“Jadi Giana cari masalah sama Manajer Personalia di Kantor itu?” Kata Maryam saat sang Putra sulung menceritakan semuanya kepada kedua Orang tuanya.
“Iya Umi.”“Tapi kenapa Giana sampai segitunya sama Mazaya Daf?”“Entah Bi, Mazaya tidak menceritakan masalah itu sama Daffa. Tapi dia Cuma bilang ada wanita yang dari awal bertemu tatapannya tidak bersahabat, sempat mengatakan bahwa Mazaya cacat. Dan wanita itu Giana, wanita yang pernah Abi kenalkan sama Daffa.”“Iya maafkan Abi, Abi sudah memperkenalkan wanita yang Abi sendiri tidak mengenalnya. Tapi apa benar Mazaya cacat?”“Enggak Bi! Mazaya wanita shaleha, Cantik, Sehat wal'afiat “ Kata Maryam membanggakan.“Tapi kata Giana, wanita itu cacat, maksudnya gimana?”“Mazaya sempat kesleo saat main tenis sama Daffa, ia diharuskan mengenakan alat bantu untuk jalan.”“Kamu main tenis sama dia?”“Hmm.. Itu awal perkenalan kami. Disana ada AyahSiang berganti malam, hiruk pikuk Ibu Kota tak kunjung surut oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Seorang pria menatap dinding kaca berpemandangan gemerlap lampu Kota. Secangkir coklat hangat ia nikmati sembari sesekali melirik ponsel diatas meja.Tangan besar menjulur dan mendarat tepat diatas lengan kirinya, ia tersentak dan tersadar dari lamunannya."Astaghfirullah..""Kaget? Sorry.""Assalamu'alaikum Bang Daf." Seorang wanita cantik mengembangkan senyum manisnya."Wa'alaikum salam Aziza." Daffa membalas salam dari wanita yang masih berdiri didekatnya."Kalian berdua ngedate?" Kemudian pria itu mengalihkan pandangan kepada pria disebelah Aziza."Maunya gitu, tapi gak sengaja liat ada cowok galau." Aziza hanya tersenyum sembari bergeleng melihat interaksi suami dan sahabatnya."Duduk sini. Coklat panasnya enak, makanya gue kesini.""Elo disini cuma mau minum coklat panas doang?" Zafir menarik du
Didalam kediaman milik Keluarga Burhan, Mazaya tengah bersiap untuk Tenis di lapangan komplek bersama Zafir. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, belum siang untuk melakukan kegiatan tersebut."Zay, gak mau dijemput sama Zafir aja?""Naik motor aja kenapa sih Bun? Orang cuma di Lapangan komplek doang.""Iya tapi gak tau kenapa perasaan Bunda gak enak begini ya? Apa kamu gak usah Tenis aja?""Emang anak Bunda cuma Zaya doang? Coba tuh hubungi anak laki - laki kesayangan Bunda, atau Mafaza tuh.""Apa lo nyebut nama gue?""Nyokap lo perasaannya gak enak katanya, gue suruh hubungi Mas Eran sama elo.""Yailah, tinggal ketok pintu doang ngapa sih? Kayak gue jauh aja dihubungi.""Siapa tau aja Bunda mager buat ketok pintu.""Udah - udah, kenapa kalian ribut pagi - pagi.""Zaya pergi dulu ya Bun, Assalamu'alaikum." Mazaya memeluk serta mencium kedua pipi sang Ibu, tak lupa mencium tangannya.
"Aw...." Tiba - tiba saja Mafaza mengaduh saat berjalan ke Ruang tengah menghampiri kedua orang tua, Kakak serta Kakak iparnya."Ada apa Za?" Tanya Burhan."Gak tau nih Yah, kepala Faza tiba - tiba sakit. Kayak dijedotin gitu, jantung juga deg - deg an gitu.""Kenapa Sayang?" Liam yang saat itu hendak menyusul ke Ruang Keluarga justru dikejutkan dengan adanya keluhan sang istri."Gak tau nih tiba - tiba aja kayak orang abis maraton gini jantung aku.""Ke Rumah Sakit aja Za, Liam buruan siapin mobil kita bawa Faza ke Rumah Sakit.""Enggak - enggak, Faza gak penyakitan. Asli ini beda Bun, perasaan Faza gak enak banget. Tiba - tiba aja kepikiran Zaya.""Iya ya, udah jam segini kok Zaya belum pulang juga." Kata Liam.Eran mencoba menghubungi adik bungsunya, namun tidak ada jawaban dari si pemilik ponsel. Rasa khawatir mencuat di Keluarga Burhan, pria paruh baya yang terbiasa dengan pembawaan tenang seperti air namun
Ketiga pria muda tampak kelimpungan mencari Mazaya, hingga tibalah mereka disebuah Gang sepi yang pernah Mazaya ceritakan. Gang penghubung pemukiman kampung yang kebetulan portal Perumahan terbuka lebar."Itu motor Zaya." Seru Liam, sedangkan Eran dan Zafir saling melempar pandangan satu sama lain dan bergegas menghampiri obyek perhatian mereka bertiga."Ini ponsel Zaya." Eran meraih sebuah ponsel yang tergeletak tak jauh dari motor hitam itu."Astaga kemana itu anak." Gumam Liam."Liam mundur tiga langkah, jangan maju sedikitpun." Kata Zafir."Ada apa Bang?" Liam berjalan mundur sesuai arahan Zafir dan menatap Pria itu yang tengah berjongkok didepannya."Darah." Lirihnya."Darah Bang?" Liam dan Eran kompak, kemudian mendapat anggukan dari Zafir.Dua orang security berbadan tegap menghampiri ketiganya, mereka tengah berkeliling untuk memastikan keamanan komplek dan mendapati ketiga pria yang keduanya ia kenal se
