“Tolong, katakan kalau kamu bercanda, Ran!”Pikiran Safina kacau, bingung, mau marah, tetapi takut hubungan persahabatannya dengan Randy jadi renggang. Baru saja Safina ingin berbagi kebahagiaan dengan Randy, justru suasananya berubah menjadi situasi yang tidak terduga.“Maaf, Fin! Kalo gak bisa jawab sekarang juga nggak masalah. Satu yang perlu kamu ingat, aku ingin selalu menjagamu,”Randy menjadi segan kepada Safina, tetapi itulah perasaan, ketika terlalu lama terpendam, akan menjadi beban pikiran. Randy pun tidak memaksakan Safina untuk memutuskan jawabannya. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan.Safina perlahan mengungkapkan perasaannya, agar Randy tidak berprasangka buruk. Safina tidak ingin, setelah Randy mengungkapkan perasaannya malah menjauhi Safina.“Maaf, Randy! Aku belum mau memikirkan hal itu. Aku ingin perbaiki hidupku dulu.”“Ya, aku paham, Fin. Maaf yah jadi beban pikiranmu lagi!” ucap Randy.Randy mencairkan suasana. Ia berusaha membuat Safina tersenyum dan tert
“Jangan sampai itu benar Safina!” Safina mendengar kelakar tetangganya tersipu malu, sedangkan Randy salah tingkah dan membalasnya dengan bercanda pula. Randy berharap Ibu tersebut pergi. “Ah! Ibu bisa aja,” canda Randy. Randy berdiri menghampiri Safina. Tangannya masuk di dalam saku celana. “Katanya, Mbak Safina jualan lauk, kan?” lanjut Randy, membisik ke telinga kanan Safina. Setelah mendengarkan Randy, Safina menyimpan ponselnya di dekat Randy kemudian mendatangi Ibu tersebut. Randy dengan tidak sengaja melihat ponsel Safina sedang aktif. Layar ponsel Safina menampilkan sebuah cerita. Sepertinya, itu adalah cerita Safina yang baru saja diunggah di media sosial. “Maaf, Bu! Untuk sementara aku tidak jualan dulu, soalnya banyak urusan yang harus kuselesaikan terutama persidangan perceraianku,” jelas Safina. Ia juga memberikan pengertian kepada tetangganya, bahwa Randy hanyalah sahabatnya, walaupun Ibu-ibu keberatan dengan kehadiran Randy, ia bisa meminta Randy untuk tidak ke
“Ada kabar bahagia yang ingin aku sampaikan.”Beberapa cerita karangan Safina sudah dibukukan dan tersedia di berbagai toko buku terkemuka. Perkembangan hasil karyanya tersebut, memotivasi Safina untuk lebih fokus pada karya-karya selanjutnya.Safina mengirimkan pesan kepada Randy, “Ran. Ada banyak yang ingin aku cerita ke kamu. Pokoknya kamu pasti akan senang dengarnya.”Randy membaca pesan Safina dengan senyum bahagianya. Ia juga sudah tidak gelisah memikirkan keamanan Safina. Tugas Randy kepada Safina sekarang yaitu terus memberikan semangat dan dukungan kepada apa yang Safina usahakan untuk masa depannya.Sekarang Randy dan Safina juga bisa tenang ketika bertemu. Tidak ada lagi yang bisa menghalanginya.“Ok, Fin! Ntar kalo pulang kantor, aku ke rumahmu. Nggak sabar ingin dengar ceritamu,” Randy membalas pesan Safina.Kini, Safina menikmati keuntungan dari cerita-ceritanya yang dibukukan dan terjual di toko buku. Dengan penghasilannya walaupun masih sedikit, perlahan ia mengubah pe
Merliam puas, setelah mengambil cek yang sudah ditandatangani Randy. Merliam mengikuti Angga ke mobil, mengira Angga tidak ingin menemui Safina lagi. Namun, ketika Merliam masuk ke mobil, Angga keluar dari mobil dengan membawa berkas.“Angga, mau ngapain di sana? Kita sudah dapatkan ini,” teriak Merliam dengan mengibaskan cek dari Randy.Angga tidak menghiraukan perkataan Ibunya. Ia tetap melangkah menuju Safina. Merliam di mobil saja menunggu Angga sambil menatap cek dan berangan-angan apa yang akan dilakukan nanti dengan uang sebanyak itu.Merliam sampai lupa dengan suami dan anaknya. Ia menyuruh sopirnya mengantarnya segera ke bank.“Hey, cepat kita ke bank!” perintah Merliam ke sopirnya.“Tapi, Bu! Tuan masih di sana. Kita tunggu Tuan dulu!” respon sopir dalam hati berkata, ‘idih lupa ingatan hanya karena uang.’Merliam tetap tersenyum terus menerus menatap cek tersebut.Angga tiba-tiba berada di samping Safina, di saat Safina bersandar lemas di pundak Randy. Randy dan Safina terk
“Tolong aku!”Randy bersama satpam datang tepat waktu. Ia mendengar Safina merintih kesakitan, sedangkan warga belum bisa masuk ke dalam rumah Safina.“Bayar sekarang! Kalo tidak ....” ancam Angga.Satpam dan Randy mendorong pagar rumah Safina hingga rusak dan terjatuh. Pengawal pun kewalahan melawan amukan warga.Randy berhasil masuk di rumah Safina. Ia sangat sedih jualan Safina terlihat ramuk, sepertinya ulah Angga.“Lepaskan, Safina!” teriak Randy.Safina di bawah masuk ke dalam rumah. Angga memegang erat Safina dan mengancamnya dengan pisau yang sudah berada di dekat leher Safina.Safina terus menjerit. Randy tidak kuasa menahan amarahnya. Tapi bagaimana caranya ia bisa menerkam Angga, sementara nyawa Safina terancam.“Safina bisa lepas, asalkan dia bisa membayar semua uang yang sudah dikeluarkan suamiku untuk Ibunya!” sahut Merliam.“Berapa totalnya, akan segera saya lunasi?” Randy menantang Merliam.Angga tertawa licik mendengar pertanyaan Randy. Ia menganggap remeh sahabat Saf
Randy, mana kamu?’Safina hanya bisa berteriak dalam hati memanggil Randy. Randy yang katanya pasti ada untuk Safina, tetapi baru kali ini, Randy tidak menghampiri Safina dari sejak pagi.Safina perlahan berdiri. Ia menguatkan badannya. Kebetulan saja, Angga melihat ponselnya yang terus berdering. Sandra menghubungi Angga, karena berkali-kali panggilannya tidak dijawab. Sandra mengirimkan pesan kepada Angga.“Tolong! Bawa aku sekarang ke rumah sakit!” isi pesan Sandra.Angga membaca pesan Sandra. Safina berjalan dan menutup mata, sebab tidak percaya bisa melawan dan memegang tangan Merliam.“Kembalikan ponselku, Bu!” sekali lagi Safina meminta kepada Merliam.Gerakan tangannya yang cepat mengambil kembali ponselnya di tangan Merliam. Karena ketakutan, tangannya tidak sengaja menyenggol dagu Merliam.“Safina!” teriak Angga dan Merliam secara bersamaan.Safina terkejut dengan suara teriakan mereka. Safina menyimpan kembali ponselnya di dalam saku celana. Untung saja saku celananya ada r