Beranda / Lainnya / HUMAIRA / Part 3 Kehilangan Kasih Sayang Ayah

Share

Part 3 Kehilangan Kasih Sayang Ayah

Penulis: Miftahul Jannah
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-22 15:15:54

Empat Tahun Kemudian

Wati menyiapkan barang-barangnya dan anak-anak, termasuk barang Humaira. Hari ini mereka akan pergi ke Berau setelah Jaka resmi bercerai dengan Lintang istri pertamanya.

"Bunda, Humaira apa nanti akan pindah sekolah di sana?" Tanya Humaira pada Wati.

"Tentu sayang. Karena Humaira akan lebih lama bersama Ayah dan Bunda Wati. Kalau Ayah cuti baru Ayah pulang bawa Humaira ketemu bunda Lintang."

"Apa Ayah berantem sama bunda Lintang?"

"Tidak sayang. Ayah dan bunda Lintang baik-baik saja."

"Bunda Wati mau kan anggap Humaira seperti anak Bunda?"

"Tentu saja sayang." Wati mengecup kening Humaira.

"Sudah siap berangkat?" Tanya Jaka yang sedang menggendong Habibi.

"Sudah Bang." Jawab Wati.

Mereka pun diantar bang Rahman dan ibu ke bandara yang tidak jauh dari rumah bu Lastri.

Sementara itu, Lintang kedatangan Dito di rumah yang diberikan Jaka untuknya.

"Mau apa lagi Kamu kesini mas?" Tanya Lintang saat membukakan pintu pagar. Dito langsung menerobos masuk hingga ke dalam rumah.

"Aku dengar Jaka menghibahkan rumah ini untuk Kamu." Sinis Dito.

"Mas, cukup! Mas yang ingin mengakhiri hubungan kita waktu itu? Lalu untuk apa lagi Mas tiba-tiba muncul?" Kesal Lintang.

"Nenek tua itu masuk RS karena Kamu kan Lintang?" Dito mendekatkan wajahnya ke wajah Lintang. "Bukankah sudah Aku bilang, Aku bisa melakukan apa saja kalau Kamu tidak memenuhi keinginanku."

"Uang dan selalu uang yang Mas minta. Rumah tanggaku sedang berantakan, bagaimana mungkin Aku minta uang sebanyak yang Mas minta?"

"Isi rumah ini kan cukup mewah Lintang. Kenapa tidak Kamu jual-jual saja?"

"Sudah cukup Mas kamu memerasku. Aku mohon hentikan! Aku sudah dicerai oleh mas Jaka. Jadi Aku tidak mungkin lagi minta uang. Cuma rumah ini satu-satunya yang Aku miliki." Lintang menangis.

"Kenapa tidak Kamu jual saja rumah ini."

"Tidak bisa Mas. Apa kata Mas Jaka kalau Aku langsung menjualnya."

"Oke lah Lintang, Aku muak dengan berbagai alasanmu. Aku akan mengirim foto-foto kita ke Jaka." Ancam Dito.

"Aku mohon jangan Mas!" Lintang berlutut di hadapan Dito.

"Lalu, bagaimana reaksinya kalau tau, gadis kecil kesayangannya itu bukan darah dagingnya?" Dito semakin menjadi.

"Aku mohon, jangan libatkan Humaira! Dia tidak tau apa-apa Mas, Aku mohon! Silakan Mas ambil apa saja dari rumah ini, yang penting Mas tidak melakukan itu!"

"Lintang, sudah satu bulan Kamu mengabaikan permintaanku. Kamu tau? Aku dikejar-kejar debt collector. Nyawaku hampir hilang. Aku sudah terlalu lama memberi Kamu waktu untuk mencari uang seratus juta, tapi apa? Nikmat sekali hidupmu, tinggal di rumah mewah ini, dapat biaya bulanan dari Jaka. Sedangkan Aku? Harus sembunyi dari satu tempat ke tempat lainnya."

"Apa hubunganku dengan hutang-hutangmu Mas? Apa?" Tanya Lintang kesal.

