Home / Romansa / Hamil Anakmu, Mas / Pelampiasan Mas Abi 2

Share

Pelampiasan Mas Abi 2

last update Last Updated: 2021-08-20 12:38:24

"Mas, aku boleh tanya?" Izinku. Takutnya nanti mas Abi malah meledak-ledak dan enggan menjawabku sebab apa yang aku tanyakan ini sangatlah sensitif baginya. Tapi, sejauh aku mengenalnya, dia tak pernah sampai segitunya padaku. Atau mungkin aku tidak mengenal dirinya yang sebenarnya. 

"Boleh." Ujarnya. 

Dia mengunci mobil dan mengajakku untuk masuk ke mall. Sebab katanya, nanti kita sarapan dulu di dalam dan setelahnya membeli perlengkapan rumah. 

Iya, khusus hari ini, mas Abi mengatakan kalau kita tidak masuk kerja. Lagipula, ini hari Jumat dan biasanya tidak ada laporan yang masuk ke emailku. Kalaupun ada, aku akan jadwalkan ke hari Senin sebab hari Jumat memiliki jam kerja yang cukup singkat. 

"Hmm.... Kalau tidak keberatan, aku boleh tahu alasan mas kenapa pulang dalam keadaan mabuk?. Jujur saja, itu pertama kalinya aku melihat mas seperti itu." Tanyaku sedikit ragu. Apalagi saat aku bertanya hal demikian, dia malah mendelik menatapku kurang suka. 

"Hanya sedikit mengacaukan pesta saja, Alesha. Tidak ada yang perlu kamu dikhawatirkan. Jawabanku cukup menjawab, kan?"

Mana mungkin aku menolak. Pasti jawabanku adalah, "iya, mas. Sudah sangat menjawab." Kataku. Tersenyum padamu, namun jujur itu semua adalah palsu. 

Kami terus menyusuri masuk lebih dalam ke mall. Aku seketika tersadar kalau mas Abi belum makan kemarin. Apakah dia sudah dapat makan atau belum? Mengingat dia pulang dalam keadaan yang cukup mengkhawatirkan. 

"Mas?!" Panggilku. Dia sedang berhenti, melihat ponselnya. Sepertinya ada yang sangat penting. 

Dia menoleh dan menyahut. Hanya saja, fokusnya kembali ke ponselnya. Mungkin aku sedikit memaksa dengan mencoba untuk mengetahui urusannya, hanya saja rasa penasaranku ini tidak bisa aku tolak mentah-mentah. Aku beranjak mendekatinya, namun ketika aku terjadi dia langsung memasukan ponselnya ke saku celana. 

Jujur saja, aku sedikit tersinggung saat ini. 

"Iya? Apa?" Tanyanya. 

"Tidak. Aku hanya mau bilang kalau aku mau makan di sana!" Tunjuk ku ke salah satu restoran yang sering kamu masuki ketika mengunjungi mall ini. 

"Oh, oke. Ayo kita makan." Katanya, mengajakku dengan rangkulannya yang begitu ringan. 

***

Lagi-lagi aku tersinggung. Untuk kesekian kalinya aku bertanya, namun mas Abi mengabaikan ku dan malah lebih tertarik untuk melihat ponselnya. Bahkan makanan di depannya kalau bisa berbicara akan menggerutu seperti yang ingin aku lakukan kini. 

"Mas, makan dulu. Mas pasti belum makan dari kemarin." Kata ku mengingatkan kembali. 

"Iya."

Berulang kali hanya itu saja yang ia jawab, tidak ada kata lain. Mas Abi yang ada di depanku sekarang dengan status sebagai suamiku, sangatlah berbeda dengan mas Abi saat ia menjadi atasanku. 

Apa ini ada hubungannya dengan Elisa?. Astaga, memikirkannya membuatku pusing. Aku lebih baik menghabiskan makananku, daripada mengkhawatirkan segala hal yang belum tentu juga mau peduli denganku. 

