Ruangan yang disebut lobby ini begitu indahnya, dengan lampu kristal besar menggantung di ruang utama, lalu ada dua wanita dewasa yang cantik berseragam menerima setiap tamu yang datang, dengan bangku-bangku besar super mewah yang empuk, aku dengan bos gendut menunggu di situ.
Tidak lama seorang pria datang menemui kami, separas dan kulit yang sama dengan bos gendut dan mereka berbincang-bincang dengan bahasa yang tidak aku mengerti.
"Kamu tunggu di sini dulu sebentar, jangan kemana-mana," pesannya jelas.
Aku hanya mengangguk saja, lalu bos besar itu meninggalkan aku di ruangan besar yang super mewah ini, nyaman sekali duduk di bangku seempuk dan semewah ini.""Mungkin ini kesempatan untuk lari dari sini." Niat hatiku.
Menoleh kearah kiri dan kanan, keadaan ruangan mewah itu sedikit lenggang, berdiri perlahan, sudah bulat tekad untuk segera terlepas dari genggaman Mami Merry.
"Ayo, kita pergi lagi." Suara bos gendut, dari arah belakangku, dan cukup membuatku terkejut.
Sedan mewah yang membawaku, menuju ke arah luar kota, dan sepertinya pria yang tadi bertemu bos gendut juga mengikuti dengan membawa kendaraan sendiri.
Melewati seperti jalan pegunungan, tetapi ramai kendaraan. Dengan banyak orang-orang berkumpul di sepanjang pinggir jalan. "ke puncak" itu yang tadi bos gendut bilang kepada sopir pribadinya.Sepanjang perjalanan, si bos terus saja menelpon dengan bahasa yang tidak aku mengerti, sepertinya sedang berbicara dengan pria yang di lobby hotel tadi, sesaat dia berhenti menelpon dan menoleh kearahku.
"Lu udah makan?" tanya si bos. Aku menggeleng, dan memang belum masuk makanan apapun sejak dari siang tadi.
"Lu mau makan apa?" tanya si bos lagi.
"Apa saja tuan," jawabku pelan.
"Jagung bakal saja yah, bial bisa makan di jalan," tawarnya, dengan logat yang sedikit cadel. Aku hanya mengangguk.
Mobil pun menepi sesaat, dan sopir bergegas turun, setelah si bos memberikan uang kepadanya tadi. Tidak beberapa lama sopir bos kembali masuk ke dalam mobil dan memberikan jagung yang baru dibelinya kepada tuan gendut. Dia pun memberikan satu jagung kepadaku, dan mobil kembali bergerak ke arah atas puncak.
"Nama lu siapa?" tanya si bos, aku belum menjawab, sembari menghabiskan sisa kunyahan jagung di mulutku.
"Amira tuan...." Bos Gendut semakin mendekatkan wajahnya ke arahku.
"Lu olang cantik ... sayang...." Segera dia kembali duduk seperti semula, aku yang sempat merasakan takut, sedikit kembali merasakan tenang.
Kendaraan yang membawaku, mulai memasuki halaman sebuah rumah besar dengan banyak pepohonan taman, juga terdapat kolam renang pas di ujung tembok halaman memanjang hingga hampir mendekati pintu masuk rumah.
Akupun segera turun, dan mendadak hawa dingin menyergap tubuh kecilku yang berbalutkan pakaian minim seadanya, menggigil langsung badan ini. Menatap dalam rumah ini sesaat."Apakah rumah ini akan menjadi saksi hilangnya sebuah kehormatan." dalam diam, lirih berbisik ke hatiku sendiri.
Tidak beberapa lama, mobil yang dikendarai pria yang tadi berbincang di lobby pun tiba, dan pria itu segera turun mendekati.
"Jadi ini hadiah yang akan kamu berikan?" tanya pria itu kepada bos besar.
"Iya, bagaimana menurutmu." Bos besar memegang tanganku, dan mengajak masuk kedalam rumah itu.
"Cantik, masih perawan?" tanyanya lagi.
"Di jamin." Bos besar tertawa terbahak-bahak.
"Buat owe saja jika begitu," ucap pria itu, sembari matanya menatapku dengan penuh nafsu.
"Jika bukan buat mendapatkan kakap besar, mending buat owe sendiri," jawab bos besar, dan tangannya mulai menyentuh tubuhku.
"Semoga keperawanan anak ini mendatangkan cuan yang besar buat kita." Sekarang pria itu yang tertawa lepas. Tangannya pun ikut menjamah tubuhku, dan aku hanya bisa terdiam, merintih pedih dalam hati.
"Aku berada di antara Singa dan Serigala." hatiku mengeluh, dan takdir masih bermain-main dengan jalan hidupku.
