Sepanjang perjalanan pulang dari Pasar segar, Daffa Khafid Irsyad atau yang biasa dikenal dengan nama Daffa atau Khafid tengah duduk dibalik kemudi sembari mendengarkan ocehan sang Ibu.
"Putri bungsu Mbak Farida maa shaa Allah cantik, dengar - dengar karirnya bagus. Siapa tadi namanya?""Bu Farida gak nyebut nama Putrinya Umi.""Oh iya sayang sekali, kamu sih buru - buruin Umi.""Maaf Umi, Daffa ada janji sama pasien hari ini.""Tanggal merah loh Daf, kenapa masih saja kerja. Lagi pula kamu ini aneh, pengurus Yayasan tapi ambil jurusan Kedokteran dan Spesialis Kejiwaan.""Abi dan Umi hidup untuk menolong orang, dengan cara menyekolahkan mereka yang tidak mampu dan menampung mereka para anak terlantar serta yatim piatu dengan membuat panti sosial. Daffa juga ingin menolong orang seperti Abi dan Umi meski dengan cara berbeda.""Umi tau tujuan kita selalu sama tapi cara kita yang berbeda. Kamu ini pria dewasa, sudah sangat matang, ustad, tampan dan mendedikasikan hidup untuk menolong orang. Apa iya tidak ada wanita yang dekat sama kamu Nak?""Umi, Daffa cuma mau fokus sama karir. Nanti kalau sudah ada jodohnya pasti Daffa bakal mikir kearah situ kok.""Jadi selama ini kamu belum ada kepikiran kearah sana?""Sudah, tapi tidak dalam waktu dekat Mi. Daffa mau fokus dulu sama yang didepan Daffa saat ini.""Hhh.. kamu normal kan Nak?""Astaghfirullah pemikiran Umi kejauhan Mi.""Alhamdulillah kalau kamu ngerti maksud Umi. Eh tapi siapa tau Putra bungsu Mbak Farida tadi jodohmu.""Hus, masa istri orang jadi jodoh Daffa.""Istri orang? Memangnya dia sudah menikah?""Umi tau Abiyan?""Kenapa jadi bahas Abiyan? Ya Umi jelas tau, dia kan cucu Mbak Farida.""Mi, wajah Abi sangat mirip wanita tadi. Dan Abi itu adalah Putra semata wayang wanita tadi Mi.""Ah masa sih? Siapa tau itu Putra dari Putra pertama Mbak Farida.""Kemarin Daffa ketemu Abi diantar wanita itu, dan guru ngaji di Yayasan sepertinya sangat mengenal siapa Ibu Abi.""Jadi kamu sudah pernah bertemu dengan wanita itu?" Abi mengeratkan pegangan tangan diatas kemudia, kemudian ia mengangguk pelan."Yah sayang sekali."Didalam benaknya, Daffa mengiyakan apa yang dikatakan sang Ibu. Ia juga berfikir sangat menyayangkan jika wanita yang selalu saja ia temui secara tidak sengaja sudah memiliki seorang suami dan putra kecil berusia empat tahun.Diawal pertemuan dengan wanita itu saat memberhentikan Taxi yang sama, ia menatap lekat dalam diam wanita yang terus saja nyerocos bersama Sopir Taxi tersebut. Hingga akhirnya mereka berdua didalam mobil yang sama, rasa canggung menyelimuti suasana didalam mobil tersebut. Andai saja Mobil miliknya tidak dipinjam oleh rekannya sesama Dokter, pasti ia tidak akan bertemu dengan wanita itu. Astaghfirullah, ia tersadar baru saja mengatakan kata Andai yang sudah jelas kata larangan.Jangan pula mengatakan: "Andaikan aku berbuat demikian tentu tidak akan terjadi demikian namun katakanlah: Ini takdir Allah, dan apapun yang Allah kehendaki pasti Allah wujudkan karena berandai-andai membuka tipuan setan." (HR. Muslim 2664)Sedangkan Maryam sang Ibu, sedari tadi menatap Putra sulungnya. Pria dibalik kemudi itu tengah menggelengkan kepalanya beberapa kali dan membuatnya mendengus pelan."Daf abis ini belok kanan." Maryam mengingatkan."Iya Umi, masa Daffa gak inget sama Rumah sendiri.""Soalnya kamu dari tadi melamun setelah kita ngobrol. Kenapa? Mikirin Putri Mbak Farida? Iling dia sudah menikah Daf.""Astaghfirullah Umi, dari tadi mikirnya jelek terus sama Daffa." Maryam tidak tersinggung dengan perkataan Putra sulungnya, ia justru terkekeh mendengarnya.