Share

27. Saran Umi

“Kalau kamu takut, lebih baik kamu temani saja, Nai. Dari pada terjadi apa-apa yang gak diinginkan,” sambung Umi.

Aku menggeleng pelan. “Naira beneran gak rela, Mi. Lagian Naira juga gak mau ketemu sama Mas Andra.” Rasanya aku ingin menangis saat itu juga.

Umi mendesah. Tangannya lantas menggenggam tanganku. “Apa perlu Umi dan Abah temenin biar lebih aman, Nai?” tanyanya.

Mataku melebar sempurna. Benar juga kata Umi. Kenapa aku tak berpikir sampai ke situ? Memang benar, saat sedang tertekan, seseorang tak bisa berpikir jernih. Pastinya aku akan merasa lebih nyaman kalau ada Umi dan Abah. Anggap saja jalan-jalan besok sebagai piknik keluarga. Perlahan aku mulai tersenyum lebar.

“Abah mau gak ya, Mi, kalau diajak?” Aku menggigit bibir.

“Pasti mau. Nanti biar Umi yang bilang.”

Aku langsung memeluk Umi erat. “Makasih, Mi. makasih udah perhatian sama Nai dan adil,” ucapku tulus.

Ia menepuk-nepuk pundakku. “Sama-sama. Kalau bukan perhatian sama kamu dan Fadil, Umi harus perhatian sama siapa
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status