Cukup lama, akhirnya aku dan mas Abi selesai makan dan memutuskan untuk membeli perlengkapan dapur beserta isi kulkas. 

"Ini!" 

Mas Abi menyodorkan kartu miliknya. Aku hanya tersenyum saja. "Tidak, mas. Kebetulan gaji dari mas juga masih banyak di rekeningku. Aku bisa memakai itu. Simpan saja untuk pernikahan mas dengan Elisa nanti." Kata ku. 

Sebab aku tahu, bahwa usia pernikahanku dengan mas Abi tidak akan berlangsung lama. Mas Abi harus bersama dengan cintanya, Elisa. Sedangkan aku mungkin akan mencoba untuk mencari pria lain. Beruntungnya kami memilih untuk nikah siri, belum ada buku nikah dan nama kami yang terdaftar di Pengadilan Agama. 

"Ambil aja!" Paksa mas Abi. 

"Tidak perlu, mas." Tolak ku. 

"Kalau begitu nanti aku saja yang membayarnya. Aku tahu kamu tidak akan menerimanya sampai kapan pun." Ucap mas Abi, membuatku tertawa. Dia tahu bagaimana tipikalku selama ini.

Akhirnya, kita sudah sampai di tempat yang sudah kita cari. Ini adalah bagian ku sebagai perempuan dan hanya aku yang bisa memahaminya. Aku masuk, pula dengan mas Abi yang mengikutiku dengan mendorong troli bersamanya. 

Sebab tidak ada sama sekali peralatan di rumah, maka kali ini aku memilih untuk membeli peralatan dasar saja. Karena bagiku, setelah ini kita tidak punya waktu dengan memasak untuk waktu yang lama dan dengan lauk yang beragam. Setelah ini, kita sibuk dengan urusan kantor. 

Lagipula, aku sangat yakin kalau mas Abi akan lebih sering pulang ke rumahnya atau rumah Elisa. Untuk apa dia ke rumah yang kemarin dia beli untukku tinggali?. Aku pikir, mas Abi terlalu aneh kalau sampai mau berduaan sepanjang hari denganku di rumah itu. 

Meski ada status suami-istri yang mengikat kita berdua. 

Beberapa alat sudah aku masukan ke troli. Dan kini, aku sedang memilih teflon mana yang bagus untukku gunakan nantinya. Namun tiba-tiba terdengar suara seruan. 

"Oh, jadi ini perempuan yang udah bikin kamu lupa hari ulangtahun ku?!"

"Ini jalangnya?!"

Aku sontak melepas teflon itu dan membalikkan badan. Apa yang aku lihat kini membuatku terkejut bukan main. Ternyata Elisa, dia dia menyebutku jalang?. 

Atau mungkin karena itu lah yang membuat mas Abi pulang dalam keadaan mabuk?. Jujur saja, aku agak bingung dengan keadaan yang kini tercipta di depanku sendiri.

"Maksud kamu apa, Elisa?. Aku dan dia hanyalah sebatas atasan dan bawahan, tidak lebih!" Bantah mas Abi dan aku mendengarnya langsung. 

Atasan-bawahan? Tidak sepenuhnya salah, sebab selama ini pernikahan kita begitu tertutup, bahkan foto untuk membuktikan itu semua pun tidak ada. 

"Alah!. Aku gak percaya. Mana ada atasan-bawahan bisa terciduk membeli perlengkapan rumah tangga seperti ini kalau tidak ada hubungan yang serius diantara kalian berdua. Ngaku saja, Abi, dia selingkuhanmu, kan?" Paksa Elisa. 

"Hei, jalang!. Dibayar berapa kamu sama Abi?. Sudah main berapa kali?!" Tanya Elisa ini padaku. 

"A-aku..."

"Dia hanya teman!" Bentak mas Abi dengan lantang.

Suara mas Abi menyadarkan ku dengan lantang kalau kita berdua memang sudah salah langkah. Aku dan mas Abi seharusnya tidak lebih dari atasan dan bawahan, atau tidak lebih dari sekedar teman. Hanya saja, karena satu keadaan aku dan dia malah menikah yang mana tidak ada yang suka dengan hal itu. 