"Aku tidak peduli, Aku hanya ingin bebas dari kejaran debt collector." Dito mengambil hape androidnya. Dia mengirimkan pesan WA ke Jaka.

"Kamu sedang apa Mas?" Tanya Lintang curiga?

"Mengirimkan pesan untuk mantan suamimu yang bego itu Lintang." Jawab Dito. Lintang langsung berusaha merebut handphone Dito, tapi dia kalah tinggi. Ada panggilan telpon dari Jaka. "Apa Aku perlu mengangkatnya Lintang? Dan Aku katakan sedang bersama Kamu?"

"Jangan gila mas Dito, Aku mohon!!!"

Dito kembali mengirimkan pesan WA, kali ini foto-fotonya bersama Lintang.

"Kamu jahat mas Dito. Kamu keterlaluan." Lintang duduk tersungkur dengan tangisan yang semakin kencang. Dito kembali mengirim pesan WA untuk Jaka.

"Dito, apa yang Kamu lakukan?" Tanya bu Gita yang baru datang.

"Bu, mas Dito mengirim foto-foto itu ke mas Jaka." Lintang menangis memeluk ibunya.

"Belum puas Kamu menghancurkan hidup anakku?" Marah bu Gita.

"Apa? Menghancurkan? Apa Aku salah dengar? Dia yang datang sendiri ke kontrakanku, minta bercinta denganku. Dia yang selalu mencari-cari kepuasan denganku. Aneh sekali. Hahahahaha... " Jawab Dito sinis.

"Cukup Dito, cukup!!!"

"Bersiaplah kalian diusir Jaka dari rumah mewah ini! Bersiaplah kalian jadi gelandangan!" Ucap Dito.

"Maksud Kamu apa Dito?" Tanya bu Gita kesal.

"Menurut kalian, setelah kebohongan kalian, apa Jaka akan tetap membiarkan kalian tinggal di rumah mewah yang dia bangun ini? Konyol sekali kalau sampai dia bisa mema'afkan pengkhianat seperti Lintang. Humaira pun sebentar lagi akan jadi anak yang terbuang."

"Kamu keterlaluan Dito. Bisa-bisanya Kamu libatkan cucuku?!"

"Aku sudah sebulan ini hidup tersiksa, sedangkan kalian hidup bermewah-mewah. Kalian juga harus merasakan bagaimana rasanya jadi gelandangan."

"Kamu tidak punya hati nurani Dito."

"Hati nurani? Hahahaha... Yang Aku perlukan hanya uang dan uang."

*****

Wati dan anak-anak beserta Humaira tiba di rumah bu Lastri. Jaka membatalkan penerbangan mereka. Jaka langsung pergi ke rumah yang dia berikan untuk Lintang.

"Bunda, kenapa ayah tadi menatap Humaira seperti itu?" Tanya Humaira bingung karena Jaka menatapnya begitu tajam. Tatapan kemarahan.

"Bunda tidak tau sayang. Mungkin ayah sedang ada masalah."

"Apa Humaira ada salah Bunda?"

"Tidak ada sayang." Jawab Wati sambil tersenyum. Wati mulai gusar.

Setelah mengobrol dengan bu Lastri ibunya, Wati memutuskan menyusul Jaka ke rumah Lintang. Ternyata yang dia khawatirkan terjadi.

Jaka tidak ingin menemui Humaira lagi. Dia tidak ingin melihat Humaira lagi.

"Kasihan Humaira harus kehilangan kasih sayang ayah." Batin Wati yang masih berada di samping Jaka. "Apa yang harus Aku katakan pada Humaira kalau dia menanyakan bang Jaka?"

