Home / Lainnya / HUMAIRA / Part 4 Merasa Bersalah

Share

Part 4 Merasa Bersalah

last update Last Updated: 2021-08-22 19:52:04

Jaka mencoba menyadarkan Wati yang ambruk. Diletakkannya botol minyak kayu putih yang terbuka di depan hidung Wati. Perlahan Wati mulai bereaksi. Wati terbaring di sofa ruang tengah. Anak-anak menungguinya.

"Ada apa?" Tanya Jaka khawatir.

"Abang, bisa tinggalkan Wati sendiri dulu!" Pinta Wati.

"Ada apa? Aku suamimu Wati, bagaimana Aku meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini?" Jaka semakin khawatir. Wati beranjak dan mengambil posisi duduk bersender. Dia menatap anak-anaknya. Air matanya meleleh. "Ada apa?" Tanya Jaka sambil memegang kedua lengan atas Wati.

"Aditya, ajak adikmu ke ruang depan sebentar ya! Mamah mau bicara sama Bapak." Pinta Wati. Aditya mengangguk dan membawa Habibi ke ruang depan.

"Telpon dari siapa tadi?"

"Bang, Wati yakin Abang tidak akan bisa menerima kabar buruk ini."

"Kabar buruk apa Wati?"

"Abang, Wati minta ma'af." Wati menghela nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Air matanya terus meleleh. Jaka meraihnya dan memeluknya erat. "Tadi telpon dari Radit adik Rendra."

"Lalu?"

"Bang, ma'afkan Wati." Wati tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Jaka melepaskan pelukannya. Dipegangnya wajah Wati lekat-lekat. "Radit minta Wati untuk cek lab, apa Wati tertular virus HIV atau tidak." Wati menunduk.

"Apa maksudmu?" Jaka meninggikan suaranya. Dia menjauh dari Wati. Jaka berdiri membelakangi Wati menutupi rasa kecewa yang tiba-tiba datang.

"Bang, ma'afkan Wati, seharusnya sebelum Wati menikah dengan Abang, Wati memeriksakan diri Wati."

"Apa bajingan itu meninggal karena penyakit terkutuk itu Wati?"

"Iya Bang."

"Laki-laki brengsek itu, bahkan sudah mati pun masih meninggalkan masalah." Geram Jaka. Jaka berbalik badan, dan menatap tajam ke arah Wati. "Jika kamu tertular, apa itu artinya Aku dan anak-anak juga tertular?" Tanya Jaka menahan amarah. Wati mengangguk. Jaka kemudian beranjak pergi meninggalkan Wati.

"Abang mau kemana?"

"Aku mau ke rumah ibu. Jangan tunggu Aku Wati!"

"Makan lah dulu Bang! Aku sudah menyiapkannya."

"Aku tidak punya selera makan Wati." Jaka berlalu begitu saja.

"Abang, Aku harus bagaimana? Aku perlu abang! Apa abang akan menjauhiku dan anak-anak seperti abang menjauhi Humaira?" Gumam Wati. Air matanya berlinang.

"Mamah, Bapak Jaka mau pergi kemana?" Tanya Aditya mengagetkan Wati. Buru-buru Wati menghapus air matanya. "Mamah menangis?"

"Sayang, Kita makan malam ya!Mamah sudah siapin." Ucap Wati mengalihkan perhatian anak-anaknya. Wati mengajak anak-anaknya makan malam.

"Bapak Jaka kenapa tidak makan di rumah Mah?" Tanya Aditya.

"Bapak Jaka mau ke rumah nek Ratna. Kita juga akan menginap di rumah nek Lastri malam ini. Selesai makan kemasi barang Adit!" Wati mencoba menyembunyikan rasa sakit hatinya di hadapan anak-anaknya. Aditya mengangguk.

*****

Bu Lastri terkejut melihat Wati tiba-tiba datang bersama anak-anaknya.

"Ada apa Wati? Kenapa datang malam-malam begini? Jaka mana?" Tanya bu Lastri cemas.

