Share

2. Kedatangan Tamu

"Aku takut sekali, Tante! Bagaimana jika Tante tidak membukakan pintu untukku?!” 

Tangis gadis itu semakin nyaring, tetapi tertelan suara guntur yang menggelegar. Sekilas cahaya putih memperlihatkan duka mereka pada semesta. 

“Haira, kita masuk dulu!” 

***

Salwa membawa Haira ke kamar putrinya. Terlihat Salsabila tertidur pulas. Haira tersenyum melihat gadis kecil yang berusia 6 tahun itu. Melihat Salsabila ia teringat kecelakaan yang akhirnya mempertemukan mereka. Secara tiba-tiba saja ia langsung jatuh cinta pada Salwa. 

Saat itu ia marah pada ibunya karena ingin menikah lagi. Kehilangan seorang ayah sudah menjadi pukulan baginya. Haruskah ia kehilangan lagi seorang sosok ibu gara-gara ibunya jatuh cinta lagi? 

Dengan perasaan kalut ia mengendarai motor milik ibunya. Mau kemana? Ia pun tidak tahu. Tanpa direncana motornya melaju di daerah sekitar Siringan, salah satu taman kota yang menjadi tempat peristirahatan orang-orang di sela kejenuhan. Tiba-tiba seorang anak kecil berlari ke arah tengah jalan. Haira panik. Klakson motornya yang melengking menyadarkan sang ibu. Sang ibu langsung mengejar putrinya.

Motor Haira yang semakin mendekat membuat Salwa panik. Saat itu yang terpikirkan di kepalanya hanyalah menyelamatkan putrinya. Ia menenggelamkan putrinya dalam dekapan sambil memejamkan mata. Memasrahkan diri atas keputusan Allah. Ia hanya berharap putrinya selamat, selalu bahagia dan memiliki umur panjang. 

Anehnya, tidak ada satu benda pun yang menyentuh tubuhnya. Bahkan deru motor kini telah hilang. Salwa membuka matanya. Ia berbalik, di depannya seorang gadis mengendarai sebuah motor dengan napas tersengal-sengal. Gadis itu sepertinya masih syok. 

Salwa bergegas mendekati gadis itu dengan menuntun tangan putrinya. 

“Adik tidak papa 'kan?” tanya Salwa cemas. 

Haira masih tak kuasa bersuara. 

“Maafkan saya karena telah lalai menjaga anak. Maafkan saya.”

Haira masih tidak bersuara. Napasnya masih tidak beraturan. Dadanya masih kembang kempis. Seorang bapak tua mendekati mereka. 

“Menepi dulu, Nak. Tenangkan dirimu!” 

Salwa menarik putrinya ke pinggir, lalu mendudukkannya ke trotoar taman. “Salsa duduk di sini, ya.”

Salwa segera beralih ke Haira. Ia menarik tangan Haira, hingga gadis mulai tersadar dan mau turun dari kendaraan. Bapak tua di dekat mereka langsung mengambil alih motor itu, lalu menepikan ke pinggir jalan. 

Haira telah duduk di samping Salsabila. Ia masih belum bersuara. Salwa berinisiatif mencarikan minuman untuknya. 

“Salsa, temanin Kakak ya. Umi mau cari minuman dulu!” 

Salwa langsung berlari ke seberang, begitu putrinya mengangguk. Tak lama Salwa sudah  balik membawa air mineral botol yang dingin. Ia menyerahkan kepada Haira setelah membuka penutupnya. 

“Minumlah, Dik. Barangkali membuatmu sedikit lebih nyaman.” 

Dengan pelan Haira mengangkat tanganya, tanpa beralih memandang wajah cemas Salwa. 

Sejak itulah ia mulai mengenal Salwa dan Salsabila. Komunikasi mereka hanyalah lewat chat atau media social. Anehnya, di saat dia putus asa yang teringat di benaknya hanyalah Salwa. 

“Ini handuknya.” Suara Salwa memecah lamunannya. “Mandi ke kamarku saja. Di sana ada air hangatnya.”

Haira mengangguk. Tiba-tiba matanya tertuju pada mata Salwa yang bengkak. 

“Mata Tante kenapa? Tante nangis? Gara-gara Haira, ya? Apa karena Tante kehujanan tadi?” tanya Haira dengan panik. 

Salwa tertawa. Seiris silet menyayat hatinya. Yang mengetahui keadaannya malam ini adalah gadis yang dikenalnya hanya beberapa hari yang lalu. 

“Mandilah! Semoga kamu tidak jatuh sakit. Lihatlah bibirmu, membiru begitu. Berapa lama kamu di luar?” 