*****

Mohon votenya ya readers

Mohon kritik dan sarannya

Terima kasih

Happy reading

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • HUMAIRA   Part 30. Ikhlas (END)

    "Humaira, nenek mohon bertahanlah!" Bu Gita sesenggukan sambil membersihkan darah segar yang tak henti-henti mengalir dari hidung Humaira. Beliau meraih phonsel di atas meja. "Ada apa Bu?" Tanya Jaka di seberang. "Cepat ke kamar Humaira! Cepatlah!!!""Kenapa Bu?" Jaka terdengar panik. Bergegas dia bangunkan Wati. "Humaira... Humaira..." Ucap Jaka gemetar. "Kenapa Bang? Ada apa?" Tanya Wati terkejut. Jaka mondar mandir tidak jelas di depan tempat tidur. "Bang, ayolah Bang!""Otakku ngga bisa berpikir."Phonsel Wati kini yang berbunyi. Telpon dari bu Gita. Buru-buru diraihnya phonselnya yang ada di atas meja. "Apa? Baik Bu." Telpon ditutup, Wati langsung berlari sambil menarik tangan Jaka menuju lantai bawah, ke kamar Humaira. Wati dan Jaka sampai di depan pintu kamar Humaira, perlahan mereka membuka pintu. Jaka dan Wati terpaku melihat keadaan Humaira. Darah segar mengalir dari hidung Humaira. Wajahnya begitu pucat. Nafasnya mulai berat. Hidungnya kembang kempis. Bu Gita tak henti

  • HUMAIRA   Part 29. Lelah

    Enam bulan berlalu, Humaira sudah tidak memiliki rambut lagi. Setiap dia menatap kaca, dia menangis. Dia rindu rambutnya yang panjang, yang selalu disisir lembut oleh bunda Wati. Ada semangat yang mulai mengendur dalam diri Humaira. Ada rasa lelah karena harus terus kemo. "Sayang, jangan menangis!" Ucap Wati yang ada di sampingnya. Wati mencoba menahan air matanya untuk tidak jatuh. Ya, matanya basah melihat pantulan bayangan Humaira di cermin. "Humaira lelah bunda." Ucap Humaira dengan suara lemah. "Tidak sayang. Humaira harus semangat! Banyak yang sayang Humaira." Wati langsung memeluk Humaira. Wati tidak bisa lagi membendung air matanya. "Sampai kapan Bunda? Sampai kapan Humaira harus seperti ini?" Humaira sesenggukan. "Rasanya sakit sekali Bunda. Humaira lelah Bunda. Lelah.""Maafkan Bunda dan ayah yang belum bisa memberikan pengobatan maksimal untuk Humaira. Untuk operasi tulang sum sum mencari donor yang cocok susah karena Humaira tidak punya saudara kandung.""Bunda. Humair

  • HUMAIRA   Part 28. Tidak Boleh Pergi

    Humaira berjalan perlahan di tepi pantai bersama Dito. Dito berjalan di samping Humaira sambil menggenggam erat tangan Humaira. Semilir angin pantai yang bertiup melambai-lambaikan rambut Humaira yang panjang. Kaki Humaira yang tanpa alas membuat pasir pantai yang dijajakinya mencetak telapak kakinya. Humaira tersenyum riang menatap ke arah lautan. "Ayah, terima kasih." Ucapnya. "Aku yang harus berterima kasih Humaira." "Tidak Ayah. Humaira sangat senang bisa bersama Ayah, melihat pantai yang indah ini." Humaira tersenyum menatap ayahnya dari samping. Dito menghentikan langkahnya. Dia pindah ke hadapan Humaira. Humaira meraih tangan Dito yang satunya. "Ayah, apa Ayah mencintaiku?" Dito tersenyum mendengar pertanyaan Humaira. "Cinta? Apa Aku mengerti apa itu cinta?" Batin Dito. "Ayah..." Humaira menggoyang-goyang kedua tangan Dito, tanda menunggu jawaban. Dito mengangguk. "Ayah, bungkukkan badan Ayah!" Pinta Humaira. Dito pun menuruti. Humaira langsung mengecup pipi kanan Dito. Di

