Share

BAB 5 JAMES DAN JEREMY

Jeremy langsung menatap dingin pada saudaranya yang baru didorong keluar dengan kursi roda oleh seorang wanita. 

Di mana James Loghan yang dulu terkenal paling gagah ketika berdiri di atas singgasana keluarga Loghan. Karena yang Jeremy lihat sekarang hanyalah pria cacat menyedihkan, hanya bisa duduk di atas kursi roda dan sedang sekarat. Sebenarnya Jeremy bukannya tanpa hati untuk bersimpati pada nasib malang saudara laki-lakinya, tapi jika kembali melihat wanita muda yang sedang berdiri di samping James, seketika kemurahan hatinya yang cuma tinggal seujung jari itu pun ikut lenyap. 

"Terimakasih kau sudah mau pulang," sambut James lebih dulu. 

"Apa tidak bisa kita hanya bicara berdua?" sarkas Jeremy ketika melihat pada Gabriela Harlot yang menurutnya tak lebih dari produk konspirasi  dari seorang Harlot yang cerdas. 

Jeremy tahu semua anak-anak Harlot adalah orang-orang yang sangat berpendidikan. Tidak ada seorang Harlot yang bodoh hingga mau menghabiskan waktu dengan pria cacat hanya untuk mendorong kursi roda jika bukan karena sebuah tujuan. 

James menoleh pada Geby dan menyentuh punggung tangan wanita itu kemudian mengangguk pelan untuk menjawab kekhawatirannya.  

"Aku tidak apa-apa." James coba meyakinkan Geby jika dirinya tidak masalah ditinggal berdua dengan Jeremy. 

Geby malah balas menatap Jeremy Loghan yang masih begitu angkuh tak menghiraukannya. Tapi akhirnya Geby mengangguk, balas menggenggam tangan James sebentar kemudian permisi untuk keluar. Hanya dengan melihat cara James menggenggam tangan wanita itu saja Jeremy sudah bisa membaca seintim apa hubungan mereka berdua. 

"Kuharap Mr. Harlot sudah menjelaskan semuanya padamu?" James kembali memulai pembicaraan dan Jeremy cuma menatapnya belum berkomentar. 

Jeremy berdiri di depan bingkai jendela besar yang membuat tubuh tinggi tegapnya seolah menjulang dominan di depan James yang cuma bisa terduduk di kursi roda. Meski lima tahun lebih muda dari James tapi sejak anak-anak Jeremy memang tumbuh lebih cepat dari pada kakak laki-lakinya. 

"Kau boleh membenciku, dan aku juga tidak akan meminta kau bermurah hati untuk memaafkanku. Tapi tolong abaikan masalah kita berdua, pandanglah masalah ini untuk keluarga Loghan, untuk kakek dan leluhur keluarga kita yang telah mereka semua percaya. Karena bukan hanya ada kita berdua dalam keluarga Loghan, tapi juga mereka semua yang telah hidup dan mengabdi pada keluarga ini. Masa depan mereka semua sekarang ada di tanganmu." 

Walaupun hanya duduk di atas kursi roda sebenarnya James juga tidak pernah kehilangan wibawanya sebagai seorang putra Loghan, dia masih mampu jika harus menjadi seorang pemimpin. Tapi dokter pribadinya telah mendiagnosa jika umur James tidak lama lagi. Karena hal itu James rela memohon pada adik laki-lakinya untuk kembali. 

James tahu jika kebencian Jeremy memang tidak akan usai karena dia sudah bersumpah untuk membawanya sampai mati. 

"Aku tidak akan kembali menginjak rumah ini selama masih ada dua kepala di dalamnya!" 

James tahu apa arti perkataan Jeremy.  Dia baru menegaskan jika tidak akan kembali selama James masih hidup. Tapi artinya dia juga sudah menyatakan setuju untuk kembali mengurus keluarga Loghan selepas dirinya tidak ada, dan itu sudah lebih dari cukup bagi James sekarang. 

James mengangguk setuju. 

"Kita akan membuat surat kesepakatannya, beri aku waktu tiga hari karena notarisku akan mengurusnya segera." 

Sebenarnya Jeremy tidak mau tinggal tiga hari lagi, tapi karena dirinya juga datang mendadak tanpa pemberitahuan jadi wajar bila James memerlukan waktu untuk mengurus semua surat-surat kesepakatan mereka. 

James memencet tombol kecil di ujung sandaran tangan kursi rodanya untuk mengijinkan  Geby kembali masuk. Geby yang dari tadi hanya menunggu di depan pintu segera bergegas begitu alat kecil di sakunya berbunyi. Geby mengetuk pintu pelan menunggu jawaban James untuk mempersilahkan. 

