Alexander sudah sangat merasakan aura kemarahan Synda semakin besar yang sedang berjalan di sampingnya dengan tangan mereka saling menggenggam. Lebih tepat, dirinya begitu kencang menautkan jemari ke jari-jari wanita itu.
Diawal, saat masuk ke dalam lift, Synda menunjukkan penolakan keras. Masih tidak mau menuruni perintahnya untuk pergi ke apartemen guna mendiskusikan pekerjaan.
Synda bahkan nyaris kabur, namun berhasil dihentikan dengan pembicaraan mengarah pada ancaman tentang akan dicabut posisi cukup tinggi wanita itu dari perusahaan.
Hampir lima menit berlalu, Synda pun hanya diam. Tidak memerlihatkan perlawanan apa pun lagi. Wanita itu bahkan tak menolak saat tangan mereka ditautkan olehnya.
Tidak ada juga reaksi yang berlebihan, sekan sentuhan yang ia berikan biasa saja. Tak seistimewa dulu. Ya, ketika masih menjadi pasangan kekasih, Synda sangatlah senang jika dirinya menggenggam dengan erat tangan wanita itu.
Synda akan tersenyum lebar. Kedua mata indah yang juga memancarkan kebahagiaan dan kehangatan memandangnya. Berbeda sekarang, Synda terus melempar sorot kesal padanya.
"Awas saja jika macam-macam denganku!"
Alexander yang baru selesai menekan sederet tombol dari password apartemen pun langsung menolehkan kepalanya ke sang mantan kekasih. Seruan wanita itu lumayan kencang.
Membuat Alexander harus mengedarkan pandangan ke sekeliling, memastikan bahwa penghuni lain tidak merasa terganggu akan apa yang baru saja dilakukan oleh Synda.
Beberapa detik kemudian, barulah pusat perhatiannya kembali pada sosok sang mantan kekasih. Seringaian sarat akan tantangan diperlihatkan sebagai balasan untuk Synda.
Sudah dilepaskan pegangannya. Lalu, digerakkan tangan ke arah pinggang wanita itu, dilakukan tarikan dengan begitu cepat sehingga Synda tidak dapat menunjukkan perlawanan.
Tubuh sang mantan kekasih terlempar ke arahnya. Wajah langsung didekatkannya. Jarak tak lebih dari satu meter sekarang. Ia lantas menambahkan seringaiannya.
"Bisakah kau tidak galak?" Bukanlah sebuah pertanyaan, melainkan kalimat singkat yang berisi perintah, dalam nada menggoda.
"Ada cukup banyak alasan kenapa aku harus waspada kepadamu, Mr. Dominiq."
"Ah, bisakah kau jangan mencurigaiku juga?" bisiknya di telinga kanan Synda lagi. Sengaja diembuskan napasnya di sana.
"Jika kau semakin bersikap seperti ini, aku tidak menjamin hubungan kita hanya akan sebatas rekan bisnis saja. Kau tahu apa ya--"
"Apa yang kau harapkan lagi? Apa menjalin asmara lagi denganku? Kau pasti sudah aku pernah beri tahu saat kita menjadi kekasih, jika aku tidak akan mau kembali lag--"
"Menjalin asmara kembali dengan mantan kekasihmu? Berlaku juga untukku?" potong Alexander, kali ini. Membalas Synda.
"Tentu saja! Prinsipku tidak berubah!"
Alexander menambah seringaian. Sangatlah menjadi hiburan menyenangkan membuat Synda kesal. Saat mereka dulu bersama, ia juga kerap suka mengerjai wanita itu. Synda jengkel akan ulahnya. Namun, tak seseram sekarang. Sang mantan kekasih secara nyata menunjukkan ketidaksukaan kepadanya. Ia justru tambah ingin melancarkan gurauan.
"Bagaimana jika kau harus menyingkirkan prinsipmu demi menjaga rahasiamu?"
"Kau berniat mengancamku? Wow!"
Synda menajamkan tatapan, setelah terlolos balasan dalam seruan cukup keras. Ia pun merasa terkejut Alexander melakukan mendadak bekaman di mulutnya. Ia segera berupaya melepaskan. Namun, tak berhasil. Walau demikian, masih terus mencoba.
"Bersikaplah yang manis, Sayang. Kau pasti tahu kita sedang ada di mana. Jika sampai salah satu dari tetanggaku mengenalimu, kita akan dikira kembali menjalin asmara."
