Share

3. Hidayah Di Tangan Allah

Jamilah tersentak, dikejutkan oleh ketukan nyaring dan beruntun. Salman yang tidur di sampingnya ikut terkejut. 

“Ma! Haira hilang!”

Mata Jamilah membelalak. Sesaat ia saling bersitatap dengan suaminya, lalu meloncat dari ranjang. 

“Jamilah, kenakan pakaianmu!” seru laki-laki yang baru saja menikahinya. 

Jamilah tersadar badannya tanpa mengenakan sehelai kain pun. Secepat kilat ia menyambar handuk piyama yang tergantung di dinding lalu mengenakannya sambil berjalan. Anak pertamanya mondar-mandir dengan telepon di ruang tengah dengan ponsel di telinga. 

“Bagaimana bisa hilang? Kapan kamu terakhir melihatnya?” tanya Jamilah sambil mengikat tali handuk piyamanya. 

“Seharusnya aku yang tanya sama Mama!” Haikal keburu menutup mulutnya begitu melihat ayah sambungnya berdiri di belakang ibunya. 

Ia mendekati ibunya. “Ma, aku tidak akan memaafkan Mama, kalau Haira kenapa-napa!” ancam Haikal dengan wajah berapi-api.

Jamilah termundur. Hampir saja tubuhnya limbung andai tidak segera disangga suaminya.

“Hallo!” 

Haikal segera mengangkat telepon. “Haira, kamu di mana?” 

Mendadak Jamilah mempunyai kekuatan lagi. Ia menyambar ponsel di tangan Haikal. “Haira, kamu di mana, Nak?!” 

“Kak Haikal!” Jamilah kembali merasakan tubuhnya melemah.

Haikal langsung menyambar ponselnya. Haikal menjauh. “Haira, kamu di mana? Hah? …. Baiklah!” Tertatih Jamilah mengikuti anaknya yang masuk ke kamar. 

“Dia di mana? Dia baik-baik saja kan?” 

Haikal abai. Ia mengambil ransel, membuka lemari Haira lalu mengeluarkan beberapa lembar pakaian dan memasukkannya ke dalam tas. 

“Iya ... iya ….” Haikal beralih ke pintu lemari sebelah, mengeluarkan beberapa peralatan, juga memasukkannya ke dalam tas.

Tanpa menoleh ibunya, Haikal keluar rumah. Tak lama terdengar mesin motor gedenya menyala dan sesaat kemudian lenyap.

Jamilah menenggelamkan wajahnya ke dada suaminya. Tangisnya pecah. “Aku gagal jadi ibu."

Laki-laki itu mendekapnya. “Yang penting Haira sekarang baik-baik saja. Nanti kita lakukan pendekatan pelan-pelan. Sabar, ya!”

Jamilah melepaskan pelukannya. Dengan wajah sembabnya ia mengangguk. “Kau akan sabar membantuku 'kan?”

“In sya Allah," jawab suaminya sambil mengusap wajahnya dengan lembut. "Sekarang mandilah!” 

Laki-laki itu seketika memekik ketika  menoleh ke arah jam di dinding. “Astaghfirullaaah.” 

“Kenapa?” Jamilah ikut terkejut. 

“Kita belum shalat Subuh. Astaghfirullah .…” 

Jamilah mengernyit melihat tingkah suaminya yang memasuki kamar dengan terus mengucapkan istighfar. Ia menoleh ke arah jam di dinding. “Baru jam enam.” 

*** 

Laki-laki itu terisak dalam doa salat Subuhnya. Mulai baligh sampai dewasa baru kali ini, ia salat Subuh kesiangan. Jamilah mendekatinya dengan masih mengenakan mukena.

“Apa yang kautangiskan?” 

“Pagi ini aku kena musibah."

Jamilah tersentak. “Musibah apa?"

Salman menoleh ke arah istrinya. “Laki-laki wajib salat fardhu berjamaah. Hari ini aku salat fardu kesiangan dan tidak berjamaah."

Jamilah memasang wajah tidak mengerti. Mengapa dibilang musibah? Salat bukanlah barang. Lagi pula, bukankah itu di luar kesengajaan? 

Salman hanya menatap pasrah wajah awam istri barunya. Seketika ia teringat Salwa. Rindu kini menyergap relung hatinya. Selama di sisi Salwa, jangankan salat Subuh, bahkan salat Tahajud pun tidak ketinggalan.

Ia beristighfar dalam hati. Betapa ia telah melakukan kesombongan. Menikahi Jamilah untuk membimbingnya mengamalkan agama, ternyata dirinya sendiri pun selama ini ditopang Salwa. 

*** 

Dengan bermodalkan share lokasi, Haikal kini berada di depan pagar rumah minimalis bercat abu-abu kombinasi putih Terlihat Haira keluar dengan wajah semringah. Tidak terlihat tanda-tanda kesedihan di wajah adiknya. 

“Masuklah!” ucap Haira setelah membuka pagar. Haikal kembali menjalankan mesinnya, lalu memasuki halaman rumah. 

“Ini rumah siapa?” tanya Haikal sambil menyerahkan tas ransel yang sejak tadi ia bawa. 

“Bentar, aku kenalkan,” jawab Haira, lalu masuk ke dalam rumah. Haikal hanya bisa menggelengkan kepala melihat adiknya keluar masuk seperti rumah sendiri. Tak lama adiknya menyeret tangan seorang wanita berkerudung lebar dan anak kecil yang memegang kain gamis ibunya. 