Potongan puzzle telah ia susun, namun sayangnya hanya mengingat sampai ia terjatuh dari motor. Tiba - tiba sekarang ia berada ditempat ini, entah tempat apa ini. Gelap dan pengap, terlebih ada sepasang manusia didepannya dengan tatapan tak bersahabat."Kamu --""Ya ini gue, inget sama gue? Orang yang udah lo depak dari Perusahaan raksasa itu.""Jadi benar kamu salah satu dari ketiga wanita itu?""Ya itu gue!""Lalu untuk apa kamu menyekap saya disini?""Masih nanya lagi lo! Gara - gara elo, gue ditolak beberapa Perusahaan! Dan lo tau akibatnya? Gue jadi ngutang sana sini karena butuh uang! Terus elo? Elo enak - enakan main Tenis ketawa ketawa.""Itu semua memang salah kamu! Kenapa harus menyalahkan saya? Coba kalau kamu patuh sama aturan Perusahaan, hal itu pasti tidak terjadi sama kamu."PLAK...Tamparan keras mendarat tepat dikedua pipi Mazaya. Panas! Hanya itu yang ia rasakan saat ini, belum lagi dar
"Ada apa Bang?" Tanya Eran pada Zafir."Ambil mobil sekarang, kita ke Jalan Kenanga nomor empat lima. Buat jaga - jaga, gue harap elo ikut sama Gue Han." "Gue hubungi Pak Kamim dulu buat ambil mobil." Kata Liam."Apa yang terjadi Fir?""Nanti gue ceritain di Jalan, lo satu mobil sama gue dan kedua sodara gue. Anak buah lo bisa ikuti mobil kita dari belakang, selama perjalanan gue bakal jelasin tentang situasi ini." Zafir menjelaskan dan mendapat anggukan mengerti dari Ketiga pria itu.Mobil SUV berwarna hitam sudah sampai, mereka bergegas memasuki mobil itu dan tidak lupa menitipkan motor Zaya pada kedua security tersebut.***Sedangkan ditempat lain, Daffa tengah fokus mengemudikan kendaraan roda empatnya. Dua puluh menit lamanya ia mengemudikan kendaraan itu, selama diperjalanan ia selalu memberi kabar pada Zafir. Hingga akhirnya ia sampai terlebih dahulu ditempat tersebut, ia mengawasi rumah bertuliskan angka empat p
Satu Minggu Kemudian"Daf, kata Bu Wati sudah satu minggu Abiyan gak masuk ngaji. Gak ada apa - apa kan sama Keluarganya?""Daffa kurang tau Umi." Dustanya."Maaf Daffa harus bohong, suatu saat Daffa bakal cerita ke Umi setelah semuanya selesai." Batinnya."Beneran?""Iya Umi.""Alhamdulillah kalau memang gak ada apa - apa sama Keluarganya. Terus kamu akhir - akhir ini kenapa ke Rumah Sakit terus? Full di Rumah Sakit loh kamu Daf.""Ada Pasien yang butuh perhatian khusus Daffa Umi." Untuk kali ini ia tidak berbohong, memang benar bukan kalau Mazaya adalah Pasien di Rumah Sakit tempat ia bekerja."Oh yasudah kalau begitu. Tuh Abi kamu nanyain terus, apalagi dua minggu lagi udah dua bulan loh Daf. Abi kayaknya mau nagih janjinya sama kamu." Mendengar perkataan itu membuat Daffa mengusap kasar wajahnya, hal itu tak luput dari perhatian Sang Ibu. Maryam mengusap punggung Putra sulungnya, ia tau bagaimana perasaan Da
Daffa telah berada di Ruang VVIP tempat Mazaya dirawat. Zafir menghubunginya saat pihak berwajib akan melakukan interogasi pada korban sekaligus saksi. Mazaya merasa terguncang dengan keadaan ini meski hatinya sudah jauh membaik, jadi wanita itu harus tetap mendapatkan dampingan dari Psikiater. Dan Psikiater yang menanganinya adalah Kekasihnya sendiri - Daffa."Selamat Siang Bu Mazaya, perkenalkan saya Reyhan. Saya ditugaskan untuk menangani Kasus yang dialami oleh Bu Mazaya. Apa Ibu bersedia menjawab beberapa pertanyaan dari kami?"Mazaya menatap kearah Daffa dan Zafir yang menemaninya didalam Ruangan. "Lakukan jika kamu memang sudah siap." Kata Daffa."Ya, benar apa yang dikatakan Pak Dokter. Jika memang belum siap memberikan keterangan, maka kami akan menunggu anda sampai siap.""Lakukan tugas Pak Reyhan dengan semestinya, In shaa Allah saya mampu menjawab pertanyaan Bapak tanpa ada kekurangan dan kelebihan.""Baik lah kalau