Share

Part 4 Merasa Bersalah

Jaka mencoba menyadarkan Wati yang ambruk. Diletakkannya botol minyak kayu putih yang terbuka di depan hidung Wati. Perlahan Wati mulai bereaksi. Wati terbaring di sofa ruang tengah. Anak-anak menungguinya.

"Ada apa?" Tanya Jaka khawatir.

"Abang, bisa tinggalkan Wati sendiri dulu!" Pinta Wati.

"Ada apa? Aku suamimu Wati, bagaimana Aku meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini?" Jaka semakin khawatir. Wati beranjak dan mengambil posisi duduk bersender. Dia menatap anak-anaknya. Air matanya meleleh. "Ada apa?" Tanya Jaka sambil memegang kedua lengan atas Wati.

"Aditya, ajak adikmu ke ruang depan sebentar ya! Mamah mau bicara sama Bapak." Pinta Wati. Aditya mengangguk dan membawa Habibi ke ruang depan.

"Telpon dari siapa tadi?"

"Bang, Wati yakin Abang tidak akan bisa menerima kabar buruk ini."

"Kabar buruk apa Wati?"

"Abang, Wati minta ma'af." Wati menghela nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Air matanya terus meleleh. Jaka meraihnya dan memeluknya erat. "Tadi telpon dari Radit adik Rendra."

"Lalu?"

"Bang, ma'afkan Wati." Wati tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Jaka melepaskan pelukannya. Dipegangnya wajah Wati lekat-lekat. "Radit minta Wati untuk cek lab, apa Wati tertular virus HIV atau tidak." Wati menunduk.

"Apa maksudmu?" Jaka meninggikan suaranya. Dia menjauh dari Wati. Jaka berdiri membelakangi Wati menutupi rasa kecewa yang tiba-tiba datang.

"Bang, ma'afkan Wati, seharusnya sebelum Wati menikah dengan Abang, Wati memeriksakan diri Wati."

"Apa bajingan itu meninggal karena penyakit terkutuk itu Wati?"

"Iya Bang."

"Laki-laki brengsek itu, bahkan sudah mati pun masih meninggalkan masalah." Geram Jaka. Jaka berbalik badan, dan menatap tajam ke arah Wati. "Jika kamu tertular, apa itu artinya Aku dan anak-anak juga tertular?" Tanya Jaka menahan amarah. Wati mengangguk. Jaka kemudian beranjak pergi meninggalkan Wati.

"Abang mau kemana?"

"Aku mau ke rumah ibu. Jangan tunggu Aku Wati!"

"Makan lah dulu Bang! Aku sudah menyiapkannya."

"Aku tidak punya selera makan Wati." Jaka berlalu begitu saja.

"Abang, Aku harus bagaimana? Aku perlu abang! Apa abang akan menjauhiku dan anak-anak seperti abang menjauhi Humaira?" Gumam Wati. Air matanya berlinang.

"Mamah, Bapak Jaka mau pergi kemana?" Tanya Aditya mengagetkan Wati. Buru-buru Wati menghapus air matanya. "Mamah menangis?"

"Sayang, Kita makan malam ya!Mamah sudah siapin." Ucap Wati mengalihkan perhatian anak-anaknya. Wati mengajak anak-anaknya makan malam.

"Bapak Jaka kenapa tidak makan di rumah Mah?" Tanya Aditya.

"Bapak Jaka mau ke rumah nek Ratna. Kita juga akan menginap di rumah nek Lastri malam ini. Selesai makan kemasi barang Adit!" Wati mencoba menyembunyikan rasa sakit hatinya di hadapan anak-anaknya. Aditya mengangguk.

*****

Bu Lastri terkejut melihat Wati tiba-tiba datang bersama anak-anaknya.

"Ada apa Wati? Kenapa datang malam-malam begini? Jaka mana?" Tanya bu Lastri cemas.

"Wati numpang menginap di sini Bu."

"Kamu ribut sama suami Kamu?"

"Nanti Wati cerita Bu. Wati mau menidurkan Habibi dulu di kamar."

Usai Habibi tertidur dan Aditya pun tertidur, Wati menemui ibunya yang menunggunya di ruang makan.

"Ada apa?" Tanya ibu cemas. Wati langsung memeluk ibunya dan menangis sejadi-jadinya. "Katakan pada Ibu Nak!"

"Bu, Wati bingung harus memulai dari mana."

"Jangan buat Ibu bingung Wati. Apa Jaka tau Kamu menginap di sini?"

"Wati sudah kirim WA ke bang Jaka."

"Duduk lah! Sebentar Ibu buatkan teh hangat." Tidak lama kemudian ibu meletakkan segelas teh hangat di atas meja makan. "Minumlah!" Wati menyeruput tehnya. "Tenangkan dirimu Nak!"

"Bu, Apa Ibu tau mas Rendra sakit apa?"

"Tidak Wati. Bu Linda tidak mau memberitahukannya."

"Mas Rendra kena AIDS Bu." Wati kembali menangis.

"Astagfirullah, siapa yang bilang Wati?" Ibu terkejut.

"Radit adiknya Bu."

"Lalu masalahnya sama Kamu apa Wati? Rendra sudah tenang."

"Bu, sebenarnya selama menikah mas Rendra pengguna narkoba, dan dia juga melakukan seks bebas."

"Apa?" Ibu sangat terkejut. "Apa selama menikah Kamu tau kelakuan Rendra Wati?" Wati mengangguk. "Wati, bagaimana mungkin Kamu..." Ibu tak bisa melanjutkan kata-katanya. Beliau menangis.

"Ma'afkan Wati Bu."

"Kamu tidak perlu minta ma'af pada Ibu. Ibu tidak menyangka begitu berat hidup yang Kamu jalani. Dan sekarang, a.. Apa ada kemungkinan Rendra menularkannya padamu?" Wati mengangguk. "Jaka dan anak-anak?" Wati mengangguk. Mereka pun saling berpelukan.

"Wati tidak tau harus bagaimana Bu."

"Sabar Wati, sabar. Jaka bagaimana?"

"Mas Jaka setelah tau, dia pergi ke rumah ibunya."

"Kamu harus mengerti perasaan Jaka. Tidak mudah baginya menerima ini. Ibu pun tau, apa lagi buatmu Wati."

"Wati merasa bersalah Bu."

"Tidak Wati. Buanglah perasaan itu! Jangan siksa dirimu dengan perasaan itu!"

"Wati menularkan ke orang-orang yang Wati cintai Bu. Wati tidak pernah berpikir kalau mas Rendra akan menularkan penyakit itu Bu."

"Dengar baik-baik, secepatnya Kamu harus periksa untuk memastikannya Wati!"

"Bu, Wati tidak sanggup."

"Wati, berdo'alah kepada Allah. Tidak ada cobaan yang tidak bisa dilewati."

"Jika Wati positif, bang Jaka dan anak-anak juga Bu. Cobaan ini terlalu berat Bu buat Wati."

"Wati, Ibu yakin anak Ibu tidak tertular penyakit itu." Ibu mencoba membesarkan hati Wati.

"Kalau ternyata positif bagaimana Bu?"

"Ibu akan selalu di samping Kamu Nak. Ibu berjanji. Ibu tidak akan meninggalkan Kamu." Ibu memeluk Wati erat-erat.

"Ibu, terima kasih selalu ada untuk Wati."

"Begitulah seharusnya seorang Ibu. Kamu pun dengan anak-anakmu harus seperti itu Wati."

*****

Mohon votenya ya readers

Mohon kritik dan sarannya

Terima kasih

Happy reading

Menyambung dari Part 50 di ISTRI KEDUA ya readers.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status