“Kenalkan, ini Tante Salwa dan ini Salsabila yang sekarang jadi adikku. Tante, ini kakakku, Haikal," ucap Haira riang.

Haikal mengulurkan tangannya, “Haikal.” 

Salwa hanya mengatupkan kedua tangannya di dada. “Salwa.” Lalu ia beralih ke putrinya. “Salim sama Kakak.”

Salsabila mengulurkan tangannya. “Salsabila.”

Haikal berjongkok mengimbangi ketinggian Salsabila. Ia menyambut uluran tangan Salsabila. “Panggil saja aku Kak Haikal.”

Salsabila mengangguk.

“Malam tadi Kak Haira mengganggu enggak?” tanya Haikal dengan nada lembut. 

Salsabila menggeleng. Dengan wajah malu ia bersembunyi di balik kain gamis ibunya. Wajah imut Salsabila membuatnya tersenyum. Ia berdiri menghadap Salwa. 

“Maaf, Tante. Saya tidak mengerti mengapa adikku bisa sampai ke sini. Aku sebagai kakaknya minta maaf jika mengganggu Tante.”

Salwa menggeleng. “Tidak apa. Salsabila malah senang ada teman di rumah. Mmm … Maaf, ya. Saya tidak mengajakmu masuk  karena di rumah tidak ada laki-laki.”

“Tidak apa, Tante. Saya ke sini untuk memastikan keadaannya.” Ia berpaling ke Haira, lalu menyeret  tangan adiknya, menjauh dari Salwa dan Salsabila. 

“Dia siapa? Bagaimana kamu bisa sampai ke sini?” bisik Haikal, tetapi terdengar oleh Salwa. 

“Baru saja kenal, tapi aku sangat mempercayainya,” sahut Haira tanpa merasa harus memelankan suaranya. 

“Iya, tapi kamu merepotkan orang lain.”

Seketika Haira merengut. “Aku tidak ingin melihat laki-laki itu. Aku akan balik ke rumah, kalau laki-laki itu keluar dari rumah. Bilang saja sama Mama. Biar Mama mengerti mauku.” 

Haira langsung berpaling tanpa menunggu persetujuan kakaknya. “Ayo Salsa, kita masuk rumah.”

Kembali Haikal menggelengkan kepalanya. Ia mendekati Salwa. “Maaf, Tante. Haira pasti sangat merepotkan Tante.”

Salwa menggeleng. “Tidak kok.”

“Apa Haira boleh tinggal di sini beberapa hari, sampai saya bisa membujuknya atau meminta Mama membawanya pulang.”

Salwa mengangguk. “Aku tidak tahu apakah ada masalah di keluarga kalian. Haira juga tidak cerita. Saran saya, biarkan dia tenang dulu. Untuk beberapa hari … selama ayah Salsabila di luar, saya tidak masalah. Tapi, jika ayah Salsabila datang, saya tidak tahu harus bagaimana. Laki-laki dan perempuan bukan mahram tidak baik tinggal serumah.”

“Iya. Saya mengerti, Tante. Saya akan segera mencari solusi ini. Terima kasih banyak, Tante. Telah menerima Haira di sini.”

“Sama-sama.”

“Kalau begitu saya pulang dulu!” 

Salwa mengangguk. “Hati-hati di jalan.”

*** 

Jamilah mempersiapkan sarapan pagi di dapur, sedang Salman memandangi chatnya yang tak kunjung terjawab. 

[Assalamu ‘alaikum. Bagaimana keadaanmu, Sayang?]

Kini ia mengirimkan stiker berbentuk amor merah berhiaskan mawar. 

Napas lega langsung mengembus begitu ia melihat Salwa terlihat sedang mengetik. 

[Alhamdulillah. Selama ada Allah di hati, semuanya akan baik-baik saja]

Perasaannya terasa teriris membaca jawaban Salwa. Terlihat istrinya lebih tegar darinya. Betapa ingin sekali memeluk wanita yang hampir delapan tahun telah menemaninya.

[Aku merindukanmu]

“Sayang, sarapan sudah siap,” teriak Jamilah dari dapur. 

“Iya, sebentar,” jawab Salman tanpa beranjak. 

Matanya memerah menatap chatnya yang masih belum ada balasan. Mengapa terasa sakit sekali diabaikan begini? Di saat ia sangat membutuhkan Salwa? Seketika ia teringat bagaimana perasaan wanita itu malam tadi?

Di saat ia menikah dengan wanita lain? Ia tahu, itu menyakitkan bagi Salwa. Dirinya pun ikutan sakit dengan perasaan Salwa. Ia melakukan semua ini demi membimbing Jamilah dan anak-anak, teman kecilnya. Ia menuntut pengorbanan Salwa, tetapi mengapa dirinya sekarang yang terlihat rapuh. Seketika cairan bening dari matanya menetes. 

[Saat ini hak istri barumu. Bersikaplah adil. Janganlah menghubungiku. Percayakan aku dan Salsa pada Allah]

🌸🌸🌸

Terima kasih telah menemukan cerita ini.

Jangan lupa follow, subscribe, like, share dan berikan komentar terbaikmu supaya author semakin bersemangat menulis.

Terima kasih ♥️

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Prapti
salwa istri yg sholehah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status