Hari-hari Lia sekarang penuh warna, dia sangat bahagia dapat berkumpul kembali dengan anak-anaknya. Mereka bertiga selalu bersama, bahkan tidur pun anak-anak lebih sering di kamar Lia. Seperti malam ini, setelah makan malam mereka bercengkrama di kamar Lia. Saling bercanda. "Sebaiknya kita tidur, udah larut malam ini" Lia menghentikan anak-anak yang sedang tertawa riang. Dini yang enggan berpisah mendorong Doni. "Abang, pergilah kekamar Abang, disini perempuan semua" Dini mendorong Doni keluar "Gak mau, Abang mau disini sama ibu, iya kan Bu" Doni memegang tangan Lia, Lia hanya tertawa melihat anak-anak nya yang begitu lucu. "Sudah nak, sekarang sudah malam. Besok kalian sekolah ibu juga harus kerja. Kita semua harus tidur jadi semua masuk kamar masing-masing" "Ih ibu, aku mau tidur sama ibu" Dini merenggut."Aku juga mau tidur disini sama ibu" Doni menimpali"Gak- gak, kalau kita disini semua bakal gak tidur -tidur., jadi semua tidur dikamar masing-masing " Lia pura-pura marah.
POV LiaAku sudah berusaha melupakan mas Irwan, melupakan rasa rindu yang semakin bergelora. Aku berusaha melupakan kenangan bersamanya. Telpon terakhirnya benar-benar membuat hatiku melompat bahagia, rasanya ingin memeluk nya dan mengatakan bahwa aku sangat merindukannya, tapi yang kulakukan malah sebaliknya, aku berbicara dengan ketus dan dengan segera menghentikan pembicaraan. Aku merindukan sekaligus sangat membencinya. Dia sudah tega mengabaikan aku, lupa mengabari ku. "Apakah rasa cinta yang dulu dia ucapkan telah hilang ,?Apakah sudah ada wanita lain yang mengisi hari -harinya?" Begitu banyak pertanyaan yang hanya bisa kusimpan dalam hati. Aku tak punya keberanian untuk menanyakannya. "Bu, ada pak Sandi yang mau bertemu" Sekretarisku Tiara tiba-tiba ada di depanku. Aku rupanya tidak mendengar panggilan nya dari tadi. "Oh ...iya. Suruh masuk saja" Kataku gugup. Mas Sandi masuk, dia terlihat sudah lebih gemuk dari terakhir kami berjumpa. Tubuhnya lebih berisi dan nampak sem
"Bu, Sabtu ini kami ada acara pentas seni disekolah, ibu datang ya. Kalau Bang Naga dan Mak Naga datang pasti lebih seru" Dani berbicara kepada ibunya. Mereka sedang sarapan bertiga. "Oh ...Sabtu ini ya dek?" Lia memandang Dani."Iya Bu, aku nanti nyanyi. Ibu harus lihat" Dani nampak bangga sekali. "Emang adek bisa nyanyi?" Doni memandang Dani dengan memanyunkan mulut nya. Dani yang melihat itu mendelik kan matanya. "Ih.....Abang kok gitu. Ya bisalah. Suara adek bagusss..... sekali kata ibu guru" Dani merenggutLia yang melihat candaan Doni tersenyum."Ibu percaya kok adek pintar nyanyi, Sabtu ini ibu pasti datang" Lia tersenyum membelai rambut Dani. Dani senang sekali."Terimakasih ya Bu, abang percaya kan sekarang?" Dani memonyongkan bibirnya pada Doni. Doni tertawa."Iya deh Abang percaya adek Abang yang cantik ini pintar nyanyi" Doni mengacungkan jempolnya. Dani tertawa senang. "Sudah ayo makanan nya dihabiskan biar kita gak terlambat" Lia mengingatkan. mereka pun makan dalam
Lia dan anak-anak datang menjenguk Mak Naga, mereka berjalan dari parkir menuju ruangan tempat Mak Naga dirawat. Lia merasa tegang, sebagian hatinya berharap bertemu dengan Irwan tapi sebagian lagi berharap tak akan pernah bertemu lagi. Lia mengajak anak-anaknya berjalan cepat menuju lift, Dani yang kecapekan protes. "Pelan-pelan Bu, adek capek lari -lari dari tadi" Dani mengikuti langkah Lia dengan nafas yang memburu. "Oh.... maafin ibu ya nak, ibu mau cepat ketemu Mak Naga" Lia memperlambat langkahnya. Dia tak sadar telah membuat anak-anak nya bingung. "Iya, kita kok kayak dikejar-kejar hantu... ha-ha-ha" Doni yang dari tadi diam ketawa lihat ibu dan adiknya yang kelelahan. " Hehehe, iya ya....."Lia menghentikan langkahnya dia pun jadi ikut tertawa melihat kekonyolannya. Akhirnya mereka telah sampai di pintu lift, setelah menekan tombol pintu lift pun terbukaLia dan anak-anak segera masuk dan segera menekan tombol nomer 10 lantai tujuan mereka. Di dalam lift itu ada beberapa
Tepat pukul 08.00 pagi Lia sudah sampai dikantor Brata. Setelah melapor kepada resepsionis Lia pun diantar ke ruangan Brata yang berada di lantai 10. Lia dipersilahkan masuk, Brata menatap dia dengan tajam. Lia hanya berdiri tanpa berani menatap Brata."Silahkan duduk ibu Lia" Brata terdengar sopan. Lia pun duduk. "Terimakasih sudah menepati janji, datang tepat waktu. Saya suka sama orang yang menepati janji" Brata tersenyum. Dia menatap Lia yang baru dia sadari adalah seorang wanita yang begitu cantik. "Iya pak, Saya pasti akan menepati janji saya" Lia mulai berani menatap Brata. "Saya panggil Lia saja kali ya, panggil saja saya Brata. " Brata mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Lia pun menyambut nya dan memberikan senyuman. Brata terpukau, baru kali ini dia bertemu wanita cantik yang mandiri dan bertanggungjawab."Baiklah pak, apa tugas saya?" Lia menarik tangannya yang seperti nya enggan dilepaskan oleh Brata. Brata yang mendengar suara Lia tersadar dan menarik tangannya.