Synda merasa merinding kembali. Bukan karena perkataan mantan kekasihnya, tetapi embusan napas pria itu di bagian leher. Ia pun dengan refleks dihadapkan lagi dengan memori-memori sensual di masa lalu yang ada kaitan akan percintaan panas mereka.
"Kau tidak mau menciptakan skandal bukan melibatkan kita, Miss Sydney?"
Sedetik kemudian, Alexander pun menerima dorongan di bagian dada. Mau tak mau disudahinya rengkuhan. Synda sudah membuka mulut, ingin mengatakan sesuatu. Namun, tidak dibiarkan. Segera ditarik tangan wanita itu guna mengikutinya masuk ke dalam apartemen. Sedikit memaksa.
"Yah lepaskan aku! Jangan bersikap seenak jidat kau saja kepadaku! Aku juga pun--"
Synda tak dapat menuntaskan ucapan sebab sudah dilepaskan pegangan tangan pria itu. Kini, mereka pun sudah sampai di bagian ruang tamu apartemen Alexander. Suasana yang tenang karena gaya minimalis dipilih pria itu dengan dominasi warna putih. Tak ada terlalu berubah sejak terakhir dirinya datang berkunjung, sebelum hubungan di antara mereka selesai sebagai kekasih.
Synda kembali dilanda keterkejutan karena Alexander merangkulnya. Ingin berkelid. Tetapi, ia terlambat. Dan, perlawanan lagi tak membuahkan hasil. Saat wajah mantan kekasihnya itu mendekat. Ia memilih diam. Firasat memberi tahu jika Alexander akan penyampaian sesuatu kepada dirinya.
"Aku masih menyimpan video-video saat kita bercinta. Bisa aku gunakan untuk bukti kepada Mr. Sydney. Bagaimana menurutmu, Sayang? Jika aku perlihatkan, maka apakah yang akan terjadi pada kita berdua, Synda?"
"Hmm, harus aku perjelas lagi.""Kau ingin memperjelas tentang apa?" tanya Synda dengan nada canggung. Kian tidak nyaman. Namun, tetap tersenyum lebar.Sikap yang dirasanya harus ditunjukkan di hadapan Maxel agar tak menimbulkan rasa curiga. Bagaimana pun, hubungan di antara mereka sebagai teman menjadi prioritas.Ya, terlepas dengan apa yang hendak pria itu sampaikan. Synda yakin akan menyangkut hal-hal lebih pribadi. Namun, belum mampu untuk diterka-terka. Lebih baik menunggu.Pergantian detik demi detik terasa lama juga bagi Synda dengan belumnya diungkap oleh Maxel keinginan pria itu. Ia semakin gugup. Kurang percaya diri bisa menjawab dengan tepat atau sesuai yang dikehendaki Maxel."Ada apa, Synda? Kau kenapa?"Digelengkan kepala secara cepat. "Aku tidak apa-apa. Seharusnya aku yang bertanya se--""Aku suka kau, Synda. Aku mencintaimu."Maxel merasakan debaran jantungnya yang meningkat. Reaksi sangat wajar karena ia baru
Alexander langsung keluar dari kamarnya karena mendengar bel apartemen berbunyi. Menandakan tamu-tamu yang ditunggunya sudah datang. Hampir satu jam menanti.Dilangkahkan kaki dengan santai, tak perlu membukakan pintu. Baik, Synda maupun Barret sudah mengetahui sandi apartemen. Ia hanya perlu menyambut mereka berdua di ruang tamu. Beberapa meter lagi dicapai.Alexander pun memasang senyuman lebar pada wajah. Memang terlihat seperti sebuah seringai. Akan dipamerkan nanti ke Synda. Ia sudah terbayang bagaimana reaksi wanita itu, ekspresi kesal dan delikan mata."Hai, Kawan. Aku datang sendiri."Alexander spontan lebih membelalak akibat tak melihat sosok mantan kekasihnya. "Kau sendiri? Di mana Synda? Apa yang terjadi?""Hahaha. Kau kaget sekali, Kawan."Alexander tidak menjawab. Memilih duduk di sofa. Namun, tak dipindahkan pandangan dari Barret yang mendekatinya. Ia akan menunggu jawaban tanpa harus bertanya lagi. Barret pasti akan buka