"Wati numpang menginap di sini Bu."

"Kamu ribut sama suami Kamu?"

"Nanti Wati cerita Bu. Wati mau menidurkan Habibi dulu di kamar."

Usai Habibi tertidur dan Aditya pun tertidur, Wati menemui ibunya yang menunggunya di ruang makan.

"Ada apa?" Tanya ibu cemas. Wati langsung memeluk ibunya dan menangis sejadi-jadinya. "Katakan pada Ibu Nak!"

"Bu, Wati bingung harus memulai dari mana."

"Jangan buat Ibu bingung Wati. Apa Jaka tau Kamu menginap di sini?"

"Wati sudah kirim WA ke bang Jaka."

"Duduk lah! Sebentar Ibu buatkan teh hangat." Tidak lama kemudian ibu meletakkan segelas teh hangat di atas meja makan. "Minumlah!" Wati menyeruput tehnya. "Tenangkan dirimu Nak!"

"Bu, Apa Ibu tau mas Rendra sakit apa?"

"Tidak Wati. Bu Linda tidak mau memberitahukannya."

"Mas Rendra kena AIDS Bu." Wati kembali menangis.

"Astagfirullah, siapa yang bilang Wati?" Ibu terkejut.

"Radit adiknya Bu."

"Lalu masalahnya sama Kamu apa Wati? Rendra sudah tenang."

"Bu, sebenarnya selama menikah mas Rendra pengguna narkoba, dan dia juga melakukan seks bebas."

"Apa?" Ibu sangat terkejut. "Apa selama menikah Kamu tau kelakuan Rendra Wati?" Wati mengangguk. "Wati, bagaimana mungkin Kamu..." Ibu tak bisa melanjutkan kata-katanya. Beliau menangis.

"Ma'afkan Wati Bu."

"Kamu tidak perlu minta ma'af pada Ibu. Ibu tidak menyangka begitu berat hidup yang Kamu jalani. Dan sekarang, a.. Apa ada kemungkinan Rendra menularkannya padamu?" Wati mengangguk. "Jaka dan anak-anak?" Wati mengangguk. Mereka pun saling berpelukan.

"Wati tidak tau harus bagaimana Bu."

"Sabar Wati, sabar. Jaka bagaimana?"

"Mas Jaka setelah tau, dia pergi ke rumah ibunya."

"Kamu harus mengerti perasaan Jaka. Tidak mudah baginya menerima ini. Ibu pun tau, apa lagi buatmu Wati."

"Wati merasa bersalah Bu."

"Tidak Wati. Buanglah perasaan itu! Jangan siksa dirimu dengan perasaan itu!"

"Wati menularkan ke orang-orang yang Wati cintai Bu. Wati tidak pernah berpikir kalau mas Rendra akan menularkan penyakit itu Bu."

"Dengar baik-baik, secepatnya Kamu harus periksa untuk memastikannya Wati!"

"Bu, Wati tidak sanggup."

"Wati, berdo'alah kepada Allah. Tidak ada cobaan yang tidak bisa dilewati."

"Jika Wati positif, bang Jaka dan anak-anak juga Bu. Cobaan ini terlalu berat Bu buat Wati."

"Wati, Ibu yakin anak Ibu tidak tertular penyakit itu." Ibu mencoba membesarkan hati Wati.

"Kalau ternyata positif bagaimana Bu?"

"Ibu akan selalu di samping Kamu Nak. Ibu berjanji. Ibu tidak akan meninggalkan Kamu." Ibu memeluk Wati erat-erat.

"Ibu, terima kasih selalu ada untuk Wati."

"Begitulah seharusnya seorang Ibu. Kamu pun dengan anak-anakmu harus seperti itu Wati."