Udara lembab pegunungan meresap menembus kulit, membuat tubuh ini mengiggil dan wajahku seperti membeku, pakaian yang kukenakan memang tidak layak untuk hawa dingin menusuk seperti ini.
Bos gendut masih terus berbincang dengan pria asing tersebut, sesekali pandangan mereka menatap tajam dan itu jauh membuatku merasa merinding dibandingkan hawa dingin yang berbincang. Situasi ini semakin membuat ketakutan, karena memang faktanya bos gendut adalah pemenang lelang atas tubuhku.
Seorang pria muda masuk tergopoh-gopoh, tanpa mengucapkan salam dan langsung menemui pria asing dan bos gendut yang masih duduk di depanku, dan mereka mulai bercakap-cakap menggunakan Bahasa Indonesia.
"Amila, lo ikut dia." Perintah si bos, sembari menatapku dalam. Sopir pribadinya segera mendekati dan menyerahkan map yang sedari tadi di pegangnya dan memberikan kepadaku.
"Nanti lo kasih map tersebut kepada olang yang ental Lo temuin nanti," ucapnya lagi, dan aku hanya mengangguk perlahan.
"Ayu, kamu ikut saya," ucap pria muda yang baru datang tadi. Aku segera beranjak dari tempat duduk dan mengikuti langkahnya, diikuti oleh semua orang yang ada di situ.
"Lo kasih selvis yang bagus sama olang itu, setelah ulusan lo selesai tunggu saja di depan vila, nanti di jemput, lo ngelti?" tegas bos gendut, sesaat akan menaiki motor mengikuti pria muda tersebut.
Sekali lagi aku mengangguk. Lalu pria muda itu mengantarkanku sebagai kado pemberian, hingga akhirnya aku berada di Villa ini bersama Tuan Darmawan.
Part 65Diaz ada juga terpikirkan, jangan-jangan, dirinya hanya dimanfaatkan oleh Mella, lebih karena sakit hati karena Darmawan akan menikah dengan Hanum, bukan karena kematian sang mami? Namun tidak mungkin baginya berbicara seperti itu, karena hanya bersifat dugaan dirinya saja. "Kenapa tidak dibicarakan sekarang saja, Mbak? Kenapa harus menunggu nanti malam?" tanya Diaz, mempertanyakan. "Nanti malam, waktunya lebih panjang dan bebas, Sayang. Nanti, Mbak siapkan semuanya. Atau kamu mau kita pergi sekarang saja ke apartemen, Mbak?" ajak Susan, kembali bersikap genit dan menggoda. Mengusap-usap lembut punggung tangan Diaz. Selain Darmawan, tidak ada laki-laki yang mampu menolak pesonanya, dan itu yang sekarang dia akan coba untuk menaklukkan Diaz. "Disiapkan semua? Maksudnya, Mbak?""Semua kebutuhanmu, Sayang, semuanya. Mau, 'kan?" Senyumnya menggoda, matanya mengerling genit, dan Diaz sudah cukup dewasa untuk dapat memahaminya. "Beneran ini, Mbak? Enak dong, saya," goda Diaz sud
Part 64"Bagaimana Diaz, kamu sekarang percaya 'kan sama, Mbak?" Sambil tangan Mella menggenggam tangan milik Diaz di atas meja tepat di samping handphone milik pemuda tersebut. Telapak tangan Mella yang putih bersih mengusap-usap lembut, dan Diaz membiarkan saja. Pemuda yang memiliki paras tampan ini belum menjawab, terlihat dia masih sedang berpikir dengan semua ucapan dan bukti yang diberikan oleh Mella. "Sekarang begini deh, Diaz. Saat kematian mamihmu, adakah Darmawan datang ke rumah keluarga besarmu untuk mengucapkan ucapan duka cita? Atau ikut hadir di saat pelaksanaan pemakaman? Bahkan, hingga sampai acara tahlilan sampai tujuh hari pun Darmawan tidak nongol batang hidungnya. Benar 'kan, Diaz?"Diaz mengangguk, semua yang dikatakan oleh Mella memang benar adanya. Darmawan tidak datang di acara pemakaman maminya, begitupun di acara tahlilan. Atau karena Darmawan tidak tahu harus menghubungi siapa, karena memang handphone Diaz sendiri hilang beserta SIM card miliknya.Akan tet