Jam 12.30. Brata masih sibuk dengan pekerjaannya karena mengenang masa lalu beberapa pekerjaannya jadi terbengkalai. Dia harus memeriksa beberapa laporan dari pegawainya untuk proyek-proyek nya. Tok..tok...Brata kaget melihat ke pintu. "Ya silahkan masuk" Brata melihat Lia masuk dengan anggunnya. Seperti yang dia janjikan dia datang tepat waktu. "Maaf pak sudah mengganggu" Lia berdiri. "O..iya. Duduklah dulu saya siapkan ini sebentar." Brata kembali asyik dengan pekerjaannya, sedang Lia duduk dihadapan Brata. Lia menatap Brata, Brata terlihat gagah dan begitu berwibawa. Tak sadar Lia mengagumi kegantengan Brata. Brata dapat merasakan tatapan Lia, dia merasa senang dan tersenyum disudut bibirnya. "Sudah puas menatap saya" Tiba-tiba Brata berbicara, Lia kaget sekali tak menyangka Brata menyadari tatapan kagum Lia. Wajah Lia memerah menahan malu, dia tertunduk. "Maaf pak" Brata tersenyum. "Gak apa-apa, saya memang ganteng" Brata tersenyum jahil, Lia hanya tertunduk rasanya ingi
Lia kelihatan tegang, Brata memegang tangan Lia yang terasa begitu dingin. "Aku masih menunggu penjelasan mu mas" Lia gemetar"Baiklah Lia, aku tidak akan menyembunyikan apapun lagi. Ibu akhirnya dikebumikan disaat aku masih tidak sadarkan diri. Selama beberapa minggu aku tak sadarkan diri, Ini Nina perawat yang begitu telaten menjaga dan merawat ku hingga sembuh." Irwan memegang tangan wanita yang bernama Nina. Nina tersenyum penuh kasih. "Ketika sadar dialah orang pertama yang kulihat. Tanpa kami sadari rasa cinta datang karena selalu bersama. Aku melupakan rasa cintaku padamu Lia. Aku sungguh-sungguh minta maaf" Irwan tertunduk, dia sungguh malu telah mengecewakan Lia. Lia tanpa sadar meneteskan air mata. Disaat bersamaan kehilangan dua orang yang begitu dia harapkan. Ibu yang telah begitu dia rindukan dan Irwan yang dia harapkan akan menemani hari -harinya. "Lanjutkan mas, aku masih kuat" Suara Lia parau. "Sekali lagi maafkan aku Lia, Setelah sembuh aku pun pulang ke Indonesia
Anak-anak sudah tidur ketika Lia memasuki rumah. Rumah terasa begitu sepi. Lia duduk di sofa, dia begitu malas untuk sekedar melangkah kamar nya. Di kepalanya berputar-putar semua cerita yang terjadi dalam hidupnya. Kenangan dengan suaminya Madi, yang hanya bisa dia rasakan 5 tahun. Madi yang merupakan anak dari pembantu dan supirnya. Lia menikah dengan Madi sebagai wujud balas budi karena telah diselamatkan dari kekejaman tantenya sendiri. Dari perkawinan itu lahirlah anak-anak yang begitu Lia cintai. Bersama Madi yang pendiam Lia tidak menemukan bagaimana rasanya dimanja ataupun disayangi karena hari-hari yang Lia lalui adalah merawat Madi yang sakit. Perkawinan itu akhirnya kandas setelah kematian Madi karena sakit yang disusul oleh kematian kedua mertuanya yang juga sakit. Lia dan anak-anaknya yang kemudian diusir oleh saudara perempuan Madi sendiri. Pertemuan nya dengan Sandi juga hanya melahirkan penderitaan yang masih membekas hingga saat ini. Sekarang disusul oleh Irwan te