*****

Mohon votenya ya readers

Mohon kritik dan sarannya

Terima kasih

Happy reading

Menyambung dari Part 50 di ISTRI KEDUA ya readers.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • HUMAIRA   Part 30. Ikhlas (END)

    "Humaira, nenek mohon bertahanlah!" Bu Gita sesenggukan sambil membersihkan darah segar yang tak henti-henti mengalir dari hidung Humaira. Beliau meraih phonsel di atas meja. "Ada apa Bu?" Tanya Jaka di seberang. "Cepat ke kamar Humaira! Cepatlah!!!""Kenapa Bu?" Jaka terdengar panik. Bergegas dia bangunkan Wati. "Humaira... Humaira..." Ucap Jaka gemetar. "Kenapa Bang? Ada apa?" Tanya Wati terkejut. Jaka mondar mandir tidak jelas di depan tempat tidur. "Bang, ayolah Bang!""Otakku ngga bisa berpikir."Phonsel Wati kini yang berbunyi. Telpon dari bu Gita. Buru-buru diraihnya phonselnya yang ada di atas meja. "Apa? Baik Bu." Telpon ditutup, Wati langsung berlari sambil menarik tangan Jaka menuju lantai bawah, ke kamar Humaira. Wati dan Jaka sampai di depan pintu kamar Humaira, perlahan mereka membuka pintu. Jaka dan Wati terpaku melihat keadaan Humaira. Darah segar mengalir dari hidung Humaira. Wajahnya begitu pucat. Nafasnya mulai berat. Hidungnya kembang kempis. Bu Gita tak henti

  • HUMAIRA   Part 29. Lelah

    Enam bulan berlalu, Humaira sudah tidak memiliki rambut lagi. Setiap dia menatap kaca, dia menangis. Dia rindu rambutnya yang panjang, yang selalu disisir lembut oleh bunda Wati. Ada semangat yang mulai mengendur dalam diri Humaira. Ada rasa lelah karena harus terus kemo. "Sayang, jangan menangis!" Ucap Wati yang ada di sampingnya. Wati mencoba menahan air matanya untuk tidak jatuh. Ya, matanya basah melihat pantulan bayangan Humaira di cermin. "Humaira lelah bunda." Ucap Humaira dengan suara lemah. "Tidak sayang. Humaira harus semangat! Banyak yang sayang Humaira." Wati langsung memeluk Humaira. Wati tidak bisa lagi membendung air matanya. "Sampai kapan Bunda? Sampai kapan Humaira harus seperti ini?" Humaira sesenggukan. "Rasanya sakit sekali Bunda. Humaira lelah Bunda. Lelah.""Maafkan Bunda dan ayah yang belum bisa memberikan pengobatan maksimal untuk Humaira. Untuk operasi tulang sum sum mencari donor yang cocok susah karena Humaira tidak punya saudara kandung.""Bunda. Humair

  • HUMAIRA   Part 28. Tidak Boleh Pergi

    Humaira berjalan perlahan di tepi pantai bersama Dito. Dito berjalan di samping Humaira sambil menggenggam erat tangan Humaira. Semilir angin pantai yang bertiup melambai-lambaikan rambut Humaira yang panjang. Kaki Humaira yang tanpa alas membuat pasir pantai yang dijajakinya mencetak telapak kakinya. Humaira tersenyum riang menatap ke arah lautan. "Ayah, terima kasih." Ucapnya. "Aku yang harus berterima kasih Humaira." "Tidak Ayah. Humaira sangat senang bisa bersama Ayah, melihat pantai yang indah ini." Humaira tersenyum menatap ayahnya dari samping. Dito menghentikan langkahnya. Dia pindah ke hadapan Humaira. Humaira meraih tangan Dito yang satunya. "Ayah, apa Ayah mencintaiku?" Dito tersenyum mendengar pertanyaan Humaira. "Cinta? Apa Aku mengerti apa itu cinta?" Batin Dito. "Ayah..." Humaira menggoyang-goyang kedua tangan Dito, tanda menunggu jawaban. Dito mengangguk. "Ayah, bungkukkan badan Ayah!" Pinta Humaira. Dito pun menuruti. Humaira langsung mengecup pipi kanan Dito. Di