Part 63"Darmawan, Diaz. Pelakunya adalah Darmawan."Sesaat Diaz terdiam, lalu tertawa keras terbahak. Diaz menertawakan ucapan dari Mella, yang sudah menuduh Darmawan adalah pelaku utama atas terjadinya peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa Tante Sonya. Belum sampai satu bulan kemarin. "Sudahlah, Mbak, saya mau pulang saja. Saya kira Mbak mau ngomong apa?" ucap Diaz yang mulai segan dan segera ingin mengakhiri acara pertemuan ini. Pemuda berusia 23 tahun ini sudah akan bersiap-siap ingin pergi dari coffee shop tersebut. "Mbak tau kamu pasti akan bicara seperti ini. Tidak akan percaya dengan apa yang sudah mbak sampaikan. Tapi mbak punya bukti beserta alasannya kenapa Darmawan ingin melakukan itu," ucap Mella mencoba untuk terus meyakinkan Diaz agar mendengarkan dirinya berbicara terlebih dahulu. Perempuan yang hatinya sudah dipenuhi dengan rasa sakit hati dan dendam ini, karena menganggap Darmawan sebagai penyebab kematian almarhum ayahnya, menolak dirinya ketika diminta untuk
HAID PERTAMAKU SEASON 2Acara ijab Qobul antara Yusnanto dan Asmah baru saja selesai dilaksanakan. Isak tangis mewarnai acara pernikahan mereka. Asmah tidak ikut mendampingi Yusnanto saat acara ijab berlangsung, dia hanya menunggu di kamar dengan riasan riasan yang cantik. Asmah memang terlihat sangat cantik sekali. Asmah sempat menangis sebelumnya, saat dia menyadari jika tidak ada satu pun keluarganya di acara pernikahan ini. Tidak ada kerabat, juga kedua orang tuanya, ibu dan bapaknya. Sama halnya seperti Amira sebelumnya, yang tidak mengetahui siapa kedua orangtuanya. Asmah, hingga acara ijab qobul-nya selesai, belum juga bisa menemukan siapa dan ada di mana keluarganya sekarang. Menurut keterangan Yusnanto sendiri, yang mulai hari ini sudah resmi menjadi suami Asmah, jika saat bayi pun istrinya itu sama seperti dengan Amira, ada orang yang datang ke Mami Merry untuk menjual anak, dan Yusnanto yang mengurus dan merawat mereka semua saat itu. Yusnanto pun bercerita, jika balita
"Tante Sonya meninggal karena kecelakaan, Mas, empat hari yang lalu."Innalilahi," ucap Darmawan, terkejut. Padahal dia sudah melarang Tante Sonya untuk keluar rumah."Yang mengurus jenazahnya siapa, Mbak?""Adik-adiknya dan keluarga besarnya, Mas?""Semoga Tante Sonya wafat dalam keadaan sudah bertobat," ucap Darmawan."Aammin ya Allah," ucap doa Hanum.Tidak beberapa lama, Amira langsung masuk ke dalam ruang perawatan, dan terlihat sangat senang, saat menyaksikan Hanum sedang menyuapi ayahnya."Maaf Yah, Amira baru dari minimarket, untung ada Kak Hanum yang menyuapi Ayah." Hanum hanya tersenyum, melihat kedatangan Amira."Habis beli apa, Ra?" tanya Darmawan."Biasa Yah, buat keperluan perempuan," jawab Amira polos saja, dan Darmawan mengerti apa maksudnya. Tidak beberapa lama, Amira teringat suatu hal penting yang gagal dia bicarakan dengan sang ayah, saat peristiwa musibah kemarin."Saat Ayah jatuh ke dalam jurang, sebenarnya Amira menelpon Ayah untuk memberitahukan kabar gembira."
Menurut informasi dari pihak dokter yang merawat Darmawan dan Yusnanto, kondisi kesehatan mereka mulai stabil, hanya tinggal menunggu proses kesadaran mereka berdua saja.Bik Sumi, sore ini di rumah sakit mendapatkan kabar dari Laela, pembantu baru di rumah Darmawan, anak dari Pak Edi, orang yang sudah membantu mengurus makam almarhumah Khalila yang memberitahukan kepadanya tentang kabar kecelakaan dan kematian yang menimpa Tante Sonya. Sekaligus juga memberitahukan jika jenasah Tante Sonya sepenuhnya akan diurus oleh pihak keluarganya.Dimas sudah kembali balik ke Jakarta sore ini juga, untuk mengurus beberapa pekerjaannya yang belum terselesaikan, tetapi dia berjanji akan segera kembali secepatnya jika urusannya di kantor dan di pengadilan sudah terselesaikan.Ruang perawatan Darmawan dan Yusnanto yang berada di kelas terbaik memang memberikan pelayanan dan fasilitas yang baik terhadap pasien dan keluarganya. Dengan ruang perawatan yang cukup luas, karena disediakan juga ruang tungg