***Seperti perkataannya pada sang Ibu bahwa ia memiliki janji dengan seseorang, saat ini ia sudah berada ditempat kerjanya. Rumah Sakit Bakti Wiyata, Rumah Sakit dibawah naungan Perusahaan Tambang Emas tempat Mazaya bekerja."Pagi Dok, ada janji dengan Pasien?""Pagi.. Iya Sus.""Wah padahal hari libur lho Dok.""Kebetulan beliau ada waktu hari ini sebelum melangsungkan pernikahan.""Ooo begitu. Ngomong - ngomong bahas mengenai Pernikahan, kapan nih Dokter sebar undangan ke kita?""Kamu tunggu saja undangan dari saya." Katanya sembari tersenyum dan meninggalkan Unit Gawat Darurat. Pria itu bekerja sebagai Psikiater, namun ia memiliki kebiasaan untuk mengecek Unit Gawat Darurat ketika baru masuk kedalam Area Rumah Sakit dan membawakan para staf medis minuman berupa kopi hangat. Pasalnya bekerja dibagian itu tidak lah mudah, terlebih ketika ada kejadian kecelakaan beruntun atau insiden lainnya yang mengharuskan mereka menangani pasien dengan jumlah yang tidak ditentukan.Saat ini ia sudah berada di Ruangan kerjanya, membaca riwayat pasien sembari menunggu pasien datang."Dokter sudah menunggu anda Pak." Terdengar suara wanita dari luar Ruangan kerjanya, tentu saja itu suara Asistennya.Tak berselang lama ketukan berbunyi dan pintu terbuka, benar saja bahwa itu merupakan Asistennya bersama seorang Pria yang kalau dilihat - lihat pria itu seumuran dengannya."Selamat Pagi Dok, maaf mengganggu waktu libur anda bersama Keluarga." Ujar Pria tersebut."Selamat Pagi Pak Wibi, silahkan duduk. Tidak perlu sungkan Pak, saya belum memiliki Keluarga." Balasnya dengan senyum ramah."Oh maafkan saya, karena saya pikir kami seumuran.""Tidak semua yang berusia matang siap untuk melangkah ke jenjang lebih serius Pak." Perkataan Daffa membuat raut wajah Pria didepannya berubah drastis."Maafkan saya jika perkataan saya tidak berkenan dihati Bapak, saya mengatakan hal ini karena situasi saya saat ini." Lanjutnya karena merasa tidak enak dengan perkataannya, terlebih Pasiennya saat ini mengidap Borderline Personality Disorder (BPD) yang merupakan salah satu dari jenis gangguan mental yang membuat penderitanya sulit mengendalikan emosi. Kondisi ini bisa mempengaruhi kehidupan sehari-hari pengidapnya, yang diakibatkan oleh mood yang tidak stabil, cemas yang berlebihan, dan kesulitan menjalani hubungan sosial."Tidak Dok, anda tidak salah. Hanya saja perkataan Dokter mengingatkan saya pada wanita yang saya ajak menikah dua bulan lalu. Dia belum siap untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius.""Oh ya? Memang tidak semua orang ingin terburu - buru untuk menikah Pak.""Saya tau Dok, dan akhirnya saya melepaskan wanita itu ketika ia memutuskan untuk mengakhirinya. Dari masalah itu emosi saya semakin tidak stabil dan tidak dapat terkondisikan lagi.""Apa Bapak rutin mengkonsumsi Obat yang saya resepkan?""Rutin Dok, saya tidak pernah melalaikan kewajiban saya satu itu.""Baik, jadi begini. Pemberian Obat kepada pasien BPD atau yang biasa kita kenal dengan Borderline Personality Disorder sangat efektif bila digunakan bersama dengan psikoterapi. Saya sudah berkali - kali menjadwalkan terapi untuk Bapak, namun Bapak selalu menolak.""Maaf Dok, saya memang belum siap untuk melakukan terapi. Tapi sepertinya saya sangat membutuhkan itu, tolong jadwalkan terapi setelah pernikahan saya.""Baik, satu minggu setelah pernikahan Bapak tolong berkunjung untuk melakukan terapi. Kalau perlu ajak Istri Bapak agar anda mendapat dampingan selama terapi berlangsung.""Saya tidak janji Dok, karena Calon Istri saya emmm--""Di-- Dia hamil memasuki bulan kelima." Daffa tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Hhh.. lagi - lagi balik ke pergaulan bebas, banyaknya orang yang tidak memiliki bekal ilmu agama cukup untuk menahan Iman dan Imron mereka."Saya mengerti. Datang sendiri tidak masalah jika memang seperti itu kondisinya. Saya resepkan Obat untuk satu minggu kedepan."Baik Dok. Terima kasih."Satu pasien telah ia atasi, hanya pria itu lah yang memiliki janji konsultasi dengannya. Selebihnya tidak ada, karena setiap hari Senin, Sabtu dan Minggu ia tidak mengisi Praktek di Rumah Sakit tersebut. Waktu luangnya ia gunakan untuk membantu Yayasan milik Kedua Orang Tuanya dan mengajar Mengaji setiap sorenya serta melakukan pengecekan Manajemen saja.Drrrrttt...Ponsel diatas meja bergetar, ia melirik siapa yang mengirim pesan untuknya. Waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi, masih belum terlalu terik untuk mengiyakan ajakan si pengirim pesan tersebut. Ia melepas Jas putih kebanggaannya, kemudian meninggalkan Rumah Sakit tempat ia bekerja.Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai karena jalanan cukup senggang, mungkin karena hari libur dan masih terbilang pagi. Sehingga sebagian orang memilih untuk berdiam diri dengan aktivitas mereka masing - masing didalam Rumah. "Akhirnya datang juga Atlet kita." Seru seorang pria berusia diatasnya dan menyambut kedatangannya."Apa kabar
Didalam Sebuah Rumah berlantai dua bergaya modern dengan cat berwarna putih dipadukan coklat serta cream menambah kesan mewah meski tidak masuk kategori rumah mewah pada umumnya. Seorang wanita paruh baya tampak cemas ketika sang Suami dan Putri Bungsunya belum juga pulang kerumah, padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Tidak seperti biasanya mereka pulang terlambat dan tidak memberikan kabar sama sekali, bahkan ponsel milik sang Suami dan Putri bungsunya tidak dapat dihubungi. Lebih tepatnya tidak memberikan jawaban pada panggilannya.Saat ini wanita paruh baya tersebut tengah berada di Rumah hanya bersama dua Asisten Rumah Tangga dan Sopir merangkap tukang kebun di Rumah tersebut. Sedangkan Mafaza beserta Suami dan Anak semata wayangnya berada di Cabang Restaurant yang belum lama mereka dirikan. Ponsel berdering nyaring, tertulis nama "ERAN" pada layar ponsel tersebut. Sedikit kecewa rasanya ketika membaca nama Putra sulungnya, bukan Eran yang ia harapkan untuk meng
2 Hari kemudian..Acara pernikahan mewah nan megah dengan dekorasi serba putih menghiasi Ballroom Hotel bintang lima. Banyaknya tamu undangan berlalu lalang, memberi ucapan, hingga menyantap hidangann yang telah disediakan. Tertulis pada papan berhias bunga segar "Welcome To Our Wedding Wibisana Dan Sahila" Kedua mempelai saling bertukar senyum menawan, bahkan pengantin wanita sangat anggun dengan Ball Gown berwarna putih yang ia kenakan."Om.. Tante.. Terima kasih sudah bersedia hadir di Acara pernikahan kami. Maafkan saya jika banyak salah sama kalian dan Zaya.""Kami yang seharusnya berterima kasih karena bersedia mengajak kami menikmati moment bahagia kalian. Semoga jadi Keluarga Sakinah Mawaddah dan Warahmah, serta memberikan keberkahan pada ibadah terpanjang kalian." Ujar Burhan, yang saat ini tengah hadir ke acara pernikahan mantan dari putri bungsunya."Aamiin.. Terima kasih banyak atas do'a yang diberikan." Kemudian menjawab anggukan pelan dari kedua pasangan paruh baya itu
Hari ini Mazaya hanya diantar oleh Sopir pribadi sang Ayah untuk melakukan kontrol di Rumah Sakit. Ia menggunakan kursi roda yang disediakan oleh pihak Rumah Sakit dan didorong oleh Pak Kamim. Sesampainya di Loby, ia bertemu dengan Daffa. Jelas saja mereka bertemu, karena pria itu ada praktek hari ini. Daffa menghampiri Mazaya yang tengah mendaftar untuk pemeriksaan. Ia menawarkan diri untuk membantu melakukan pendaftaran dan pengambilan nomor."Apa Pak Dokter sibuk?" Tanya Pak Kamim."Tidak, saya hanya perlu menunggu satu pasien lagi. Ada apa Pak?""Bisa tolong temani Si Non dulu Pak? Perut saya mules." Katanya kemudian."Ah iya, toilet disebelah sana. Saya akan bantu melakukan pendaftaran dulu.""Baik Pak Dokter, Terima kasih.""Ada data diri atau apapun?""Saya pakai Asuransi, dan ini identitas saya." Katanya ditengah bergelutnya pemikiran Mazaya mengenai identitas."Ah ya Rumah Sakit ini milik Peru