  • HUMAIRA   Part 27. Kikuk

    Wati menemui Dito bersama Jaka. Jaka sempat menolak ajakan Wati karena takut tidak bisa mengontrol emosinya. Dito hanya menunduk di hadapan Jaka dan Wati. "Aku minta maaf atas sikapku selama ini." Ucap Dito. Jaka terkejut mendengar ucapan Dito. "Apa Aku tidak salah dengar Sayang?" Tanya Jaka pada Wati. "Tidak Bang." Ucap Wati. "Anak itu, anak itu dalam hitungan menit membuatku merasa hancur. Aku bersungguh-sungguh meminta maaf pada kalian. Terima kasih sudah mau datang menjengukku. Terima kasih sudah menjaga anak itu. Anak yang tidak pernah Aku anggap.""Alhamdulillah kalau Kamu sadar Dito. Kami kesini atas permintaan Humaira." Ucap Jaka. "Maksudnya?""Lusa Humaira jadwal kemo. Dia ingin Kamu menemaninya Dito.""Tapi..." Dito terkejut dengan ucapan Jaka. Dia menatap ke arah Jaka. "Aku..." Dito bingung harus berkata apa. "Kami sudah memintakan izin untukmu agar bisa datang ke rumah sakit. Dia darah dagingmu Dito. Dia ingin Kamu menemaninya. Menamaninya sebagai ayahnya." Ucap Jaka

  • HUMAIRA   Part 26. Luluh

    "Apa kata Dito?" Tanya Rini di dalam mobil. "Dia bernegosiasi denganku. Minta Aku rutin menjenguknya dan membawakan uang untuknya." Jawab Wati. "Dasar laki-laki brengsek." Kesal Beni. "Lalu, apa Kamu mau menurutinya Wati?" Tanya Rini lagi."Tidak Rin. Tidak akan. Bang Jaka bakalan marah besar kalau Aku masih mau bernegosiasi dengan Dito.""Syukurlah otakmu sudah waras." Ucap Rini lega. "Sialan Kamu Rin." Wati mendorong badan Rini yang duduk di depannya. "Hahahaha... Ya kali Kamu mau lagi di kerjain sama bajingan tengik itu.""Jangan cerita ke Bang Jaka ya soal sikap Dito tadi!" Pinta Wati. "Aku saja rasanya mendidih, apa lagi Jaka." Ucap Beni kesal. "Laki-laki itu benar-benar bajingan." Kesal Rini. "Kasian Humaira. Apa dia siap menerima ayah kandungnya adalah Dito?""Ya, mau bagaimana lagi Wati."Mobil mereka memasuki halaman rumah Wati. Jaka ternyata sudah menunggu mereka di teras. "Liat tuh lakimu Wati. Sampai nongkrong di teras. Kayanya nungguin Kamu." Ledek Rini. Mereka k

  • HUMAIRA   Part 25. Tidak Punya Hati Nurani

    Aditya dan Habibi bermain bola di halaman rumah. Humaira yang duduk di kursi roda hanya bisa menonton. Humaira sangat ingin ikut permainan mereka. Ikut berlari-larian tanpa kenal lelah. Humaira mencoba menggerakkan kakinya, tapi tidak ada hasil. Tiba-tiba Humaira menangis. Aditya langsung berlari mendekati Humaira. "Mba Humaira kenapa?" Tanya Aditya. Humaira menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apa ada yang sakit Mba?" Humaira kembali menggelengkan kepalanya. "Adit panggil mamah ya mba." Humaira langsung mencekal tangan Aditya yang ingin beranjak meninggalkannya. "Mba jangan menangis." Aditya mengusap air mata Humaira. Humaira berusaha tersenyum. Habibi yang sedari tadi hanya memperhatikannya tiba-tiba memeluknya. "Habibi sayang Mba." Ucap Habibi. "Aditya juga." Aditya turut memeluk Humaira. Air mata Humaira kembali mengalir. "Mba harus sembuh!!!""Terima kasih." Ucap Humaira sambil mengusap air matanya. "Mba jangan nangis!" Pinta Aditya. "Kita sayang Mba.""Mba juga sayang Adit dan H

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status