Wajah nita pasti cantik sekali... ' wildan pun mengatakan hal yang sama seperti nita di kamarnya sambil terus memikirkannya.

Suasana gelap dikamarnya tidak menghalangi nita untuk bisa membayangkan wajah wildan sewaktu kecil. Dia begitu tidak bisa menyabarkan dirinya lagi untuk segera bertemu dengan wildan, dia ingin memutar waktu lebih cepat dari normalnya waktu berputar agar dia bisa segera bertemu dengan wildan...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status