Geby langsung melihat James yang tersenyum menyambutnya. Geby merasa lega dengan kebahagiaan yang coba James bagi padanya. Geby segera menghampiri James, menyentuh punggung tangannya sama seperti tadi sebelum James melepaskannya pergi. 

"Suruh Mr. Papkins menyiapkan kamar untuk saudaraku," kata James. 

Geby mengangguk kemudian melihat sebentar pada Jeremy Loghan yang masih berdiri di dekat bingkai jendela, pria tampan yang terlalu dingin untuk berani Geby tatap lebih dari dua detik. 

"Apa kau ingin kembali ke kamar?" tanya Geby ketika buru-buru  berpaling pada James. 

James tersenyum dan mengangguk pada Geby. Geby juga tetap berpamitan pada Jeremy sebelum permisi mendorong kursi roda James untuk dia bawa kembali ke kamarnya. Meski masih tidak dihiraukan oleh seorang Jeremy Loghan tapi Gaby tetap harus bersikap sopan. 

James masih menggenggam tangan Geby setelah wanita itu membantunya pindah ke atas ranjang. Setelah tiga tahun mengurus James Loghan siang dan malam tentunya  Geby juga sudah sangat mengerti dengan semua keinginan James. Termasuk ketika James jujur menginginkannya tapi tidak bisa egois untuk memiliki dirinya. 

Mereka memang sudah sangat dekat hingga sedekat hati yang telah hidup dalam satu detak jantung. Gaby sangat mencintai James. Terlepas bagaimanapun dulu dia telah jatuh cinta pada pria yang salah, tapi sekarang Geby sudah tidak merasa demikian lagi. Justru sekarang dia sangat bersyukur karena diberi kesempatan untuk bertemu pria seluar biasa James Loghan dan diberi kesempatan untuk jatuh cinta padanya. 

"Dia sudah setuju, dan aku akan lebih lega ketika meninggalkan kalian." 

"Tolong jangan membicarakan hal itu dulu, karena bagiku dan Lily kau masih akan hidup selamanya." 

James menghapus air mata Geby yang kembali merembas. 

"Sungguh Geby aku juga ingin melihatmu dalam gaun putih dan berjalan untukku tapi kau tahu aku tidak bisa membiarkanmu seperti itu."  

"Aku tidak keberatan." Sudah cukup bagi Geby  hanya dengan memiliki hati James saja dia tidak perlu apa-apa lagi untuk dinikahi pria itu. 

Tapi tidak demikian dengan James yang merasa tidak akan sanggup untuk menjadi pria yang layak untuk Geby. Walaupun dirinya masih terlihat sama seperti James Loghan tiga tahun lalu, tapi tetap tidak akan sama lagi ketika seorang pria hanya bisa duduk di atas kursi roda selama tiga tahun. Menurut James Geby berhak mendapatkan pria yang sesungguhnya, pria yang juga bisa menyenangkannya sebagai seorang wanita karena James sudah tidak bisa untuk hal itu. Tubuhnya sudah lumpuh dan akan semakin lumpuh hingga datang ajalnya yang memprihatinkan. 

"Entah kebaikan apa yang pernah kulakukan di masa lalu hingga bisa bertemu wanita sepertimu." Geby telah mengurusnya tanpa cela, cinta Geby pada putrinya Lily juga tidak akan pernah sanggup James balas dengan cinta sebesar apapun. 

Bahkan James sempat ikut menitikkan air mata ketika Geby jujur sudah jatuh cinta padanya sejak hari pertama mereka bertemu dan tidak malu mengakui hal itu sebagai dosa. 

Kemarin dengan berani Geby menceritakan semua perasaanya pada James setelah dokter pribadinya memberi tahu jika umur James tidak akan lama lagi setelah kelumpuhan total otaknya. Kelumpuhan James memang sudah semakin menjalar dan akan terus menjalar hingga merenggut semuanya. Geby sangat takut tidak akan pernah memiliki kesempatan lagi untuk memberitahu pria itu jika ia mencintainya. 

Geby memang hanya mencintai James tanpa pernah mengusik cinta james pada anak dan istrinya. Ketulusan yang bahkan tidak pernah James temukan pada wanita yang pernah sangat dia cintai seperti Olivia. Andai ada kehidupan yang lain dan mereka bisa lebih dulu bertemu mungkin ceritanya akan berbeda. Tidak akan ada yang sakit hati dan tidak akan ada adik laki-laki yang akan membencinya hingga mati.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Dian Mulyantara
makin sery aja,.. makin terys membaca makin hanyut...dalam kisahnya..
goodnovel comment avatar
Edison Panjaitan STh
kekayaan, cinta dan sex selalu beriringan.
goodnovel comment avatar
intan
kisah gebyJames berasa kayak nonton film "ME BEFORE YOU" nyesekk endingnya😭😭😭😭
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status