"Hei,Dad. Maaf, aku terlambat datang.Dadtidak lama menungguku bukan di sini?"Synda melemparkan tatapan sangat tajam ke sosok saudara sulungnya yang baru saja membuka pintu ruang kerja ayah mereka. Reaksi diperoleh dari Barret hanya berupa senyum tidak bersalah. Dan, hal tersebut sukses membuat Synda semakin kesal."Tidak lama.Dadtahu alasanmu terlambat karena apa kali ini. Dad akan memahami.""Dadmemang sangat memahamiku. Dan, apakah Dad sudah mengatakan pada adikku tentang proyek yang harus ditanganinya?""Benarkah,Dad? Wow, berita sangat bagus. Trims, Dad.""SudahDadberi tahu. Proyek akan berjalan sesuai rencana.Dadyakin adikmu dapat menangani dengan baik. Jika kau tidak ingin dikalahkan. Kau juga harus bekerja keras."Synda langsung membalas tatapan Barret dengan senyuman bangga yang terkesan juga sedikit angkuh. Memang sengaja untuk diperlihatkan agar saudara sulungnya it
Synda semakin kehilangan konsentrasinya dalam bekerja karena durasi keberadaan di apartemen Alexander yang bertambah. Hampir dua jam lamanya. Hanya sendirian.Entah kapan dirinya bisa pergi, belum dapat diprediksi dengan tepat, sebab harus menunggu mantan kekasihnya itu kembali ke apartemen terlebih dahulu. Belum pasti.Synda pun merutuki kejengkelan dirinya yang sudah beri izin pria itu meninggalkan apartemen karena tidak ingin dekat lama-lama dengan Alexander. Namun, menjadi bumerang baginya juga. Tidak dipikirkannya secara matang.Tak ada hal bisa dilakukan, selain menanti sampai sang mantan kekasih kembali. Harusnya, ia senang. Tentram dalam menyelesaikan tugasnya tanpa ada gangguan. Tetapi, justru konsentrasi semakin mengalami perpecahan di dalam kepala.Penyebab utama karena kembali terbangunnya memori kebersamaan dengan Alexander yang pernah dilalui, ketika mereka masih menjadi pasangan kekasih. Terutama, tentang percintaan panas yang kerap dilakuk
"Haahhh, masih ada dua lagi," gumam Synda dengan embusan napasnya yang panjang.Setelah memutuskan untuk bergabung di perusahaan, Synda selalu mengisi hari-hari kerjanya dengan kerumitan. Begitu banyak dokumen yang harus diperiksa, dikoreksi, dan bahkan dibuat ulang sesekali juga.Isi kepala sudah pasti terkuras dikarenakan memang membutuhkan cara berpikir yang keras, terlebih ketika menangani dan juga menuntaskan urusan beberapa proyek besar diberikan oleh sang ayah kepadanya.Synda hanya akan mempunyai tujuan serta konsentrasi untuk menyelesaikan dengan hasil terbaik yang bisa dilakukannya. Sudah menjadi kewajiban bagi Synda. Ia harus bisa membuktikan diri bahwa memang memiliki potensi dan kemampuan dalam berbisnis."Sayang, apa yang sedang kau kerjakan?"Synda pun langsung bangun dari kursi kerja tengah ditempati mendengar suara dan juga sosok sang ayah. Dengan langkah kaki cukup cepat, Synda berjalan ke arah sofa. Di mana, ayahnya sedang ingin
Seringaian Alexander tampak semakin puas, tentu dirinya menebak karena jawaban yang telah ia luncurkan. Synda pun mengutuk di dalam hati akan balasan dilontarkannya.Jika dipikirkan ulang kembali, terutama dari nada bicaranya, memanglah menunjukkan antusiasme tinggi akan apa yang Alexander hendak lakukan. Seakan juga menginginkan pria itu dengan hasrat tidak terbendung.Dan, pantas saja Alexander memerlihatkan reaksi begitu senang. Sepasang mata mantan kekasihnya itu juga memancarkan semakin nyata kebanggaan. Tentu, sorot tantangan turut bertambah, memandang dirinya."Kau mengatakan apa tadi, Sayang? Tidak terlalu jelas aku dengar. Bisa kau ulangi?"Synda menggeleng cepat. Ekspresinya tetap dibuat datar. Dan, dipilih melakukan upaya untuk menjauhkan badan dari kungkungan Alexander. Usahanya tak berjalan baik. Pria itu justru mengeratkan rengkuhan. Peluang untuk melepaskan bertambah kecil.Synda memutuskan menjalankan rencana kedua yang dirasa akan