  • HUMAIRA   Part 27. Kikuk

    Wati menemui Dito bersama Jaka. Jaka sempat menolak ajakan Wati karena takut tidak bisa mengontrol emosinya. Dito hanya menunduk di hadapan Jaka dan Wati. "Aku minta maaf atas sikapku selama ini." Ucap Dito. Jaka terkejut mendengar ucapan Dito. "Apa Aku tidak salah dengar Sayang?" Tanya Jaka pada Wati. "Tidak Bang." Ucap Wati. "Anak itu, anak itu dalam hitungan menit membuatku merasa hancur. Aku bersungguh-sungguh meminta maaf pada kalian. Terima kasih sudah mau datang menjengukku. Terima kasih sudah menjaga anak itu. Anak yang tidak pernah Aku anggap.""Alhamdulillah kalau Kamu sadar Dito. Kami kesini atas permintaan Humaira." Ucap Jaka. "Maksudnya?""Lusa Humaira jadwal kemo. Dia ingin Kamu menemaninya Dito.""Tapi..." Dito terkejut dengan ucapan Jaka. Dia menatap ke arah Jaka. "Aku..." Dito bingung harus berkata apa. "Kami sudah memintakan izin untukmu agar bisa datang ke rumah sakit. Dia darah dagingmu Dito. Dia ingin Kamu menemaninya. Menamaninya sebagai ayahnya." Ucap Jaka

  • HUMAIRA   Part 26. Luluh

    "Apa kata Dito?" Tanya Rini di dalam mobil. "Dia bernegosiasi denganku. Minta Aku rutin menjenguknya dan membawakan uang untuknya." Jawab Wati. "Dasar laki-laki brengsek." Kesal Beni. "Lalu, apa Kamu mau menurutinya Wati?" Tanya Rini lagi."Tidak Rin. Tidak akan. Bang Jaka bakalan marah besar kalau Aku masih mau bernegosiasi dengan Dito.""Syukurlah otakmu sudah waras." Ucap Rini lega. "Sialan Kamu Rin." Wati mendorong badan Rini yang duduk di depannya. "Hahahaha... Ya kali Kamu mau lagi di kerjain sama bajingan tengik itu.""Jangan cerita ke Bang Jaka ya soal sikap Dito tadi!" Pinta Wati. "Aku saja rasanya mendidih, apa lagi Jaka." Ucap Beni kesal. "Laki-laki itu benar-benar bajingan." Kesal Rini. "Kasian Humaira. Apa dia siap menerima ayah kandungnya adalah Dito?""Ya, mau bagaimana lagi Wati."Mobil mereka memasuki halaman rumah Wati. Jaka ternyata sudah menunggu mereka di teras. "Liat tuh lakimu Wati. Sampai nongkrong di teras. Kayanya nungguin Kamu." Ledek Rini. Mereka k

  • HUMAIRA   Part 25. Tidak Punya Hati Nurani

    Aditya dan Habibi bermain bola di halaman rumah. Humaira yang duduk di kursi roda hanya bisa menonton. Humaira sangat ingin ikut permainan mereka. Ikut berlari-larian tanpa kenal lelah. Humaira mencoba menggerakkan kakinya, tapi tidak ada hasil. Tiba-tiba Humaira menangis. Aditya langsung berlari mendekati Humaira. "Mba Humaira kenapa?" Tanya Aditya. Humaira menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apa ada yang sakit Mba?" Humaira kembali menggelengkan kepalanya. "Adit panggil mamah ya mba." Humaira langsung mencekal tangan Aditya yang ingin beranjak meninggalkannya. "Mba jangan menangis." Aditya mengusap air mata Humaira. Humaira berusaha tersenyum. Habibi yang sedari tadi hanya memperhatikannya tiba-tiba memeluknya. "Habibi sayang Mba." Ucap Habibi. "Aditya juga." Aditya turut memeluk Humaira. Air mata Humaira kembali mengalir. "Mba harus sembuh!!!""Terima kasih." Ucap Humaira sambil mengusap air matanya. "Mba jangan nangis!" Pinta Aditya. "Kita sayang Mba.""Mba juga sayang Adit dan H