***

Salwa tersenyum melihat Haira yang makan sangat lahap. Sepertinya anak itu sangat kelaparan. Sesaat ia merasa terhibur dengan kehadiran Haira. Tadinya ia sangat menyesali, mengapa memasak begitu banyak, padahal tahu Salman tidak akan pulang ke rumahnya malam ini. Rupanya apa yang telah dilakukannya, telah Allah siapkan untuk Haira. 

“Kenapa, Tante memandang saya begitu?” tanya Haira dengan mulut masih penuh.  

“Senang melihatmu makan sangat lahap. Tadinya, Tante berpikir mau diapakan makanan ini?” 

Haira menelan makanan. Ia mengambil gelas berisi air lalu mengukkan. Terdengar bunyi dari tenggorokan. 

“Pelan-pelan!” Salwa mengingatkan. 

Haira tersenyum sipu. “Melihat makanan ini, tiba-tiba perut saya jadi lapar sekali, Tante,” ucapnya setelah mulutnya telah kosong. 

Salwa tersenyum. “Kamu keberkahan buat nanti malam ini. Makanlah. Kamu tidur bersama Salsabila malam ini, ya.”

Haira mengangguk. Lagi-lagi Salwa hanya bisa memberikan senyuman. Banyak pertanyaan bergilir di benaknya, tetapi ia urung menanyakan, khawatir merusak selera makan Haira. Mengapa gadis itu sampai ke sini? Apa yang terjadi? Apakah gadis ini tidak mempunyai orang tua? Jika ada, apakah orang tuanya tidak mengkhawatirkannya? Jika tidak ada, dengan siapa selama ini ia tinggal? 

Salwa teringat motor yang dikendarai Haira waktu awal pertemuan mereka beberapa hari yang silam. Ia menduga, Haira berasal dari keluarga yang berada. 

***

Haira mengerjapkan matanya. sebuah sentuhan lembut menyapa lengannya. Wajah seorang wanita mengenakan mukena dengan gadis kecil yang terlihat di indra penglihatannya. 

“Assalamu alaikum, Kak,” ucap Salsabila. 

“Wa alaikum salam,” sahut Haira sambil duduk dengan tangan mengucek matanya. 

Salwa duduk di tepi ranjang, lalu mendudukkan putrinya di dekat Haira. “Salsabila sangat senang melihatmu.”

“Dia tidak kaget, Tante? Tiba-tiba ada orang asing di sampingnya.”

“Sempat kaget, nangis malah, tapi langsung diam begitu mengenalmu. Aku bilang, mulai sekarang, Salsabila punya kakak. Dia senang sekali.”

“Kakak!” salsabila mengulurkan tangannya yang langsung disambut Haira. 

“Adik,” jawab Haira dengan canggung. Sesaat mereka tertawa. 

“Kakak, sebentar lagi salat Subuh. Kakak Salat kan?” tanya Salsabila dengan mimik polos. 

Haira terdiam. Salwa mengerutkan sebelah keningnya, begitu melihat perubahan air muka Haira. “Ada apa?”

“Saya sudah lama tidak salat, Tante. Bacaannya banyak lupa. Apa boleh salat seperti itu?” 

Sesaat Salwa terkesiap. Ia mulai memahami mengapa Salman ingin menikahi Jamilah. Terhadap Haira yang masih asing saja hatinya terasa sedih, bagaimana dengan Salman sebagai teman lama?

Salwa mencoba mengukir senyum. “Tidak apa, Haira. Salat Fardu lima kali sehari itu kewajiban kita sebagai umat muslim. Masalah bacaan, Haira bisa belajar pelan-pelan. Untuk subuh ini, kita salat berjamaah, gimana?”

Haira langsung tersenyum riang. Reflex ia memegang kedua tangan Salwa, “Boleh, Tante? Haira mau.”

Salwa pun merasakan kebahagiaan yang meluap-luap begitu melihat reaksi Haira. “Kalau begitu, kamu siap-siaplah. Aku tunggu di ruang musholla.”

Haira mengangguk. 

“Salsabila mau ikut ibu, atau nunggu Kakak?” tanya Salwa pada putrinya. 

“Salsa nunggu Kakak di sini.”

“Baiklah, kalau begitu. Ummi keluar ya?” 

Gadis cilik itu mengangguk.

*** 

Jamilah tersentak, dikejutkan oleh ketukan nyaring dan beruntun. Salman yang tidur di sampingnya ikut terkejut. 

“Ma! Haira hilang!” 

🌸🌸🌸

Terima kasih telah menemukan cerita ini.

Jangan lupa follow, subscribe, like, share dan berikan komentar terbaikmu supaya author semakin bersemangat menulis.

Terima kasih ♥️

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Prapti
haira gadis yg sangat baik
goodnovel comment avatar
Wahyudi
haira gadis yang baik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status