"Benar, Elisa. Aku dan mas Abi hanya sekedar atasan-bawahan saja. Kami berteman. Dan alasan kenapa mas Abi bersamaku kini karena aku mau pindah kontrakan, jadi dia membantuku untuk membeli perlengkapan dapur. Tidak lebih, sedikitpun." Kataku. Hatiku rasanya sedikit tercubit setelah mengakui hal itu. 

"Dan menggunakan kartu Abi?!" Tanyanya. Dia menatapku nyalang. 

Aku menggeleng tegas. "Aku menggunakan kartu milikku sendiri. Kalau tidak percaya, kamu bisa pastikan pada mas Abi." Ujarku. 

"Dan mas Abi, terimakasih atas tumpangannya. Sepertinya aku sudah membuat kekacauan dalam hubungan mas Abi dengan Elisa. Sebaiknya aku pulang sendiri saja. Sekali lagi, terimakasih." Ucapku dan merebut troli itu dari mas Abi. Mendorongnya menuju kasir. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hamil Anakmu, Mas   Pengumuman!!!

    Halo, semuanya.Aku mau mengucapkan terimakasih banyak buat yang sudah membaca cerita ini, aku senang banget. Tapi, aku sedih juga karena gak bisa lanjutin cerita ini karena sekarang aku hanya bisa berkarya di satu platform atau kata lainnya tuh aku jadi penulis ekslusif. Dimana Thor? Di aplikasi kuda poni ya guys...Untuk kalian yang mau terus baca cerita aku, silakan bisa cek di aplikasi ungu atau kuda poni. Di situ ada banyak cerita yang aku buat dan bisa kalian baca. Ada yang berbayar, ada yang gratis.Kalian bisa baca dan cari cerita aku dengan nama pena yang sama, yaitu limabersaudara.See you in another platform ya guys!!!Lopyuu!

  • Hamil Anakmu, Mas   Menjadi Saksi Bisu 1

    Aku pulang ke Solo.Perjalanan yang begitu panjang, dengan kondisi hati yang sedikit hancur, dan kondisi tubuh yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja, aku harus menahan semuanya. Sepanjang perjalanan, tangisku tidak bisa terhenti.Aku pergi ke Solo mulanya bersama Nadia, tapi karena dia ada pekerjaan di kantor, aku tidak bisa menjadi batu sandungan dalam hidupnya. Alhasil, merasakan semuanya sendiri, semakin membuatku merasa tak pantas.Mas Abi tidak akan bisa menghubungiku, sebab aku sengaja tidak membeli hp untuk menggantikan hp ku yang rusak sebelumnya. Aku sengaja."Mbak, sudah sampai."Suara itu membuatku tersadar. Menghapus air mataku dan keluar dari taksi yang membawaku sampai ke depan rumah. Rumah yang akan menerima diriku dalam keadaan apapun."Terimakasih ya, pak. Ini bayarnya."Setelah memberikan bayarannya, aku beranjak turun dari taksi itu. Kaki ku terasa berat menuju gerbang rumah, sedangk

  • Hamil Anakmu, Mas   Pasrah

    "Aku tidak mau mempoligami Alesha, ma!" Bantah mas Abi dengan nada suara yang lantang, sedangkan Elisa di samping mama mas Abi menangis sesegukan.Aku sudah membatu di belakang mas Abi. Tak pernah terpikir sebelumnya kalau mama mas Abi akan menyarankan hal itu pada anaknya sendiri. Aku pikir, mereka akan memilih mana yang lebih baik untuk anak-anaknya, atau mungkin akan menyuruh mas Abi menceraikan ku sebab mereka tidak percaya dengan pernikahan yang kami lakukan secara diam-diam. Namun ia malah menawarkan hal yang tidak bisa terduga. Poligami, adalah hubungan berbagi yang mungkin tidak akan pernah bisa aku lakukan. Aku tidak akan tahan dengan hal itu."Lalu kamu mau apa?. Kamu membatalkan pernikahanmu dengan Elisa dan membawa perempuan lain ke hadapan keluarga besar kita, padahal kamu tahu kalau Elisa sedang mengandung anakmu. Kamu mau membuat nama baik keluarga kita tercoreng karena perbuatan sesatmu ini!"Mas Abi terdiam, membuatku tidak bisa berp

  • Hamil Anakmu, Mas   Poligami?