  • HUMAIRA   Part 24. Ayah

    Pagi yang cerah, suara kicau burung bersahut-sahutan, kupu-kupu terbang dan menari-nari di antara bunga-bunga yang ada di taman Rumah Sakit. Humaira duduk di kursi rodanya sambil menatap kupu-kupu yang modar-mandir di hadapannya. Ingin sekali dia berlari mengejar kupu-kupu itu. Tapi kakinya tidak cukup kuat untuk beranjak dari kursi roda. "Nek, kapan Humaira bisa bermain seperti dulu?" Tanya Humaira pada bu Gita yang duduk di kursi di samping kursi rodanya. "Sayang, kata dokter Humaira tidak boleh main yang bikin Humaira capek.""Nek, apa Humaira bisa bertemu ayah Humaira?" Bu Gita terkejut mendengar pertanyaan Humaira. Bu Gita hanya diam. "Nek, Humaira ingin bertemu ayah Humaira." Bu Gita menunduk. Air mata beliau menetes. "Laki-laki itu tidak pantas kamu panggil ayah Humaira." Batin bu Gita. "Nek, kenapa ayah Humaira tidak pernah ke sini?""Humaira, ayahmu ada di penjara." Jawab bu Gita sedikit kesal. Beliau menyeka air matanya. "Jangan tanya tentang ayahmu ya Humaira!" Pinta bu

  • HUMAIRA   Part 23. Humaira akan Kuat

    Wati menemui Lintang di Lapas Banjarmasin untuk memberitahukan Lintang kalau Humaira sudah sadarkan diri. "Alhamdulillah... " Ucap Lintang. "Aku sudah memintakan izin untukmu agar Kamu bisa menemui Humaira. Humaira mencari bundanya, mencarimu Lintang." "Apa Aku masih pantas dipanggil bunda?" Tanya Lintang sedih. Wati menggenggam tangan Lintang. Air mata Lintang menetes di tangan Wati. "Aku ibu yang jahat." Lintang terisak. "Aku minta maaf Lintang. Aku minta maaf tidak bisa membebaskanmu dari sini." Mata Wati mulai basah. Lintang menatap lekat-lekat wajah Wati. Kemudian Lintang berlutut di hadapan Wati. "Kenapa Lintang?" Wati bingung. "Aku lah yang seharusnya minta maaf padamu. Aku sudah terlalu banyak menyakitimu. Aku juga selalu membalas kebaikanmu dengan kejahatan. Aku minta maaf Wati. Aku pantas ada di sini Wati." Tangis Lintang pecah."Sudahlah Lintang. Aku selalu memaafkanmu. Aku minta sama Kamu, berubahlah. Bertobatlah. Berdirilah Lintang!" Wati membantu Lintang berdiri. Li

  • HUMAIRA   Part 22. Masih Terlalu Kecil

    "Bunda... Bunda..." Humaira mengigau. Berulang kali dia menyebut kata Bunda. Bu Gita yang menungguinya hanya bisa meneteskan air mata. Dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong anak dan cucunya. Perlahan jari Humaira bergerak. Bu Gita langsung beranjak mencari perawat. Perawat langsung memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Humaira. "Semoga ini pertanda baik Bu." Ucap dokter usai memeriksa Humaira. "Apa ada harapan untuk cucu Saya sembuh Dok?""Kalau untuk sembuh, sangat tipis harapannya Bu. Tapi untuk bertahan hidup lebih lama Saya rasa Humaira bisa. Cucu Ibu gadis yang kuat. Sejauh ini dia bisa bertahan saja itu luar biasa Bu.""Terima kasih banyak Dok.""Sama-sama Bu." Kemudian dokter berlalu meninggalkan bu Gita. "Humaira Sayang, cepatlah sadar. Nenek kesepian Sayang. Nenek kangen Humaira yang ceria, Humaira yang bawel." Air mata bu Gita tumpah. "Kamu harus jadi anak yang kuat ya Sayang. Kamu harus bisa menerima keadaan di sekitarmu. Nenek sayang sama Kamu Humaira." Bu G

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status