Daffa menatap kearah jalan raya, ia menemukan sosok yang tidak asing baginya. Seorang wanita dewasa tengah membantu anak Anak laki - laki berusia empat tahun untuk turun dari Kendaraan roda empat.Wanita itu berjalan beriringan dengan anak laki - laki yang bersamanya, ia hanya menyapa Daffa sekedarnya. Meski hal itu membuat pria tersebut tampak sedikit terkejut, pasalnya wanita dewasa yang ia kenal dengan nama Mazaya bersikap seolah mereka tidak saling kenal. Dan ah ia baru saja ingat, bahwa Mazaya memiliki saudara kembar."Apa dia saudara kembar Zaya? Sepertinya memang benar wanita itu saudara Zaya." Batinnya sembari menatap Wanita tersebut."Istri orang lho Daf." Suara itu sontak memecahkan pikiran yang tengah berperang."Assalamu'alaikum Umi. Kenapa gak salam sih Mi?""Wa'alaikum salam.. Umi sudah salam tapi kamu asik merhatiin Istri orang, dosa lho Daf.""Bukan yang itu Mi, tapi saudara kembarnya.""Saudara kembarnya
Setelah menyelesaikan Pertemuan Tim dan mengemukakan keinginan atasannya, Mazaya saat ini tengah berada didepan Restaurant milik saudara kembarnya diantar oleh Pak Kamim."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikum salam, Bu Faza ada diatas Ruang VIP Bu." Kata salah satu waiters di Restaurant tersebut."Terima kasih Jia." "Sama - sama Bu."Mazaya memasuki elevator kapsul di Restaurant itu, memang Restaurant di Pusat terdiri tiga lantai dengan rooftop dilantai paling atas."Menyusahkan, kenapa lantai dua sih." Gerutunya."Kan bisa pakai elevator." Kata seorang pria disebelahnya. Sontak membuatnya terjingkat kaget saat mendengar suara yang pernah ia kenali."Pak Ustad?""Assalamu'alaikum..""Wa'alaikum salam.""Silahkan masuk." Katanya saat pintu elevator terbuka."Lantai?""Oh saya dua.""Sama kalau begitu.""Hmmm.." "Bagaimana keadaan kaki kamu?""Seperti yang Pak Ustad lihat.""Sudah tidak bengkak lagi, jangan terlalu sering buat jalan dulu. Takutnya bengkak lagi." Sarannya."Terima kasih, saya
Satu Minggu kemudianPekerjaan menumpuk karena ia sempat tidak masuk satu minggu lamanya. Bahkan sekarang ia harus memilih kandidat yang tepat untuk program training setiap tiga tahun sekali yang diadakan oleh Perusahaan tempat ia bekerja. Sebagai Manajer Personalia ia harus extra membantu para timnya dalam melakukan perekrutan. Meski Mazaya berjalan dengan bantuan tongkat, hal itu tidak menyulitkan pekerjaannya."Sudah ditentukan hasilnya?" Tanya Mazaya pada salah seorang dibagian rekrutmen.."Sudah Bu, ada dua puluh lima kandidat. Dan pihak manajemen minta sepuluh diantaranya.""Kita lakukan tes uji kelayakan dan segera diskualifikasi yang tidak mematuhi aturan kita.""Baik Bu. Maaf Bu, apa Ibu juga akan melakukan Uji kelayakan bersama kami?""Ya, saya akan turun langsung. Dan jangan lupakan Interview terakhir dengan para petinggi, saya juga akan andil dalam interview tersebut.""Baik, bisa kita mulai sekarang Bu?""Ya, jangan buang waktu."Tim perekrutan bersiap untuk melakukan Tes
Ada bahagia..Ada Kepedihan..Itu yang dinamakan kehidupan, tidak melulu tentang kebahagiaan atau kesedihan. Keduanya akan seimbang seiring berjalannya waktu, layaknya sepasang kekasih yang saling melengkapi.Meski langit terlihat gelap karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, namun cahaya dan kerlip lampu kota dibawah sana tampak cantik.Empat puluh lima menit Pesawat berwarna hijau putih mendarat di Juanda International Airport yang terletak di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Setelah mengurus ini dan itu, Keluarga Burhan berjalan tergesa - gesa dan menuju ke Kendaraan roda empat yang telah disediakan oleh pihak Keluarga Farida.Kendaraan yang mereka tumpangi melaju pesat menembus gelapnya malam, jarak tempuh Juanda ke Kota Kediri hanya memakan waktu kurang lebih dua jam lamanya hingga akhirnya mereka sampai ke tempat tujuan. Tepatnya disalah satu Rumah Sakit terbaik di Kota Tahu tersebut.Diluar Ruang ICU mereka telah disambut oleh beberapa Keluarga, tangis kepedihan berh