    Dan sesuai perkataan dari mas Abi dua hari yang lalu, yang mengatakan akan mengenalkan ku dengan keluarganya.Hari ini, kami melakukannya. Sepanjang perjalanan aku gugup, perasaanku gelisah tidak karuan. Pikiranku hanya satu, apakah mereka akan menerima diriku dalam keluarga mereka?.Mas Abi menggenggam tanganku, "jangan gugup. Ada aku yang akan menemanimu." Katanya dengan senyuman yang begitu tulus.Aku hanya bisa tersenyum, nyatanya hal itu belum mampu membuatku menjadi tenang dan melupakan apa yang sudah aku pikirkan semalaman. Aku begadang memikirkan cara yang setidaknya bisa membuatku diterima di keluarga itu, sedangkan mas Abi malah terlalu santai. Dia terlelap dan tidak bisa dibangunkan meski aku membangunkannya beberapa kali."Sebentar lagi kita sampai. Kamu mau beli sesuatu dulu biar gak gugup?" Tanya mas Abi.Kini, pikiranku tertuju pada satu. "Ice cream.""Tidak bisa, sayang. Kamu sudah menghabiskan dua ice cream tadi

  • Hamil Anakmu, Mas   Sebuah Rencana

    Dua hari berlalu."Mas, kamu tidak lupa hari ini, kan?" Tanyaku.Mas Abi tidak mungkin lupa dengan hari ini. Ini adalah hari pernikahannya dengan Elisa, tapi dia malah santai tidur-tiduran malas denganku di pagi hari ini sampai matahari naik."Memangnya ada apa dengan hari ini, Alesha?" Tanya mas Abi sangat tenang.Aku sontak berbalik dan saling berhadapan dengannya. Melihatnya yang benar-benar tampak tenang, tanpa ada masalah sedikitpun. Bahkan senyumannya yang tampak tenang, mengartikan dia benar-benar tidak merasa ada masalah dalam dirinya."Astaga, mas. Ini adalah hari pernikahanmu dengan Elisa." Kata ku."Lalu?"Aku sontak menganga tidak percaya dengan jawabannya. Tidak pernah terlintas dalam pikiranku kalau mas Abi akan bereaksi seperti ini. Dia mengabaikan apa yang menjadi keinginan terbesarnya dulu.Di depan matanya, pernikahan akan sebentar lagi digelar, tapi dia malah se

  • Hamil Anakmu, Mas   Menyerah

    Luka bakar di punggungku sudah sedikit membaik, meski aku tahu akan memberikan bekas yang menjijikkan. Bekas luka bakar yang begitu besar, hampir memenuhi punggungku. Selama beberapa hari, aku hampir tidak memakai baju. Hanya ditutupi oleh kain tipis saja. Begitu perih.Sudah sepuluh hari berlalu. Sejak hari itu, mas Abi selalu ada di apartemen. Setiap malam juga tidur denganku, menemaniku yang sakit akibat luka bakar itu. Terkadang, aku tiba-tiba demam. Kadang pula karena faktor kehamilanku, membuatku mual muntah di tengah malam.Beberapa kali aku mendengarnya berbicara dengan Elisa dari telpon ketika aku pura-pura tidur di sampingnya. Mas Abi bicara seperlunya dengan Elisa, bahkan mungkin terkesan dingin padanya. Namun tetap saja, aku masih belum bisa berbuat baik padanya. Sampai saat ini, aku selalu cuek padanya, bahkan menjawab dirinya pun hanya seperlunya.Seperti tadi pagi, mas Abi bertanya aku mau sarapan apa. Dan jawabanku padanya adala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status